"Sial! Kenapa dia bisa secepat itu?" umpat Arjun yang kemudian menambah kecepatan. Saat ini mereka sudah di putaran yang keempat, Caka tak tahu jebakan apalagi yang akan datang. Tapi tentu saja ia sudah siap. Benar saja, di tengah lintasan muncul semburan cairan hitam yang sepertinya adalah oli. Cairan hitam itu membasahi sebagian lintasan, siapa pun yang melewatinya pasti akan tergelinjir dan sulit untuk mengendalikannya laju mobil dengan baik. Caka tahu ia tak bisa menghindari ini, karena jika ia melaju di luar lintasan sudah pasti akan dinyatakan kalah. Dan tentu saja Arjun sudah memiliki trik untuk melewati cairan oli Itu karena sudah terbiasa. Caka berusaha keras saat melalui cairan oli itu, mobilnya sempat tergelincir namun ia berhasil mengendalikan dengan sangat baik hingga mampu melewati jebakan itu.Sekali lagi semua yang menyaksikan dibuat terbengong, sepertinya Caka menilik banyak ide dan cara untuk bisa menghindari jebakan dengan sempurna. Ini sungguh sulit untuk dipe
"Tuan!" Suara lirih Zava terngiang di telinga, dan entah mengapa hal itu membuat dadanya terasa sesak. "Lepaskan tangan kalian!" pinta Caka pada para gadis itu. "Tuan Caka!" "Lepaskan!" hardiinya dengan nada tinggi. Seketika tangan para gadis itu pun menjauh darinya. Caka tak berniat kasar pada mereka, hanya saja ia memang tak terbiasa dikerumuni banyak gadis. "Maaf, tuanku ini memang tak terlalu suka dikerumuni banyak gadis. Jadi mohon kalian mengerti!" ujar Mac memberi penjelasan. "Aku sudah punya istri!" justru itu jawaban Caka. Ucapan itu membuat semua gadis terbengong, rupanya Caka sudah menikah? Tapi apa yang salah dengan hal itu, sudah menikah bukan berarti tak boleh main-main di luar kan? "Tuan Caka, kami tidak keberatan akan hal itu!" sahut salah satu gadis. "Itu benar sekali!" timpal gadis lainnya. "Tuan Caka, jangan mematahkan hati mereka. Mereka hanya ingin membuatmu senang saja!" ujar Arjun. "Aku memang sudah punya istri!" jawabnya tegas. "Dan aku ma
"Jadi aku harus bisa memasuki Akademi Gracille jika ingin bertemu dengan King Master?" "Iya. Tapi kenapa sepertinya Kak Caka sangat ingin bertemu dengan King Master?" "Aku memang harus menemuinya. Dan alasannya tak harus kuberitahu padamu kan?" "Tapi seperti yang kukatakan tidak mudah untuk bisa bertemu dengan King Master! Kota La Gracille tak sederhana itu!" "Tapi ... isu yang kudengar King Master berada di Pagoda Avaloysvara, kenapa menjadi di La Gracille?" Arjun mengembangkan senyum simpul. "Itu hanyalah isu disebarkan untuk mengalihkan perhatian dunia!" "Pengalihan?" "Kita tak bisa memungkiri, karena kehebatannya banyak pihak yang juga ingin menghabisi King Master. Jadi mereka sengaja membuat isu pengalihan itu. Dulu, memang King Master sempat tinggal di sana untuk beberapa waktu. Tapi sekarang lebih suka menghabiskan waktu di Akademi Gracille!" Caka mengangguk pelan. Ia bisa mengerti kenapa King Master akhirnya memutuskan untuk tak tinggal lagi di Pagoda Avaloysv
Caka masih menatap gadis di depannya, gadis cantik itu mengajaknya untuk adu kekuatan. Ia datang ke Yuslovya untuk bisa bertemu dengan king master tapi rasanya kenapa banyak sekali yang ingin mencari masalah dengannya. Ia sungguh tak ingin memiliki masalah dengan gadis itu. Atau dengan siapa pun di kota itu. "Maaf Nona, kita tidak saling kenal dan aku sama sekali tidak ingin mencari masalah dengan siapa pun!" jawab Caka dengan tenang. Gadis itu menyimpulkan senyum miring yang mengolok. "Kenapa, kau takut? Sepertinya kau memang seorang pecundang!" Caka menyempitkan mata menatap gadis di depannya. "Aku hanya tidak ingin berurusan dengan orang yang tidak penting karena itu hanya buang-buang waktu!" Sekarang gadis itu mendelik mendengar ucapan Caka. "Apa katamu? Tidak penting! Apa kau tahu siapa aku? Aku ada putri dari keluarga Hiroshi, salah satu keluarga paling berpengaruh di kota Deesvault!" "Bukankah Putra Mahkota kota Deesvault adalah Arjun?" "Itu benar dan aku Putri M
Allarrit, Nollyvia. “Tuan Muda ... sudah meninggal!” Ucapan dari dokter seolah membuat ruangan dengan lampu putih yang menyilaukan mata itu seketika terasa dingin. Gradi, kakek dari pria yang terbaring tak bernyawa di atas brankar, merasakan nyawanya ikut pergi dari tubuhnya. “Apa? Meninggal!? Tidak mungkin, Dokter!” seru Gradi tak terima dengan kabar yang baru saja disampaikan oleh dokter. “Maafkan saya, Tuan Madaharsa. Tapi Tuan Muda Cakara sudah tak bisa diselamatkan.” Gelengan kepala dari sosok yang memakai jas putih serta suara nyaring elektrokardiogram yang hanya menunjukkan garis lurus, seolah membuktikan ucapan sang dokter. “Ayah, mungkin memang ini yang terbaik untuk Caka!” ujar Vivian, “Tiga tahun dia harus hidup dengan alat-alat yang terpasang di tubuhnya, itu pasti sangat menyakitkan!” “Vivian benar, Ayah!” timpal Erdian, “Mungkin memang sudah waktunya Caka pergi!” Ucapan kedua anak pria tua itu bukannya membuat dia tenang, justru membangunkan emosi, “Diam kalian!”
