Share

Sang Legenda dalam Takdir Tuan Muda
Sang Legenda dalam Takdir Tuan Muda
Penulis: Rednis

1. Akhir Hayat

Senandung Jazz mengalun menemaniku berkendara di bawah bulan purnama. Jariku mengetuk setir mobil mengikuti tempo. Sesekali aku ikut bernyanyi dengan menjiwai seolah aku penyanyi terkenal yang sedang berduet dengan penyanyi Jazz berbakat, meski aku tahu betul nada tinggiku lebih cocok untuk mengusir rakun liar dibanding didengar orang-orang.

Aku tidak peduli, yang penting aku bisa menunjukkan suasana hati yang sedang kurasakan kini. Radio mobil aku kencangkan hingga mengalahkan rintik hujan yang mengetuk semua bagian sisi mobil. Kilatan petir juga tak aku hiraukan. Aku terlalu bahagia, tidak seperti cuaca sendu di malam ini.

Aku baru saja memenangkan Grand Wills Award. Acara bergengsi untuk para penulis yang sudah cukup lama menggeluti bidang kepenulisan sepertiku.

(“Sudah kita dengarkan bersama perhelatan Grand Wills Award yang banyak dinantikan oleh penulis dan jurnalistik.”)

Senyum terukir di wajah ketika aku mendengar pembawa siaran sedang mengulas kembali acara beberapa jam yang lalu.

(“Ada yang menarik. Kita mendapatkan nama baru untuk pemenang Best Book of The Year, yaitu Jovian Timothy Ray atau nama penanya J.T Ray dengan buku berjudul “Ethereal Redemption: Leo’s Pursuit of Justice.” Sebuah cerita fantasi yang melegenda dan berhasil membuat para pembacanya terlena dengan alur cerita yang menarik. Menggambarkan perjalanan Leo dalam mencari keadilan dengan nuansa gaib, mencerminkan upayanya untuk mendapatkan kembali hak-haknya dan memperbaiki kesalahan yang terjadi dalam hidupnya.”)

Aku tersenyum semakin lebar saat penyiar mempromosikan buku juaraku. Aku menoleh ke belakang sekilas ketika lampu merah. Tumpukan bunga dan hadiah-hadiah dalam bungkus kado. Beberapa mainan plastik kucing ditunjukkan untuk tiga anak kembarku.

Aku meraih  mainan plastik tiga kucing yang bergandengan tangan. Mainan ini cukup kecil, seukuran genggaman tanganku. Tapi tampak menarik karena ketiganya bisa melepas gandengan tangan dan bisa memasangkannya kembali.

“Ethan, Nathan, Ryan ulang tahun hari ini. Mereka pasti suka mainan ini,” gumamku seraya menggenggam mainan kucing plastik itu.

Aku tidak menyangka hadiah membanjiri tanganku setelah aku mengatakan di atas podium saat memberikan ucapan terima kasih pada penggemar serta ulang tahun ke-6 anak kembarku. Mereka bertiga pasti bangga memiliki ayah sepertiku.

Penulis fantasi yang namanya tengah naik daun. Ratusan ribu eksemplar buku telah tersebar di penjuru kota dan aku dengar sampai lintas benua.

Oh, aku merasa seperti di atas awan.

Lampu hijau menyala. Aku kembali menancapkan gas. Kali ini aku melajukan mobil lebih cepat agar anak-anakku tidak terlalu lama menunggu. Aku sudah minta pengasuh harian mereka untuk tidak menidurkan mereka di tengah malam ini dulu. Tapi kalau mereka sudah mengantuk, tidak apa.

Jalan kanan-kiriku semakin lengang. Tinggal melewati jembatan yang melintasi sungai, sudah sampai di kawasan rumahku. Aku menekan gas semakin dalam saat melihat jembatan itu.

“Gelap sekali.” Aku baru sadar bahwa lampu jembatan itu mati. Aku hanya mengandalkan lampu mobil saat melintasi jembatan.

Tiba-tiba muncul dari tepi pembatas jembatan seseorang dengan jas hujan hitam dan tudung yang menutup kepala. Sebelum aku sempat menekan klakson, orang itu tiba-tiba melempar sebuah batu dan memecahkan kaca mobil di hadapanku.

Aku spontan membanting setir ke kiri.

Brak!

Pembatas jembatan yang rapuh seketika hancur saat ditabrak oleh mobil dengan laju cepat. Tapi aku masih sempat menginjak rem. Bagian depan mobil condong ke arah sungai yang mengalir deras, bagian belakang melayang-layang menahan bagian depan agar tak jatuh.

Jantungku berpacu cepat. Dadaku naik turun. Aku lepas sabuk pengaman mobil dan bergerak ke kursi bagian belakang dengan sangat hati-hati.

Aku tertegun melihat pelaku yang melempar batu tadi berdiri di belakang mobil. Dia mendorong mobil ke arah sungai.

“Tunggu! Jangan—“

Aku buru-buru berpindah ke bagian belakang. Dan saat membuka pintu belakang, aku terkejut ada orang lain yang menahan pintu itu dari luar dengan jas hujan hitam yang sama. Aku mendorong pintu agar terbuka semakin lebar, namun waktuku tidak banyak.

Byurr!!

Punggungku menabrak bagian kaca mobil depan. Air menghantam masuk dari pintu belakang yang belum tertutup.

Aku tidak sempat mengambil udara. Air sudah menggulung isi mobil dan memaksa semuanya keluar. Aku tidak bisa melihat. Seluruhnya tampak gelap meski sudah coba membuka mata.

Masalah terbesarku, aku tidak bisa berenang.

Seluruh tubuhku terasa sakit. Aku memaksakan diri untuk bergerak ke permukaan dan berusaha mengambil beberapa napas di tengah-tengah aliran sungai yang deras. Tapi tubuh yang menegang justru terus membawaku turun. Tekanan akibat sungai yang dalam benar-benar menyulitkanku untuk mencapai permukaan.

Tiba-tiba saja kakiku kram. Terlalu sakit untuk digerakkan. Hulu sungai juga masih jauh dari tempatku berada. Aku tidak bisa melakukan apapun selain menahan napas. Berpegang pada sisa-sisa napas yang ada di paru-paru. Aku berusaha menahan napasku selama mungkin sampai ada yang menolongku.

Sampai napas di paru-paru habis, aku tidak menemukan siapapun.

Dada terasa sesak ketika terpaksa menarik napas. Sensasi seperti terbakar kurasakan saat tubuhku terisi oleh air. Semakin aku berontak, semakin kuat tekanan air ini menarikku ke bawah.

Aku tak kuasa menggenggam mainan kucing plastik di tanganku. Aku mulai mengantuk seiring banyaknya air yang masuk.

Apakah ini akhir hayatku?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status