Share

39. Siapa yang Lebih baik Meninggal Lebih Dulu

"Dari Bunda!" Aku bergegas menekan tombol hijau di ponsel dan mendekatkannya ke telinga.

"Assalamualaikum, Nis. Ayahmu Nis. Ayahmu terjatuh di kamar mandi dan sepertinya sekarang tidak bernafas lagi!"

Suara bunda terdengar panik dan terbata dari seberang, membuatku jantungku berdetak lebih kencang.

"Astaghfirullah!"

Peganganku pada ponsel melemah. "Mas, Ayah Mas!"

Tangisku berderai. Seraya memegang erat ponselku, aku memeluk erat mas Reyhan.

"Nggak mungkin Mas. Ayah nggak mungkin meninggal." Aku histeris dan merasa sangat kehilangan.

Kucubit berkali-kali pipiku sampai memerah. Sakit. Sangat sakit. Ini bukan mimpi.

"Berhenti Nis. Jangan sakiti diri lagi!"

Reyhan memelukku semakin erat. Hatiku mencelos. Kakiku seolah tidak menapak lantai rumah lagi.

"Mas, antar aku ke rumah ayah. Siapkan obat pacu jantung. Nanti kita harus lakukan RJP sebelum ayah dibawa ke rumah sakit."

Aku meracau kebingungan dalam dekapan Reyhan.

"Sst, Sayang. Tenang. Tenang. Nafas panjang perlahan. Mas Ambilkan mi
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status