"Ada apa, Bu? Mengapa pulang merengut begitu?" tanya Rani yang heran dengan sang Ibu. Padahal tadi saat mau berangkat ke arisan, ibunya begitu senang untuk memamerkan tas dan sepatu yang baru saja ia dapatkan."Ke mana tas dan sepatu, Ibu? Ibu nyeker pulang ke rumah?" tanya Rani yang tak kunjung dapat jawaban dari sang Ibu.Rani yang khawatir buru-buru mendekati ibunya, lalu bertanya secara detail. Namun Romlah malah menangis kencang, dan tentu saja itu membuat Rani terkejut."Malu sekali Ibu, Ran, ternyata itu si Sofia ada di tempat arisan. Ibu kaget banget dia ada di sana, dan tiba-tiba Sofia datang malah malu-maluin Ibu," ucap Romlah pada Rani. Rani mengerutkan keningnya bingung."Bukannya dia pulang kampung ya, Bu?" tanya Rani pada Romlah."Nggak tau juga, Adnan sih bilangnya gitu, tapi kenapa dia sekarang ada di sini. Nggak mungkin kan kalo itu kembarannya Sofia," ucap Romlah sambil menghapus air mata buayanya."Lagian kok bisa si Sofia malu-maluin Ibu, kan Ibu dapat beli tas dan
"Ada apa, Sofia?" tanya Adinda saat melihat Sofia melamun. Ia berjalan mendekati temannya."Lili baru saja mengirim pesan padaku, dia bilang Mas Adnan sakit," ucap Sofia pada Adinda."Lalu, jika dia sakit apa kamu akan menemuinya dan kembali luluh dan kalian akan bersama lagi?" tanya Adinda pada Sofia."Tidak! Aku sudah bertekad tak ingin menemui Mas Adnan terkecuali saat sidang pertama perceraian. Aku tak akan mau luluh lagi padanya, cukup sampai di sini saja luka yang dia berikan. Aku tak ingin kembali ke tempat yang sama, tempat di mana aku tak pernah dianggap," ungkap Sofia menatap Adinda dalam. "Baguslah, Sofia. Tetaplah pada tujuan dan komitmenmu, kamu bisa memberikan doa saja untuk kesembuhannya agar dia bisa hadir di persidangan pertama kalian nanti. Kalo tidak hadir, ya itu akan lebih mempermudah proses perceraianmu dan juga Adnan," ucap Adinda."Aku mau ke toko, kamu mau ikut atau di rumah saja?" tanya Adinda sambil melangkah pergi ke luar kamar."Aku di rumah saja, Din, te
"Karena kau memiliki wajah yang sangat mirip dengan bajingan itu!"Sudah berbulan-bulan lamanya, tetapi perkataan sang Ibu terus melekat di ingatan Lisa. Semenjak malam perdebatan yang panjang, Lisa sudah jarang bertegur sapa dengan sang Ibu. Setelah lulus sekolah pun, dia langsung fokus bekerja dan memilih untuk tinggal sendiri di kost. Lisa ingin memulai hidupnya dari awal tak peduli lagi dengan bagaimana murka ibunya kepada dirinya nanti. Menurut Lisa mentalnya lebih penting dari apapun.***Enam bulan yang lalu, sidang antara Sofia dan Adnan dilaksanakan. Dan Adnan tentunya berhadir untuk menolak perceraian mereka berdua.Karena bukti yang kuat, membuat Adnan harus ikhlas menerima bahwa ia dan Sofia tak bisa bersatu kembali."Baguslah kau sadar diri Sofia. Aku bersyukur tak lagi bermenantukan gadis kampung sepertimu," ucap Romlah dengan sinis. Dia menatap Sofia seperti jijik.Sofia hanya tersenyum, enggan berdebat dengan mantan mertuanya. Saat ini Sofia ditemani sang Ayah menghad
Bukan Adnan namanya kalo tidak mengganggu Sofia, meski sudah berpisah. Adnan masih saja mengganggu Sofia dengan cara mengirim pesan, bahkan sudah diblokir Adnan masih tak kehabisan akal untuk terus menghubungi Sofia. Sampai akhirnya Sofia memutuskan untuk mengganti nomor telepon. Karena Sofia yang tak bisa lagi dihubungi Adnan memutuskan untuk pergi ke kampung halaman Sofia hanya untuk mengawasi Sofia dan terus memantau kegiatannya. Meski ibunya sudah melarang, Adnan tetap nekat menemui Sofia. Bahkan Adnan pergi tanpa sepengetahuan Romlah.Adnan sekarang sudah tak lagi mengelola toko miliknya, karena usahanya yang kian menurun membuat dia harus kehilangan tempat untuk dia mencari nafkah. Bukannya mencari cara supaya bisa bekerja, Adnan malah fokus kepada Sofia, mantan istrinya.Berbagai cara Adnan lakukan, dan semua itu dilakukannya agar Sofia mau tinggal bersamanya, tapi tentu saja tidak akan mudah. Setiap kali Adnan berkunjung ke rumah Sofia, Sofia tak pernah mau membukakan pintu r
