"Apa kau bisa melakukan proses akuisisi tanpa diketahui oleh nenek dari istriku? Berapa lama dan berapa besar uang dibutuhkan?" tanya Devano kepada Sebastian.Meski dia sudah menetapkan waktu selama dua bulan, tapi tetap saja, dia ingin mendengar pendapat yang ada di kepala orang kepercayaan dari kakeknya tersebut."Aku sama sekali tidak mau membuat kau terpaksa melakukan semua ini. Aku tahu bahwa tidak semua orang memiliki pemikiran yang sama, tapi pada saat ini, aku ingin tahu tanggapan darimu, jika memang kau tetap tidak mau melakukan, maka aku akan mencari jalan yang lain!"Kembali Devano berkata untuk menekankan bahwa dia sama sekali tidak sedang bermain-main.Sebastian sendiri memahami bahwa Tuan Mudanya sedang menjalan misi pertama setelah beberapa tahun menjadi orang biasa. Dia tentu saja akan mendukung apa pun keputusan tersebut, meski tidak masuk akal sekali pun. Uang yang akan digunakan untuk mengakuisisi Perusahaan Mega Rejeki tidak terlalu besar buat keluarga kakek Devano
Amora memandang ke arah semua orang. Dia sama sekali tidak mengira, jika semua ini terjadi hanya karena ulah dari Handerson yang merupakan cucu kesayangannya. Dia selama ini selalu berusahaan mendapatkan sebuah kesenangan dan keuntungan, tapi kini, semua itu terasa lenyap di tangannya.Amora menekan telpon untuk menghubungi Handerson. Dia tidak bisa menerima berita begitu saja, kecuali langsung mendengar dari yang bersangkutan.Ketika telpon tersambung, Amora masih menahan kemarahannya. Dia bertanya dengan suara yang lembut dan tidak terlihat sedang menahan sebuah kemarahan sama sekali."Handerson, apa yang terjadi dengan Horizon solution? Aku baru saja mendengar bahwa kau bersikap tidak sopan yang membuat CEO yang baru di Horizon solution tersinggung dan memutus semua kontrak kerja sama kita. Sebenarnya siapa yang telah kau hina dan remehkan?"Handerson langsung terkejut mendengar pertanyaan nenek mertuanya tersebut. Dia sama sekali tidak mengira akan diberi pertanyaan seperti ini. D
Amora memang tidak tahu harus berbuat apa. Dia sama sekali tidak mengira, jika kleputusan yang sulit harus dia ambil. Sungguh bukan sesuatu yang mudah, tapi pada saat ini, dia harus melakukannya. "Bu, apa ada cara lain yang bisa kita lakukan?""Apa kau mau menjual semua hartamu untuk digunakan membayar semua hutang jatuh tempoh?" tanya Amora kepada Carlos yang memang selama ini lebih dipercaya dari pada anak sulungnya.Carlos tentu saja langsung terdiam setelah mendengar apa yang dikatakan oleh ibunya. Dia tidak mau membuat sesuatu hal yang sangat merugikan. Dia memang tidak mau membuat Perusahaan Mega Rejeki diambil orang lain, tapi dia tidak mau sama sekali berkorban untuk perusahaan tersebut menggunakan hartanya.Pada saat semuanya masih terdiam dengan pikiran masing-masing, terdengar pintu dibuka dari luar. Seorang wanita yang merupakan asisten pribada Amora masuk dan mendekat."Maaf, Bu. di luar ada perwakilan dari Bank Nagara. Mereka mau bertemu dengan ibu terkait hutang jatuh
Amora sama sekali tidak mampu berkata apa-apa. Dia sendiri baru saat ini tahu akan keuangan yang sebenarnya. Selama ini, dia hanya terpaku pada laporan keuangan yang selalu dibuat baik-baik saja oleh Carlos. Sekarang dia sudah tahu, tapi semua itu sudah terlambat sama sekali."Emang kita masih punya cadangan seberapa besar lagi?" tanya Amora dengan tatapan penuh kebingungan kepada manejer keuangan.Dengan suara terbata-bata, sang manejer keuangan menjawab, "Maaf Bu Amora. Pada saat ini, uang yang ada di rekening sudah tidak mungkin untuk kita pakai lagi.""Maksudmu?" tanya Amora dengan tatapan tajam, "jelaskan apa maksudmu bahwa uang di rekening sudah tidak bisa digunakan lagi?""Uangnya sudah habis. Pada saat ini, kita sudah sama sekali tidak bisa melakukan pembayaran hutang. Bahkan untuk biaya operasional saja, kita sudah tidak mampu lagi!""Apa?" ucap Amora dengan suara tertahan. "Berapa saham kita yang bisa dijual untuk menutup itu semua?""Sebelumnya saya menghitung sekitar empat
