Felliska bangun di sore hari setelah tertidur akibat kelelahan setelah melakukan aktivitas ranjang bersama Davin. Fellisa merentangkan otot-ototnya yang kaku laku beranjak dari ranjang dengan tubuh yang polos tanpa memakai sehelai benangpun. Felliska memunguti pakaiannya yang terlempar di lantai lalu memasukkannya ke keranjang pakaian kotor.Setelah itu ia mandi dan memakai pakaian. Dirinya bergegas menuju dapur karema perutnya keroncongan. Felliska merasa aneh karena suasana rumah terasa sepi.Ia bertambah bingung ketika melihat dapur dalam keadaan kotor. "Kemana Veti ini? Apa dia belanja? Tapi kenapa sama sekali tidak ijin," gumamnya.Felliska membuka tudung saji di atas meja makan dan seketika ia bertambah bingung lagi karena tidak ada makanan sama sekali. "Bisa-bisanya Veti pergi tanpa meninggalkan makanan. Padahal aku sudah sangat lapas. Apa Veti tidur di kamarnya, ya?" Felliska terus bermonolog.Felliska pun bergegas menuju kamar Veti dan mengetuk pintunya. "Veti, kenapa kamu be
Saat Prapto memasuki rumah anaknya, ia dikejutkan dengan Felliska yang sedang menangis tersedu-sedu di sofa. Ia pun bergegas menghampiri anaknya dan menenangkannya. "Kamu kenapa nangis, Nak?" tanyanya lembut."Papa lihat sendiri." Felliska menyerahkan beberapa lembar kertas dari map.Prapto mengerutkan kening saat menerima dan membaca kertas-kertas tersebut. Beberapa menit kemudian seketika matanya membola. "Kurang ajar si Davin itu! Bisa-bisanya dia menyelingkuhi kamu. Apa dia mau cari mati?!""Aku tidak terima diperlakukan seperti ini, Pa. Aku benar-benar tidak rela," ucap Felliska sesenggukan."Papa juga tentunya tidak terima. Anak kesayangan Papa satu-satunya di khianati suami sendiri. Papa harus memberinya pelajaran!"Prapto bangkit dengan raut wajah marah dan tangan yang terkepal erat sampai otot-ototnya terlihat jelas. Ia menendang pintu kamar utama dengan kasar hingga mengejutkan Davin yang sedang tertidur. Prapto berdiri di samping kasur seraya memandang Davin dengan sorot mat
Varel tersenyum melihat kedatangan Karina dan Elard. Hal ini telah ia tunggu-tunggu sedari tadi. Ia sudah memproses kasus ini dengan beberapa informasi baru.Diantara informasi itu adalah tentang mobil Alphard milik Felliska yang masuk ke dalam jurang. Ia juga menambahkan kesaksisan para saksi yang mengatakan bahwa mobil yang jatuh ke jurang sama persis dengan mobil yang menabrak Kasih. Kemungkinan besar kasus ini akan segera dianggap selesai.Ada usaha tentu ada bayarannya. Prapto telah menyuntikkan dana ke bisnis yang sedang dibangun Pandu. Hal itu telah mereka sepakati sebelumnya."Silahkan duduk Nona Karina dan temannya yang bernama….?""Elard," ucap Elard memperkenalkan diri."Oh, Tuan Elard." Varel mengangguk-angguk berusaha bersikap seramah mungkin."Bagaimana detail kasus kecelakaan Ibu saya, Pak?" tanya Karina."Begini, mobil yang diduga menabrak mendiang Ibu Kasih sudah ditemukan."Terdapat binar bahagia di wajah Karina. "Serius, Pak? Puji Tuhan.""Tapi…." Varel menjeda perk
Malam harinya, Felliska dan Pandu melakukan kencan di salah satu restoran mewah. Felliska terlihat sangat cantik dengan gaun merahnya yang menyala-nyala. Pandu tidak kalah menawan dengan menggunakan kemeja dan celana panjang yang membuatnya terlihat gagah dan maskulin.Restoran yang mereka kunjungi sudah disewa sepenuhnya oleh Pandu. Saat selesai memarkirkan mobil, Pandu bergegas membukakan pintu untuk Felliska. Ia mengulurkan tangannya yang segera di genggam oleh Felliska dengan senyum malunya."Kamu terlihat sangat cantik," bisik Pandu yang membuat bulu kuduk Felliska meremang."Kamu juga terlihat sangat tampan," balas Felliska.Pandu tersenyum lalu menggandeng tangan Felliska dengan lembut. Saat mereka memasuki restoran, para pelayan berjejer rapi seraya menunduk memberikan hormat. Hati Felliska berbunga-bunga, ia merasa diratukan.Mereka lalu duduk di kursi mewah di antara lainnya dengan mengelilingi meja yang sudah dihias sedemikian rupa. Banyak sekali menu yang tersaji di meja i