"Hentikan! Apa yang kalian lakukan di rumah saya!" bentak Romlah seraya melepaskan cengkraman erat Bu Indah pada putrinya."Aduh, sakit, Bu," lirih terdengar suara milik Rani. Dia tak mengerti mengapa tiba-tiba ada segerombolan ibu-ibu yang datang menghampirinya dan membuat kekacauan di rumah sang Ibu."Romlah! Aku tidak mau tahu, suruh anakmu mengembalikan uang yang sudah dirampasnya dari suamiku!" ucap Bu Indah penuh penekanan. "Suamimu yang mana, aku tak pernah merampas uang suamimu. Kenal saja tidak," elak Rani yang memang tak tahu siapa suami dari Bu Indah. Karena selama ini pria yang dikencaninya itu acak, tak terlalu berpatokan pada satu laki-laki saja.Bu Indah buru-buru mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya dan menampilkan gambar suaminya pada Rani.Rani terkejut bukan main mendapati lelaki yang ada di dalam foto tersebut. Dia baru ingat itu adalah Pak Kamal, manager perusahaan yang selama ini sudah dekat dengannya.Ia juga sudah beberapa kali berkencan dengan lelaki tersebu
"Sofia, kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Habibi saat tak sengaja menatap putrinya yang sepertinya sedang bahagia."Sofia cuma merasa lucu saja dengan pesan yang dikirimkan Adinda, Ayah, makanya daritadi tidak berhenti untuk tersenyum," jawab Sofia pada sang Ayah."Apa kamu masih mencintai Nak Hafiz?" tanya Habibi membuat Sofia terdiam bingung menjawab pertanyaan yang diberikan sang Ayah."Tidak, Ayah. Sofia sudah tak ingin menaruh hati lagi pada laki-laki. Trauma yang Sofia rasakan, sangat susah untuk dilupakan. Menurut Sofia, semua laki-laki itu sama saja. Pandai memberi manis, tapi juga pembuat luka yang hebat." Sofia memandang lurus ke depan. Dia seperti seolah-olah mati rasa pada semua pria. Bermula dari Hafiz dan sekarang Adnan yang menyakitinya."Namun, tak ada salahnya jika kamu mencoba membuka hati, Nak. Ayah juga tak memaksa, Ayah masih melihat sorot matamu pada Hafiz masih sama," ucap Habibi. Sebagai seorang Ayah dia paham betul masalah percintaan sang putri."Tidak, Aya
"Apa urusanmu?" tanya Adnan dengan geram menatap wajah milik Hafiz."Urusanku, tentu saja aku bertugas untuk melindungi Sofia dari lelaki sepertimu."Adnan tertawa keras.mendengar penuturan yang disampaikan oleh Hafiz. "Memangnya kau siapa hingga harus melindungi Sofia. Asal kau tahu, aku adalah suaminya!" tegas Adnan.Sekarang malah Hafiz yang tertawa ketika mendengar perkataan yang dilontarkan oleh Adnan. "Kau sedang bermimpi atau bagaimana? Bukankah kamu sudah bercerai dengan Sofia, lalu di mana letak statusmu sebagai suaminya? Jangan bermimpi lagi, nanti lama-lama kau bisa gila dengan khayalanmu itu."Bugh! Adnan langsung menampar pipi milik Hafiz, tak terima Hafiz lalu membalas balik pukulan Adnan dengan lebih keras.Bugh!Bugh!"Hentikan!" teriak Sofia yang kelimpungan saat melihat perkelahian di antara dua pria itu."Stop!" Bugh!Saat Adnan melayangkan kembali tamparan pada Hafiz, bukannya Hafiz yang kena. Malah Sofia yang akhirnya terjatuh ke tanah dengan pandangan yang mula
"Terima kasih sudah menolongku," ucap Sofia pada Hafiz yang kini sedang menemaninya di puskesmas."Iya, sama-sama. Apa sekarang kamu sudah merasa baik Sofia?" tanya Hafiz dengan raut wajah masih khawatir terhadap keadaan Sofia, kekasih hatinya."Aku merasa lebih baik," jawab Sofia, lalu mencoba memejamkan matanya karena kepalanya mulai terasa pusing."Sofia!" panggil Habibi yang terburu-buru menghampiri putrinya."Bagaimana keadaanmu, Nak. Ayah terkejut mendengar kabar kamu. Di mana yang sakit, Ayah tadi ke tempat Adnan terlebih dahulu. Berkali-kali Ayah mengetuk pintu, tapi tak ada sahutan dari dalam. Sepertinya dia takut jika Ayah mengamuk di tempatnya.""Ayah tak terima putri Ayah disakiti oleh pria itu. Kurang ajar sekali dia, beraninya menyakitimu lagi. Di mana yang sakit?" tanya Habibi sambil mengecek keadaan Sofia yang terbaring lemah."Sofia sudah agak mendingan dari sebelumnya Ayah. Hanya kepala Sofia yang masih terasa sedikit pusing. Ayah sudah makan?" tanya Sofia balik. Ent