Sekarang, sudah bukan waktunya untuk bermalas-malasan. Banyak hal penting yang perlu didalami oleh anak-anak didik terkait kemampuan mereka saat ini, serta apa saja yang harus diperhatikan sebelum menjadi Pasukan Pemburu Naga.
Keesokan paginya, Panglima Naegeumwi yang telah memperjelas diri sebagai orang yang akan pergi bersama Pasukan Pemburu Naga baru, melatih anak-anak didik untuk memutari padang ilalang sambil menggendong batu besar. Memang terlihat seperti pelatihan fisik biasa, tetapi Panglima Naegeumwi memberitahu bahwa apa pun yang mereka lakukan, semuanya akan berguna.Meskipun Muhan masih merasa belum sebugar biasanya, dia akan tetap berlatih sebaik mungkin. Muhan bukanlah seseorang yang akan keluar sebagai peringkat pertama dalam tiap latihan. Pemuda itu akan berada di urutan paling belakang bersama beberapa orang yang sama lemahnya.Salah satunya; Kihong."Hei! Kenapa kau jadi selemah ini, Muhan? Bukankah saat di hutan, kau baik-baik sKejadian itu berlangsung begitu cepat bagaikan sihir yang tidak bisa Muhan uraikan. Seiring terbitnya matahari, manik matanya menangkap sosok besar yang menggeliat penuh kebebasan sembari menyemburkan sorak kemenangannya pada objek yang terjamah pandangan.Semburan kemerahan yang mengundang kepanikan dari kejauhan itu menggetarkan tubuh Muhan tanpa disadari. Laksana mimpi buruk berkepanjangan yang mengudara tanpa pemberitahuan, Muhan mematung begitu saja.Shim Gyeong yang biasa berwajah datar, membuka mulutnya, menampakkan keterkejutan bercampur takjub yang bahkan tak muncul saat melihat anjing neraka raksasa tempo hari.Para anak didik mulai keluar dengan penasaran yang disusul oleh histeria, selaras waktu yang bergulir. Muhan tidak sadar, sejak kapan Yidan berdiri di sampingnya dalam keadaan siaga yang sudah bersama tongkat Jungrowi kebanggaannya. "Muhan! Ayo cepat! Kita harus lari dari sini!"Tepukan yang hinggap pada pundak Muhan, be
Keluar dari Istana, kekacauan merajalela seolah-olah telah menjadi bagian dari semesta Tanah Wari yang telah lama hilang. Keempat anak didik itu terpaku selama beberapa saat, tak memercayai apa saja yang terekam dalam penglihatan masing-masing.Beberapa pengawal dan pasukan kerajaan yang berjaga pun mulai membantu para rakyat untuk mencari perlindungan. Ada yang berani melawan siluman seorang diri, namun berakhir dengan kehancuran orang itu sendiri. Yeom Roah, yang kali itu lekas menguasai diri lebih cepat dari tiga pemuda yang masih menganga itu, mulai memegang busur barunya, lalu menghunuskan anak panah pada sesosok siluman berbentuk kera seukuran manusia yang bercakar elang berlari mengejar sekumpulan penduduk.Karena anak panahnya mengenai salah satu lengan, kera itu berhenti mengejar penduduk dan mengalihkan pandangan terhadap Roah. "Gawat!" Roah menepuk tiga pemuda yang masih mematung itu. "Hei! Sadarlah! Sekarang kita harus melawan siluma
Guru Yeom segera mencari para anak didik yang kebanyakan masih menetap di asrama baru mereka. Disinyalir cukup aman dari jangkauan serangan Naga Neraka, oleh karena itu mereka memilih untuk bersembunyi di sana.Melihatnya, Guru Yeom mendengus kasar. "Bukankah kalian semua ingin menjadi Pasukan Pemburu Naga? Kenapa kalian malah bersembunyi dan membiarkan penduduk dijajah oleh siluman-siluman mengerikan yang kian berdatangan itu?! Apakah ini calon Pasukan Pemburu Naga yang selanjutnya? Sekumpulan pengecut yang sedang berkarya wisata di asrama baru?!"Seluruh anak didik tertunduk di tengah pekikan para penduduk yang terdengar hingga titik mereka berdiri saat ini. Rupanya, beberapa penduduk ada yang berlari hingga menemukan asrama baru tersebut. Mereka berbondong-bondong meminta perlindungan, apalagi setelah mendapati sekumpulan anak didik yang berpakaian lengkap serta membawa senjata masing-masing."Nah," Guru Yeom memberikan tatapan tajam. "Sekarang, sepuluh orang melindungi penduduk da
Dari gerbang utama memasuki pusat Tanah Wari, Menteri Pertahanan beserta pasukannya melawan berbagai siluman yang mereka temui. Bahkan bisa dibilang, kepulangan pasukan tersebut telah memberi angin segar bagi para penduduk.Beberapa siluman berhasil ditaklukkan dalam sekejap mata. Para penduduk berbondong-bondong menyoraki Menteri Pertahanan yang sudah seperti dewa penjaga mereka sejak dulu. Tak lama setelah memusnahkan sebagian besar siluman yang datang dari gerbang masuk utama, pasukan tersebut memutuskan untuk menggegas langkah menuju Istana.Pasukan yang dikepalai oleh Menteri Pertahanan itu baru saja selesai melangsungkan misi rahasia yang selama ini diam-diam terlaksana tanpa kesulitan apa pun. Tadinya mereka berpikir akan pulang dan bersantai. Beberapa prajurit sudah berencana untuk datang ke rumah bordil untuk bergumul dengan para Gisaeng. Akan tetapi, lenyapnya selubung yang melindungi Wari menjadi tantangan baru yang harus mereka hadapi.Menginga
