Dengan kemarahan di hatinya, Celine membaca laporan yang di selesaikan Zora. Memang laporan ini rapih tapi hampir tidak ada bedanya dengan apa yang dikerjakannya selama ini. Semua ini hanya omong kosong untuk menendangnya.
Tidak bisa di toleransi, dia mengatakan hal yang tidak-tidak sebagai kemarahannya. Sampai mengatakan pasti Zora sudah memberikan tubuhnya agar bisa ada di posisi ini. Kenapa Pak Yash begitu menyukainya?Seperti yang kita tau, rumor berkembang cepat dengan banyak asumsi negatif yang menyelimutinya, intinya orang-orang itu pasti iri dengan kepesatan karirnya. Hal yang tidak mungkin karyawan yang baru 6 bulan kerja sebagai karyawan biasa tiba-tiba naik ke jabatan sekertaris utama, memangnya sejenius apa orang itu?Bahkan teman-teman satu timnya tidak bisa percaya walau mereka melihat sendiri bagaimana Zora sangat lihai dan percaya diri. Ridwan tidak bisa menyembunyikan rumor, kalau dirinya sudah berjanji tidak akan memberi tahu rumor jahatZora masih diam mencerna semua yang terjadi, mencoba mengerti kenapa mereka bisa memikirkan hal ini."Kau yang omong kosong! Apa bila kesempatan itu datang padamu, kamu juga akan mengelak?!" Susan tak mengerti kenapa Karina membelanya, itu hal yang bisa saja benar. "Kalau memang itu tidak benar, tinggal dia jelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Bahkan dia masih diam saja." Susah menyerangnya dengan masif, sebenarnya ia hanya ingin mengetahui kebenaran, walau cara seperti ini benar-benar menyakitkan untuk Zora."Zora, biarkan aku memberi tahu mereka yang sebenarnya." Karina memohon, sangat tidak terima atas perlakuan teman setimnya kali ini."Aku tidak peduli, katakan semau kalian!" Zora pergi meninggalkan mereka dengan hati kesal, marah dan sedih menuju kamar mandi.Susan hanya tertawa mencibirnya, "Bila kamu melakukan itu, kau akan di cap benar-benar melakukannya, Zora."Tapi Zora sudah benar-benar tidak peduli.Karina segera me
Saat sampai di kamar mandi Karina melihat dua orang wanita yang sedang menguping bilik toilet dengan suara Zora yang masih sesegukan. "Hei ngapain kalian. Tukan ngosip! Pergi sana!" Kedua wanita itu menatapnya dengan sinis lalu pergi."Zora kau baik-baik saja?" Karina sangat khawatir.Karina menunggunya sampai jam istirahat hampir selesai. Ia keluar dengan wajah sedih dan bengkak."Kenapa kau menangis seperti ini, nanti orang menertawakan mu""Aku benar-benar tak nyangka ada kejadian kaya gini Rin."Karina memeluknya lembut menepuk punggungnya untuk menguatkan. "Mereka cuma gak ngerti."Zora mengangguk. "Aku baru sadar gimana hidupku sangat mudah sebelumnya." Kini ia tersenyum menyeringai.Karina tidak tahan untuk memeluknya. "Kamu kuat kok!"Zora mengangguk setuju. Ini adalah pelajaran hidup yang berharga, semua terlihat nyata, tidak seperti kehidupannya sebelumnya yang penuh pujian tapi tipu muslihat
Setelah makan malam sederhana, disebuah rumah makan Padang, mereka hanya sedikit mengobrol soal hal hal kecil. Ternyata Pak Yash bukan orang yang pandai mencari topik pembicaraan. Zora juga memuji kelulusannya dari Harvard. Pria itu sedikit terkejut bagaimana wanita ini bisa tau. Dan semakin di lihat, senyum wanita ini semakin menawan mencairkan hatinya. Sepulangnya dari sana, sebuah kenyataan, Yash tidak bisa berhenti memikirkannya.Hingga keesokan hari seperti petir di siang bolong. Tepat di depan lobby gedung perkantoran mereka. Sebuah mobil yang tidak murah mengantar Zora. Dengan pria yang mengecup keningnya sebelum wanita itu turun. Yash menyeringai kesal, tidak percaya dengan pengelihatannya. Baru saja dia menginginkan wanita itu, sekarang dia sudah bersama lelaki kaya, tapi ia semakin menginginkannya.Ia mengambil ponselnya dan berbicara pada seseorang, "Cari tau siapa yang bersama Nona Zora hari ini."Yash bergegas untuk naik lift yang sama dengan Zora. Tapi kali ini pria itu b
Zora sudah bisa bergaul dengan banyak orang, hingga Celine pun menyerah, wanita itu benar-benar menunjukan dedikasi, bukan hanya kecantikan semata, dan semua orang setuju. Apa lagi dengan Yash yang semakin puas dengan hasil pekerjaannya."Kenapa kau ahli sekali memanipulasi karyawan untuk bekerja lebih baik?" Yash tertawa melihat perkembangan mereka.Zora tidak mungkin bilang bahwa ia mengerjakan semua karna ayahnya yang mengajarinya. Tapi sebenarnya Yash tau hal itu."Kali ini kita harus makan malam bersama lagi.""Emm..""Kau tidak boleh menolak bosmu!" Perintah Yash."Baik pak." Dia hanya bisa mengangguk lemah. Dan segera menghubungi Julian untuk tidak menjemputnya.Ternyata pria itu sedang menunggu dan baru saja tiba. Bila Zora hanya akan pergi bersama teman-temannya, pasti ia juga tidak segan mengajak Julian. Tapi kali ini tidak. Sejak hari pengangkatannya, ia sudah sangat cemburu, dan belum pernah melihat seperti apa sosok Yash Iskandar yang selalu di ceritakan kekasihnya.Tak l