Agatha dan Davin dirawat di dalam ruang rawat inap yang sama. Aurel memandang mereka berdua dengan sendu. Ia memitar roda kursinya menuju brankar Davin.Dapat ia lihat kondisi Davin yang sangat memprihatikan. Tubuhnya penuh luka dan perban. Mulut dan hidungnya yang tertutupi selang oksigen.Tangan Aurel terulur mengusap rambut Davin. "Kenapa kamu melakukannya, Davin? Kakak kira hanya Kakak yang brengsek. Rupanya kamu juga melakukan kesalahan yang Kakak lakukan. Kakak sangat marah kepada diri Kakak sendiri. Kenapa Kakak begitu bodoh sehingga tidak bisa memberi contoh dan membimbing kamu dengan baik? Maafkan Kakak…." Aurel bertutur pilu.Aurel berusaha berdiri untuk menggapai Davin lebih dekat. Rara yang melihat itu ingin membantu Aurel tapi Aurel menahannya dengan gerakan tangan. Aurel pun mencium kening Davin beberapa saat dengan mata terpejam seolah menikmati momen itu."Cepat sembuh, Davin. Semoga setelah ini kamu bisa berubah menjadi lebih baik," ujar Aurel seraya memandang wajah d
"Pasien dinyatakan strok yang sedikit parah. Dia tidak bisa bicara terlalu banyak mungkin hanya terbata-bata, tangan kiri dan lehernya susah digerakkan. Tapi jika pasien rutin menjalani terapi, pasien bisa pulih seperti sedia kala," terang dokter.Aurel menutup mulutnya syok saat mendengar penjelasan dokter. Rara yang mendengar dan melihat itu semua merasa prihatin dan mengelus-elus bahu Aurel seolah menyalurkan kekuatan.Aurel mendekati Agatha lalu menatap Agatha yang menggerakkan bibirnya seolah ingin mengatakan sesuatu. "Mami mau bilang apa?" tanya Aurel lembut."A-a…. Mi, miii ma-u." Agatha terus mengucapkan kata walau sangat susah."Rara, ambilin bolpoin dan kertas!" titah Aurel yang segera dilaksanakan Rara."Ini, Nona." Rara menyerahkan selembar kertas dan bolpoin kepada Aurel."Mami bisa tulis di sini," ucap Aurel seraya menyerahkannya kepada Agatha.Agatha pun menerimanya dan mulai menuliskan kata-kata. Beberapa menit kemudian, ia selesai menulis dan menyerahkan kertas terseb
Setelah menjalani serangkaian perawatan dan pemeriksaan, Agatha pun diperbolehkan pulang. Ada juga kabar baik dari Aurel yang sudah bisa berjalan tanpa kursi roda meski jalannya masih lambat dan butuh kehati-hatian. Sedangkan Davin masih koma di rumah sakit.Saat ini Aurel sedang menyuapi Agatha di dalam kamarnya. Hingga tiba-tiba Rara mengetuk pintu."Masuk!""Permisi, Nona. Ada Rey yang ingin menemui anda."Tangan Aurel yang hendak menyuapi Agatha terhenti di udara. Ia terdiam sejenak dengan perasaan tidak karuan. Setelah apa yang dilakukan laki-laki itu untuk apa Rey kemari?"Kamu gantikan saya menyuapi Mami. Biar aku sendiri yang menemuinya," ucap Aurel yang diangguki Rara.Aurel berjalan perlahan ke teras rumah yang terdapat Rey sedang berdiri. Rey merekahkan senyumnya saat melihat Aurel. "Kaki kamu masih sakit?" tanyanya."Gak usah basa-basi dan berlagak baik di depanku. Masih bisa ya kamu pasang muka seperti itu seolah tidak terjadi apa-apa," sambar Aurel. Bagaimana ia tidak se
Keesokan paginya, seperti biasa Karina akan bersiap-siap ke kampus. Ia memakai hoodie pemberian Langit dan celana jeans panjang. Rambutnya ia kucir kuda yang membuat penampilannya terlihat tomboy.Ia segera menyambar tasnya dan memasuki ruang makan. Ia mencomot dua potong roti lalu melahapnya dengan cepat."Pelan-pelan, Karina," tegur Suri.Karina hanya tersenyum lalu meneguk susu hangat sampai tandas. "Aku pergi dulu, ya, Bi. Semalam aku kecapekan jadi langsung tidur sampai lupa ngelanjutin skripsiku. Ini aku bernsgkat pagi-pagi buat nerusin skripsiku," ujarnya.Suri hanya geleng-geleng kepala. "Hati-hati di jalan.""Siap, Bi. Bye." Karina keluar rumah dengan riang. Namun seketika raut cerianya lenyap saat mendapati kehadiran Elard yang berdiri di teras sambil tersenyum kepadanya."Ngapain kamu disini?" tanya Karina sedikit ketus."Jemput kamu.""Gak perlu, aku bisa pergi sendiri." Karina lalu menaiki motornya dan seketika ia terbelalak kaget ketika menyadari ban motornya kempes."Ma