Mendengar tidak ada pilihan lain, kecuali menerima tawaran seorang investor, Amora hanya bisa menarik napas pendek. Dia tahu bahwa ada kemungkinan dia akan kehilangan posisi. Sebagai pemegang saham minoritas, maka tidak ada jalan lain, kecuali ikut dengan pemilik yang terbanyak. Tidak ada yang bisa dilakukan akan hal itu."Baiklah. Aku setuju dengan semua yang kau tawarkan. Apa prosesnya bisa dilakukan sekarang juga?" tekanan yang diberikan Bank Nagara membuat Amora sama sekali tidak bisa memilih. Dia pasti lebih baik menjual delapan puluh persen saham, dari pada dia harus kehilangan perusahaan secara penuh. Setidaknya dengan kehilangan delapan puluh persen saham, dia masih mempunyai kesempatan di masa yang akan datang.Amora duduk di kursi kantor yang empuk dengan perasaan campur aduk. Ruangan meeting yang mewah dengan dinding kaca yang memberikan nuansa kehebatan di masa lalu, terasa begitu menyesakkan hari ini. Di hadapannya terhampar berkas-berkas transaksi yang harus ia selesaika
Suasana di dalam ruangan cukup meriah. Lampu hias dan berbagai ornamen terlihat begitu indah. Banyak meja tertata rapi dengan beragam menu makanan terhidang di meja. Pada hari ini akan dilakukan acara yang cukup meriah di Hotel Mambo Kemilau. Seorang CEO mereka sedang melakukan perayaan ulang tahun. Beragam hiasan dan ornamen mewah tersaji dengan begitu indah. Seakan ingin memberi tahu, betapa mewahnya acara yang sedang dilangsungkan. CEO Hotel Mambo Kemilau yang bernama Stefanus Maurelino, merupakan lelaki berusia 45 tahun. Dia memiliki seorang istri dengan dua orang anak cantik dan juga tampan. Meski banyak yang mencibir kemampuan memimpinnya, yang menurut mereka tidak memiliki kemampuan, tapi tidak ada yang berani secara terang-terangan menyampaikan hal itu. Karena mereka masih sayang dengan jabatan dan juga uang yang mereka dapat secara rutin dari Hotel Hotel Mambo Kemilau. Acara diawali dengan meriah, beberapa keluarga besar serta kolega yang hadir. Beberapa pembisnis serta
Seorang lelaki berkaca mata, langsung mendekati Devano. "Kalau kau mau meminjam uang, maka tidak perlu menyampaikan di tempat ini. Kau bisa mengajukan ke bagian keuangan," ucap seorang lelaki yang menggunakan kaca mata sambil menghampiri Devano. "Tuan Stefanus, saya mohon bantu saya melunasi biaya pengobatan ayah saya. Jika tidak dilakukan pembayaran, maka ayah saya tidak akan dilakukan tindakan pengobatan lebih lanjut. Beberapa waktu yang lalu saya sudah mengajukan ke bagian keuangan, tapi mereka tidak bisa memberi, karena aturan perusahaan tidak mungkin bisa memberikan pinjaman sebesar itu. Saya memohon dengan sangat kepada Anda. Tolonglah saya," ujar Devano dengan raut wajah memelas tanpa menghiraukan perkataan lelaki berkaca mata atau pun cibiran banyak orang. Devano sudah bekerja di Hotel Mambo Kemilau selama dua tahun. Dia adalah pekerja yang sangat rajin. Dia sama sekali tidak pernah melakukan pelanggaran. Dia termasuk orang yang tidak pernah menolak, jika diberi kerja lembu
Devano mengikuti langkah dari lelaki yang merupakan manejernya itu. "Kau ikuti aku, bajingan!" bisik sang manejer umum dengan raut wajah penuh kemarahan. "Kau sengaja membuat aku malu. Apa kau mau, aku dipecat karena ulahmu ini? Apa kau tahu dengan apa yang baru saja kau lakukan bisa membuat diriku kehilangan pekerjaan? Aku sama sekali tidak bisa membantu dirimu. Masih mending kau hanya dipecat, jika mereka menganggap gangguan yang kau lakukan sebagai tindakan kriminal, maka kau bisa juga dipenjara." Devano sedikit terkejut dengan apa yang dikatakan olah sang manejer. Dia tentu saja tidak ingin membuat orang lain menjadi kehilangan pekerjaan karena dirinya. "Aku tidak ingin membuat susah orang lain. Namun, apa aku salah meminjam uang kepada CEO? Aku melakukan semua ini karena berkaitan dengan nyawa seseorang." "Jelas saja kau telah salah. Bagaimana wajah CEO pada waktu kau mengatakan hal itu di depan banyak orang. Dia tidak mungkin bisa menjawab iya atau pun tidak. Kau sama saja m