Di dalam Istana, para panglima dan sisa pasukan yang membersamai Menteri Pertahanan berusaha mati-matian agar dapat menghancurkan—setidaknya secuil sisik Naga Neraka yang kelewat keras itu. Dengan begitu, Guru Yeom bisa menusukkan belati hitamnya dan Naga Neraka dikalahkan."Naga Neraka yang satu ini sebetulnya tidak terlalu mengerikan ketimbang yang biasa kami temui di perburuan, Guru Yeom." Kata Panglima Naegeumwi dengan sudut bibir yang mengeluarkan darah. "Tapi menyedihkan sekali, yang begini saja kami sudah kelimpungan.""Naga Neraka yang satu ini tidak lebih baik dari anjing neraka raksasa tempo hari itu, Panglima. Hanya saja, sepertinya akan menguras tenaga yang lebih banyak kalau salah satu dari kita terpaksa mendekatinya." Ungkap Guru Yeom."Guru," panggil Panglima Gyeomsabok yang tersungkur di sisi Guru Yeom. "Bocah yang mengalahkan anjing neraka raksasa, di mana dia? Apakah dia sedang bertarung dengan siluman di luar sana?"Guru Yeom te
Raja keluar dari Paviliun Bintang setelah berhasil mengamankan beberapa barang penting lainnya. Kala itu, api mulai menjalari atap Paviliun Bintang. Panglima Naegeumwi membentuk jalinan anak tangga dengan tali tak terbatasnya, berniat menjatuhi satu serangan yang sekiranya dapat memberi sedikit luka bagi Naga Neraka."Badai Cambuk!"Panglima Naegeumwi menjulurkan ujung talinya agar dapat mengelilingi tubuh Naga Neraka. Lama kelamaan, tali tersebut mengeluarkan api selagi berputar bagaikan angin puting beliung yang menyelubungi sang naga.Turun secepat mungkin, Panglima Naegeumwi mulai merasakan sedikit kekuatannya terserap. "Makhluk neraka ... mereka benar-benar tau bagaimana caranya menjajah di atas tanah."Naga Neraka meraung kesakitan dalam badai api yang mulai menyambarkan kilatan-kilatan kecil pada permukaan tubuhnya. Jurus yang Panglima Naegeumwi gaungkan memberi serbuan angin kencang bagi para manusia di bawahnya.Bertepatan saat i
"Hancurkan!"Muhan terkesiap. Tiba-tiba saja kesadarannya mengambil alih, menyisakan kebingungan yang merambati pikiran. "A-apa yang baru saja terjadi?"Di sekelilingnya, para manusia yang merasa sesak akibat Him yang tersedot tadi pun mengembuskan napas lega. Guru Yeom terperangah, memandangi Muhan dan sang naga yang menggelinjang kesakitan secara bergantian.Muhan mendongakkan kepala, menganga saat mendapati dia berada tepat di bawah Naga Neraka yang kini meraung penuh derita itu. Mata pemuda itu memicing, menyadari sesuatu. "Kenapa belati itu bisa ada di sana? Apakah aku yang melakukannya?"Pemuda itu mundur dua langkah ketika menyaksikan getaran pada tubuh sang naga telah mencapai puncaknya. Di tengah ketegangan yang menguasai, Muhan terngaga. Tiga detik kemudian, Naga Neraka tersebut memudar bagaikan partikel debu yang sebelumnya bergumul membentuk suatu zat.Terdengar beberapa pekikan, sibuk menutupi diri dari ledakan dalam diri sang naga yang kini telah buyar. Muhan melihat bel
Kabar mengenai Muhan yang menjadi anggota tetap Pasukan Pemburu Naga pada periode terbaru pun tersiar secepat kilat dari yang pernah pemuda itu bayangkan. Melangkah gamang di belakang Guru Yeom sembari membawa tas kain lusuh berisikan barang-barangnya yang memang sedikit, Muhan beranjak pergi dari asrama baru untuk menjalani latihan khusus bersama Panglima Naegeumwi.Tentu saja, beberapa anak didik ada yang menaruh iri dan kerap melempar cemooh yang menyatakan bila Muhan tidak pantas untuk mendapatkan kehormatan tersebut. Lagi-lagi, statusnya sebagai budak yang tidak jelas asal-usulnya pun kembali menyambangi pendengaran."Abaikan saja mereka!" Ucap Guru Yeom. Tampaknya, hanya pria itu yang bisa mengerti suasana hati Muhan saat ini. Mendengus pelan, Muhan tidak bisa menyanggahnya dengan apa pun. Memang lebih baik dia diam saja, mengabaikan berbagai macam perkataan yang mampu mengusik fokusnya selama pelatihan khusus berlangsung. "Baik, Guru."Dari sudut paviliun utama, berdirilah Roa