Iring-iringan mobil mewah itu memasuki sebuah kediaman yang sangat megah, di pintu gerbang berjejer para pengawal yang menyambut. Cakara duduk berdampingan di sebuah limusin bersama sang kakek, Gradi Arsenio Madaharsa. Jok yang ia duduki sedikit menurun ke belakang, begitulah jika ia duduk di dalam mobil selama ini. Kondisi tulang belakangnya tak memungkinkan baginya untuk duduk tegap. Arthur sang kepala pelayan sekaligus pengasuhnya turun dari jok depan ketika limusin itu berhenti tepat di depan pintu masuk. Seorang pelayan dengan memegang kursi roda sudah siap dengan tugasnya. Arthur membuka pintu di sisi Caka duduk. Mac, sang kepala pengawal membungkuk.“Selamat datang kembali, Tuan Muda!” Caka menoleh sang kakek di sisinya dengan heran. “Dia Mac, kepala pengawal kita. Kau bisa mempercayainya!” ujar Gradi yang bisa melihat melihat kekhawatiran sang cucu.Kata dokter mungkin ada beberapa hal yang tak diingat oleh cucunya karena efek dari koma yang cukup lama. “Ada berapa bany
“Dia berdiri?” desis Arthur tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bagaimana tuan mudanya yang selama ini cacat bisa berdiri tiba-tiba? Caka membanting orang itu ke tanah dengan keras, orang itu sempat meriang kesakitan namun segera berdiri kembali. Memasang kuda-kuda dan menyerang Caka.Dengan cukup gesit Caka langsung menendangnya hingga terpental dan tersungkur.Orang itu kembali bangkit lalu menyerang Caka lagi. Caka melawannya dengan gerakan yang tak pernah diduga siapa pun. Dengan sangat mudah Caka menangkis serangan, membalas pukulan bertubi-tubi ke beberapa titik vital dari tubuh lawannya. Hanya dalam sekejap orang itu tersungkur ke tanah dan tak bergerak. Setelah menatap lama tubuh pria itu untuk memastikannya sudah tak bernyawa. Caka kembali duduk dengan tenang, ia menoleh pada Arthur yang terpekur di tempatnya. “Tuan Muda!” “Urus jasad orang itu, Arthur. Dan jangan sampai ada yang tahu tentang hal ini!” perintahnya. “Anda bisa berdiri, Tuan Muda?”“Lakukan perintahk
Alarrith“Jadi sekarang, Jenderal Cody menggantikan posisiku sebagai Jenderal Besar Nollyvia?” “Benar, Tuan.”“Seharusnya aku tahu, sejak dulu dia menginginkan posisi itu!” Tangan Caka mengepal dengan geram, ia harus bisa membalas semua ketidak adilan terhadap dirinya. Tapi sekarang ia tak memiliki kekuasaan itu. Apalagi saat ini Cody menjadi Jenderal Besar Nollyvia. Raymond akui, tubuh yang ia singgahi memang sudah bisa berdiri dan berjalan, namun seluruh sendinya masih terasa kaku. Ia harus banyak berlatih jika ingin menghadapi banyak orang. Jika ia bertindak sekarang, ia tidak akan memiliki kekuatan apa pun. “Arthur, aku butuh tempat untuk berlatih tanpa seorang pun tahu!”“Jangan khawatir, Tuan Muda. Saya sudah menyediakannya.”Jawaban Arthur membuat Caka menoleh pria itu. “Kau seperti sudah tahu apa yang aku butuhkan?”Arthur membungkukkan tubuh. Sejak hari itu, Caka mulai melatih kemampuan dirinya. Semua yang ia lakukan adalah ingatan dari Raymond selama bertahun-tahun bela