Tiga bulan berlalu, akhirnya Ulfa bebas dari masa iddah. Selama itu dia menghabiskan waktunya di depan laptop untuk menulis novel. Sudah dua novel yang berhasil dia tamatkan karena Alea tidak lagi rewel selama ada mainan dan juga cemilan. Apalagi beberapa kali Kancana datang untuk mengajaknya jalan-jalan.Penghasilannya lebih dari cukup untuk sekadar makan dan belanja pakaian serta mainan. Ulfa tidak menyangka tulisannya membuahkan hasil yang mengejutkan. Itu dia peroleh dari dua aplikasi menulis.Dalam tiga bulan itu pula, Tantri selalu mengganggu kakak iparnya. Ya, Dita telah melahirkan sosok anak laki-laki yang dinamai Adnan Sano Wijaya.Suara klakson mobil membuyarkan lamunan Ulfa. Dia segera mengoles lip serum tipis, menyambar tas bahu, kemudian menggandeng tangan Alea yang sudah didandani cantik bagai putri raja dalam Negeri Dongeng."Kirain bakal telat, makanya kelamaan dandan," kata Ulfa begitu masuk ke mobil baru Fajar.Lelaki itu mengulum senyum, tanpa sepatah kata pun. Dia
"Baiklah, aku setuju." Jawaban Sano berhasil membuat Ulfa mengukir senyuman.Wanita itu merogoh tas branded-nya, kemudian menelepon Fajar tanpa memberitahu Sano siapa yang dia hubungi. Toh, dia juga tidak bertanya."Halo, Ulfa? Kamu udah selesai?" tanya Fajar begitu panggilan terhubung."Tidak, maksudku belum. Kamu temani Alea dulu, aku harus ke rumah Ibu Mahika sekarang, nanti pakai gocar. Pokoknya nanti aku jelasin, kamu temanin Alea, ya. Bye!"Ulfa langsung menutup panggilan telepon secara sepihak karena tidak ingin jika Fajar melarangnya. Ulfa tidak bodoh, tentu saja semua yang dia lakukan sudah melalui pertimbangan matang. Pada intinya dia harus menemui Dita untuk membalas hinaannya dulu.Ya, Ulfa menganggap merebut suaminya adalah sebuah penghinaan. Dia tidak peduli, apakah Dita sadar akan perbuatannya atau bagaimana. Pada intinya dia telah melakukan kesalahan dan pantas menerima hukuman. Ulfa sudah memberi mereka peringatan sejak awal, tetapi sepertinya baik Ulfa maupun Sano sa
Setelah memastikan Ulfa pergi, Mahika meminta anak serta menantunya untuk berkumpul di ruang keluarga. Dia memiliki rencana bagus yang tidak akan merugikan dirinya. Mahika berharap mereka semua bisa bekerjasama termasuk Tantri dengan iming-iming uang.Wanita paruh baya yang licik itu menghela napas panjang sebelum menyampaikan maksudnya. Dia melirik Sano dan Dita secara bergantian dengan tujuan membuat mereka semua penasaran.Dua menit berlalu."Lama banget, sih, Bu? Aku sampai bosan loh, duduk di sini.""Iye, iye." Mahika mendelik pada anak sulungnya, lalu melanjutkan, "berhubung kamu belum punya pekerjaan, kita tidak bisa memastikan bakal sanggup membayar Ulfa satu juta per bulan. Dengar sendiri, kan, tadi aturan yang dia buat? Kalau kita bayar kurang misal sembilan ratus ribu atau kita melompat ke bulan selanjutnya, maka rumah ini akan dijual. Ibu yakin Ulfa tidak main-main sama ancamannya. Lalu kita akan tinggal di mana?""Betul juga, sih. Ibu ada rencana apa?" Dita menanggapi."S
Ulfa menunjuk tas yang dia bawa. "Di dalam tas ini ada uang tujuh puluh juta sesuai yang Mas Sano mau pinjam. Sekarang berikan dulu sertifikat rumah ini baru serahkan uangnya.""Tunggu sebentar!" Mahika berdiri menuju kamar untuk mengambil sertifikat rumahnya. Setelah itu kembali keluar dengan sangat buru-buru."Tolong videoin, ya!" pinta Ulfa setengah berbisik pada Fajar.Lelaki yang sedang menggendong Alea itu langsung mengangguk. Semuanya sudah mereka rencanakan sebelum berangkat saat makan di restoran tadi.Begitu rekaman video menyala, Ulfa langsung meraih sertifikat rumah itu dari tangan Mahika yang wajahnya memucat. "Sertifikat ini aku bawa karena kalian meminjam uang tujuh puluh juta. Ini sudah sesuai kesepakatan sebelum video ini dibuat, ya. Nanti kalian bakal bayar satu juta per bulan. Kalau nominal kurang atau melompat ke bulan selanjutnya, maka sertifikat ini menjadi milikku. Aku bebas menjual rumah ini, betul?"Mereka bertiga mengangguk bersamaan."Dalam enam tahun kurang
