“AHHHHH! Dante turunkan aku! Hey!” pekik Serena sambil mengguncangkan kedua kakinya agar Dante mau menurunkannya tapin nihil, tangan kekar Dante sudah memegang erat tubuh mungil Serena dengan tatapan yang mengarah lurus ke arah kamar mereka.“Dante…please kau dengar aku, kan?” teriak Serena lagi di lorong mansionya, ketika Dante lebih memilih menaiki tangga dengan langkah kaki lebar dibanding menaiki lift yang ada di sana. Serena sungguh sangat lelah pagi ini apalagi kemarin dia sudah digempur habis habisan oleh Dante dan pria ini mau lagi hari ini?Oh, sungguh Serena tidak kuat!Dalam hati Serena membandingkan stamina Dante dan Nico secara tak sadar saat dia melamun sepanjang di perjalanan Dante membawanya. Entah apa yang berbeda tapi walau Nico sangat bergairah setiap bersamanya, tapi Nico tak pernah bisa membantah titah Serena jika dia tak mau melakukannya, sementara itu saat bersama Dante, Serena seperti tak ada apa-apanya karena suaminya ini lebih mendominasi.Itu perbedaan palin
Napas Serena memburu saat Dante benar-benar berhasil mengikat kedua tangannya di kedua ujung tempat tidurnya membuat gadis itu benar-benar ketakutan karena suaminya itu benar-benar terlihat marah, dan ini pertama kalinya Dante sampai mengikatnya seperti ini.Sebenarnya kenapa Dante semarah itu hanya karena Serena ketahuan mengintip pembicaraannya tentang Dante dengan Cassandra?Serena sontak menoleh saat Dante beralih turun dari kasur meningalkan Serena yang terikat dengan wajah panik sambil melepas satu per satu kancing kemejanya dengan kasar. Serena menelan ludahnya susah payah saat Dante menatapnya tajam dari sudut matanya tapi anehnya pria itu tak langsung menerjang Serena diatas kasur tapi ia malah berjalan menuju ke rak kaca berkilau yang ada di ujung kamar luas itu.Serena terus memperhatikan gerak gerik Dante tanpa berani mengucapkan sepatah katapun karena pikirannya tak bisa berfungsi dalam keadan terikat seperti ini, Dante bisa melakukan apa saja jika dia terikat dengan tak
Serena perlahan membuka matanya dan merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Rasanya seluruh tulangnya remuk dan tenggorokannya kering. Perlahan dia menyesaikan netranya dengan cahaya matari yang masuk melalui celah gorden di kamarnya.Begitu dia ingin bergerak, rasanya tubuhnya sangat berat dan kedua tanganya juga tidak bisa digerakan. Serena lalu melihat wajah tenang Dante yang tidur sambi memeluknya dengan tangannya yang masih terikat seperti kemarin malam.Dante pasti langsung tumbang karena mabuk dan Serena juga tak ingat bagaimana dia tidur kemarin, yang dia ingat hanya Dante benar-benar mengegempurnya seperti orang kesetanan kemari malam hingga Serena tak sadarlah diri dan sekarang berakhir seperti ini. “Hmmm… jangan tinggalkan aku jangan tinggalkan aku.” Serena menggerakkan kakinya beraharap Dante bisa bangun namun pria itu malah semakin mengeratkan pelukannya sambil mengigau membuatnya bingung.Melihat wajah tampan dan tenang Dante saat tidur membuat Serena merasa damai. Walau a
Malam ini, Dante benar-benar mengajaknya ke Mansion Utama kediaman Keluarga Ambrose, tempat kakek dan papanya tinggal. Serena cukup gugup, terbukti dari tangannya yang sejak tadi dingin dan ia benar-benar telihat cemas.“Jadi kau sudah melihat surat itu?” Serena bertanya pada Dante yang menyetir dengan tangan besarnya yang tidak pernah absen dari paha Serena, ya itu adalah kebiasaan suaminya jika mereka bepergian. Dante akan kesal jika Serena memindahkan tangannya.Dante yang awalnya fokus menyetir kini beralih menatap istri cantiknya. Tidak dapat dipungkiri ada rasa kahwatir di wajah Dante kali ini dan itu membuat Serena merasa sangat bersalah.Jauh sebelum Serena dinikahkan dengan banyak pria oleh kakaeknya, gadis itu menandatangani surat dari Nico yang berisi Serena akan setuju untuk menikah dengannya dan menjadi pendamping hidupnya jika Nico berhasil menyelamatkan Serena dari pria-pria itu, dan ia tak menyangak surat itu benar-benar menjadi masalah sekarang karena Nico pasti memba