Menenteng sebuah bungkusan brand ternama memasuki gedung perkantoran tentu menjadi perhatian. Untuk membeli produk brand ternama seperti itu, karyawan biasa perlu mengumpulkan uang sampai satu tahun mungkin untuk sekedar membeli sepotong baju. Tapi Zora cuek saja dan benar-benar tidak memiliki pandangan yang aneh. Selama ini gayanya memang mencuri perhatian, tapi ia terus polos, karna dia benar-benar tidak mengerti apa yang orang-orang itu pikirkan. Seorang karyawan wanita menatapnya dengan sinis melihatnya dari ujung rambut hingga ujung kaki dan tersenyum meremehkannya.Begitu banyak rumor tentang Zora, bahkan hubungannya dengan Julian juga jadi bahan gosip. Apalagi kali ini ia menenteng sesuatu yang mahal.Zora sudah mulai terbiasa untuk membela diri sekarang, karna bila ia lemah ia akan di tindas, tidak terima dengan pandangan intimidasi seperti itu. "Apa yang kau lihat?" Wanita itu memutar bola matanya, "Pria kaya, produk branded, dan kesayangan Tuan Yash, entah wanita macam apa
Walau hampir setiap hari melihat Zora, tetap saja saat ia berpakaian berbeda rasanya selalu lebih indah. Gaun merah melekat di tubuh mungil dengan balutan blazer kerja yang masih di kenakan. Ia mencatok rambutnya dengan bergelombang membuat pipi yang chuby terlihat lebih imut dengan makeup tipis yang selalu membuatnya segar.Ia perlahan naik ke atas mobil dengan sepasang mata yang sudah tidak bisa melepaskan diri dari lekuk tubuhnya.Pria itu terus tersenyum sepanjang jalan. Sama saja dengan Zora. Yang masih bertanya-tanya akankan benar hari ini adalah hari yang selama ini mereka tunggu?Ketika pasangan ini masuk, sebuah musik romantis mewarnai sore mereka, dan hidangan segera di hidangkan.Zora tertawa, "Ini berlebihan.""Ini momen sakral." Julian menggodanya."Aku menunggu seharian untuk sampai di waktu ini. Kau membuatku menunggu.""Benarkah?" Julian tertawa. "Harusnya aku langsung saja ya?""Iya, tak perlu melakukan hal hal mahal seperti ini."Mereka menyantap makan malam yang ring
Affandra adalah orang yang sibuk, mereka tidak selalu bertemu dan bisa bicara banyak hal, ada kalanya ia tidak muncul sama sekali dalam sebulan, dan tiba-tiba membawakan Zora banyak hal sebagai oleh-oleh. Bahkan Zora belum melihatnya lagi setelah seminggu yang lalu. Zora memasuki gerbang kos dan merasa sedih saat berfikir untuk meninggalkan tempat ini. Semenjak ia keluar dari rumahnya harus terus berpindah-pindah walau ia sudah menyukainya, tapi tak masalah bila benar-benar menikah nanti, ia akan menempati rumahnya sendiri, tidak lagi bergantung pada orang lain. Mungkin Zora harus mencari kos bersama Karina setelah ini.Keesokan malam, Zora masih mengerjakan pekerjaannya sebelum pergi tidur, ketukan pintu terdengar dari luar. Zora segera bangkit dan membukanya.Sebuah senyum lebar menyerobot masuk tepat di depan wajahnya.Zora sengaja menjepit kepalanya kali ini. "Kebiasaan banget ngagetin begitu!""Aduh aduh, tolong!" Affandra berteriak kencang. Membuat Zora panik dan langsung membu
Affandra tersenyum lebar matanya penuh harapan. "Apa akhirnya kau akan putus?"Ia segera meraih kedua tangan Zora. Dan ada sesuatu yang aneh disana. Ia melihat cincin yang baru ia lihat selama ini. Dan seketika wajahnya muram. Dan langsung menatap wanita yang masih diam disana memperhatikan ekspresinya."Aku akan segera menikah." Kalimat itu keluar dari mulutnya tapi seolah olah hatinya juga tidak nyaman mengatakannya."Pergilah mencari wanita yang tulus mencintaimu, untuk apa melakukan hal sia-sia untuk menunggu? Aku akan tetap bersama pilihan hatiku."Affandra masih mematung dan pandangan kembali jatuh pada cincin yang dikenakan Zora. Masih meraih kedua tangan Zora dan memutar-mutar cincin itu dengan seksama, ia juga ingin memberikan hal seperti ini.Affandra hampir tidak mengerti apa yang sedang ia rasakan, ia mencoba untuk tersenyum sambil terus memutar cincin di jari manis Zora. "Aku tidak masalah, aku hanya ingin berada di sekitarmu