Jenni yang sudah dua bulan ini bekerja di salah satu klinik terkenal begitu memanjakan Alea. Hasilnya anak gadis itu terlihat semakin sehat, padat berisi seperti anak orang kaya atau sebut saja artis. Apapun yang Alea inginkan selalu diberi oleh Jenni, seperti yang dilakukan oleh Fajar.Sementara itu, toko fashion yang Ulfa bangun—diurus oleh Kancana—sudah selesai dibangun. Toko itu berada tepat di samping rumah Ulfa karena kebetulan ada tanah kosong yang luas di sana. Kancana sendiri yang menawarkan bantuan untuk mengurus semuanya saat Ulfa masih menjalani masa iddah.Toko Fashion itu diberi nama Aleafa yang berarti Alea dan Ulfa. Isinya adalah produk pakaian dari beberapa brand terkenal. Ulfa tidak pandai mendesain sehingga masih menjual brand orang lain.Selama masa iddah, selain menulis, wanita itu lebih sering menghabiskan waktunya dengan perawatan. Jadi, dia memanggil ahli kecantikan untuk datang ke rumahnya. Alhasil, sekarang kulitnya makin sehat terawat. Berbanding terbalik de
"Sesama kaum wanita harus saling mengerti. Kamu pikir aku nggak paham bagaimana perasaan Ulfa? Dia terluka, meskipun terlihat kuat, hatinya tetap rapuh.""Nggak, Bu. Aku nggak rapuh. Sejak mengetahui perselingkuhan Sano tepatnya malam ketika aku menciduknya di rumah mertuaku sendiri, hatiku seketika beku." Ulfa menyela secepat mungkin karena tidak mau Sano menjadi salah paham atau mengejeknya.Meskipun benar apa yang dikatakan Indah benar, Ulfa tidak akan mengaku. Dia harus terlihat kuat di mata semua orang sekaligus memberi motivasi pada diri sendiri kalau dia bisa tetap hidup bahagia tanpa kehadiran Sano."Berarti hatimu sangat kecewa, ya, Bu Ulfa? Orang kalau mati rasa itu artinya kecewa berat.""Benar. Aku ngasih Mas Sano kesempatan kedua demi putri kami dengan syarat dia harus meninggalkan selingkuhannya, tetapi dia melakukan kesalahan yang sama bahkan lebih besar dan tidak ada maaf lagi. Mas Sano menikah diam-diam dengan selingkuhannya yang dikata cantik.""Cantik? Secantik apa
POV Ulfa_____________________Aku tidak habis pikir dengan Mas Sano sekeluarga yang semuanya tidak punya rasa malu. Setelah menyakiti, mereka semua menganggap aku mesin uang. Aku tidak bodoh, hanya ingin menunjukkan kekayaan, makanya sertifikat rumah menjadi jaminan agar ketika mereka merencanakan hal buruk, Ulfa tidak dirugikan.Pasalnya, kalau menuruti mereka dan memberi rasa kasihan itu tidak ada habisnya apalagi keluarga parasit seperti mereka. Orangtuaku saja jarang meminta uang bahkan menolak ketika aku mengirim dengan nominal fantastis, katanya lebih baik digunakan untuk mengembangkan usaha.Sebenarnya aku juga kasihan melihat Alea yang sering mengigau memanggil papanya, tetapi kalau harus menerima dia kembali adalah perkara mustahil. Sudah kukatakan padanya untuk mengakhiri hubungan mereka.Dia masih beruntung karena aku tidak sampai membunuhnya. Mas Sano yang biadab itu seharusnya diberi pelajaran. Aku menjadi geram, dendam yang mulai mereda kembali membuncah. Aku harus lebi
Setelah mereka berbincang selama hampir sepuluh menit, akhirnya lelaki yang semakin hari semakin tampan itu melangkah cepat mengikis jarak denganku. Biasanya dia akan mengabari terlebih dahulu jika mau datang, sekarang malah sesuka hati seolah rumah ini adalah miliknya juga.Oh tidak, aku bisa melihat senyum Fajar yang sedikit berbeda. Dia lalu duduk di kursi tempat Tantri duduk tadi. Aku tidak mau memulai percakapan karena masalah mood yang masih belum baik, lebih memilih diam menatap lekat pada Fajar."Tadi Bu Mahika mau minjem uang kamu, tapi kamu nggak mau minjemin?""Apa?"Fajar pun mengulangi pertanyaannya tadi dengan tempo lambat seolah aku ini memang tidak mendengarnya. Bu Mahika benar-benar keterlaluan, dia pasti sengaja mengatakan itu pada Fajar agar terjadi kesalahpahaman, lalu kami tidak sedekat dulu lagi.Aku tahu, Bu Mahika pasti paham bahwa Fajar dan Mbak Kancana lah yang selalu memberiku semangat untuk balas dendam mengingat selama ini aku dinilai sebagai gadis lugu da