“Dante tunggu!” Serene mencegah suaminya itu berjalan masuk hendak mengetuk pintu besar dengan gaya klasik yang ada di mansion utama Keluarga Ambrose itu. “Kau dengar suara itu?” ucap Serena dengan wajah horornya.Dante yang tau apa maksud Serena langsung mengangguk. “Iya, dia memang datang ke sini. Tapi, tenanglah ada aku bersamamu,” ujar Dante meyakinkan Serena yang mendadak tadi mematung saat mendengar suara Nico.“Hah? Kok bisa Nico dateng ke mansion ini? Dia mau bertemu kakek juga?” heran Serena. Sungguh, dia tak menyangka seorang Nicholas Rodriguez yang sejatinya saingan ketat keluaranya dalam bisnis kini bisa diterima hangat oleh kakeknya.Sekarang Serena cukup paham jalan pikiran kakeknya itu. Untuk urusaan bisis Fredrick akan berlagak baik di depan, tapi untuk membiarkannya menikah dengan cucunya adalah sebuah hal yang tak mungkin.Serena masih ingat saat ada pria asal Amerika yang terang-terangan melamarnya di depan kakeknya dan langsung ditolak mentah-mentah sejak saat itul
“Nyonya, saya ucapkan selamat kepada anda karena kartu merah baru saja dibuka.” Bagai disambar petir di siang bolong, seorang wanita seksi yang tengah berada di ruangan kerjanya itu mendadak tercengang. “APA?!” pekiknya memastikan apa yang barusaja dia dengar. “Benar nyonya … anda diminta untuk datang ke mansion utama hari ini pada pukul 7 malam,” lanjut pelayan itu dengan nada yang bergetar karena dia sedang berbicara dengan satu-satunya pewaris dari keluarga paling berpengaruh di Italia. Kartu merah ke-14 sudah dibuka dan dia barusaja menikah dengan suaminya yang ke-14 dua minggu lalu. Apa mereka sudah gila? Setiap kakeknya mengumumkan tentang orang yang akan menikah dengannya Serena selalu was-was. Sebab semua pria yang pergi dan masuk ke mansionnya bisa saja menjadi suaminya. “Siapa?” Serena—wanita yang tengah diajak berbicara oleh pelayan itu bertanya dengan pertanyaan yang sangat singkat namun mampu membuat pelayan itu gugup setengah mati. “Itu … Maafkan saya nyonya, saya
PRANG!!! Serena masih belum bisa memproses keadaan, ketika seorang pria memecahkan kaca mobilnya dengan paksa. Tangannya bergetar karena ketakutan. “HEY!! Kau bisa mendengar saya?” Serena tidak memedulikan pria di luar mobilnya yang terus berusaha membuka paksa pintu mobilnya itu. “HEY!!” Teriakan kedua dari pria itu mampu membuat lamunan Serena buyar. Namun, belum sempat Serena melihat pria itu. Dia langsung menarik Serena keluar tanpa aba-aba dan … DOAR!!!!!! Mobil bugatti merah yang dikendarai Serena meledak tepat sepersekian detik ketika pria itu mengangkat tubuhnya dan membawanya keluar dari mobil itu. Hari ini memang hari tersialnya! “Kau baik-baik saja?” Serena seketika mendongak melihat wajah pria itu. Tatapannya sangat dalam, dan dari jarak sedekat ini Serena bisa mencium aroma tubuhnya, garis rahangnya yang tegas dan mata mereka berdua bertemu. “Aku baik-baik saja,” ucap Serena berusaha berbicara dengan nada yang tenang, padahal jantungnya berdetak dengan sangat cepa
“Dante kau melupakanku? Setelah puas dengan tubuhku lalu kau bisa seenaknya mencampakkanku seperti ini?” Wanita itu berteriak sambil menangis histeri. Serena tidak bisa menyembunyikan senyumannya ketika melihat ekspresi Dante yang terkejut. Permainan ini cukup menarik bagi Serena. Sekarang dia akan punya alasan untuk membatalkan pertunangan bodoh ini. “Kau siapa? Saya tidak pernah melihatmu sebelumnya!” Dante berucap sambil menghentikan langkah wanita itu yang ingin mendekatinya hanya dengan mengangkat tangannya. Wanita itu benar-benar berhenti. ‘Apa Dante semenakutkan itu?’ tanya Serena dalam hatinya. “Jasper bawa wanita ini keluar!” Fredrick berucap dengan wajahnya yang sudah memerah menahan amarah. “Tunggu!” Serena menghentikan langkah Jasper—pimpinan bodyguard di mansion itu yang ingin meyeret wanita itu keluar. “Apa kau yakin ayah dari anakmu itu pria ini?” tanya Serena kepada wanita itu. “Iya! Aku tidak akan membiarkanmu menikah dengan siapapun kecuali aku, Dante!” ucap wa