Share

6. Itu Tidak Memuaskanku

"Apa jaminannya dia tidak akan berkhianat dariku?" tuntut Caka.

Rencana Cody menawarkan adiknya ini adalah rencana dadakan. Sebelumnya ia tak berfikir sampai ke sana, tapi karena Caka sepertinya sama sekali tak tertarik membantunya ia terpaksa mencari cara lain dan hanya ini yang bisa ia temukan dalam waktu singkat.

Lagipula ia juga tidak akan rugi, ia akan menjadi kakak ipar dari tuan muda terkaya di negeri ini. Statusnya akan seketika meningkat.

Caka menatap Cody dengan selidik, ia bisa menebak apa yang ada di dalam otak pria di depannya.

"Kau tahu, Jenderal. Apa yang dikatakann Arthur benar, aku bisa mendapatkan seribu wanita cantik dengan mudah. Tak peduli dia hanya menginginkan hartaku, atau hanya kekuasaan. Tapi Arthur tidak akan membiarkan hal itu terjadi!"

Cody tampak berfikir kembali, Caka yakin pria itu dengan mencari taktik lain.

"Saya mengerti, Tuan Caka. Tapi saya bisa menjamin, adik saya ... adalah seseorang yang penurut. Dia ... tidak akan berani macam-macam di belakang Anda!" janjinya.

"Apa jaminanmu?"

Cody menelan ludah. "Jika dia berkhianat, saya tidak akan menganggapnya adik lagi. Jadi terserah apa yang ingin Anda lakukan untuk menghukumnya!"

Caka menggerutu. "Itu tidak memusakanku, Cody. Kenapa hanya dia yang harus menanggung akibatnya? Bukankah kau yang menawarkannya padaku? Jadi kau ... harus ikut bertanggung jawab!"

Cody mulai tampak khawatir.

"Begini Jenderal Cody, jika sampai adik Anda berkhianat. Maka seluruh aset keluarga Morwyn akan menjadi milik keluarga Madaharsa, itu adalah harga yang pantas untuk sebuah pengkhianatan!" jelas Arthur yang mendapatkan lirikan setuju dari Caka.

Kedua bola mata Cody melebar, seluruh aset keluarga Morwyn? Artinya ia juga tetap akan bangkrut kan?

Tapi selama adiknya itu tak berbuat macam-macam itu tidak akan pernah terjadi. Dan ia yakin sang adik tidak akan pernah berani berbuat macam-macam.

"Baiklah, Tuan Caka. Saya setuju!" jawabnya mencoba meyakinkan diri sendiri. Karena jelas ada keraguan di sana.

"Besok, datanglah untuk menandatangani surat kontrak. Dan jangan lupa ... bawa calon istriku serta!" perintah Caka.

"Besok? Tapi Tuan Caka ... itu terlalu mendadak untuk adik saya!"

"Itu bukan urusanku."

Cody tak memiliki pilihan lain. "Baik, saya akan bawa adik saya besok."

Caka tersenyum getir, menghancurkan bedebah seperti Cody Morwyn memang tak perlu buru-buru. Jika ia melakukannya sekarang, mungkin ia akan kehilangan kesempatan untuk bisa mendapatkan kembali cincin merah saga.

Ia harus bersabar.

Sepeninggal Cody, Caka sedikit mengeluh. "Ini sama sekali bukan gayaku, Arthur. Memanfaatkan orang lain untuk mencapai tujuanku!"

Arthur menghela nafas, "Terkadang ... kita perlu sedikit melakukan trik dan keluar dari zona nyaman, Tuan Muda!"

Saat hendak makan malam keluarga, Caka menyampaikan niatnya untuk menikah besok di ruang keluarga kepada Vivian yang sedang membaca majalah. Hal itu membuat Vivian sangat terkejut.

“Apa?! Kau akan menikah. Dengan siapa?” tanya Vivian membelalakkan mata.

“Violetta dan Serkhan juga sudah menikah. Lalu kenapa Bibi terkejut begitu mendengar aku akan menikah?” protesnya dengan nada polos.

“Caka, bagaimana ya Bibi mau memberitahumu. Kau itu duduk di kursi roda, jika ada wanita yang ingin menikahimu itu pasti karena dia mengincar hartamu saja!”

“Siapa yang ingin menikah, kau Caka?” tanya Serkhan yang baru saja turun dari tangga bersama Lea.

“Apa yang dikatakan Ibu itu benar, Caka. Tidak ada wanita yang mau menikahimu kecuali dia itu hanya ingin menikmati kekayaanmu saja!” imbuh Lea dengan nada merendahkan.

“Bukankah wanita menjadi istri memang untuk menikmati kekayaan suami, apakah kau tidak seperti itu, Lea?” jawab Caka menatapnya.

Senyum di wajah Lea menghilang. “Mobil mewah yang kau kendarai ke mana-mana dibeli dari uang Serkhan, bukan?”

Lea menggerutu. “Memang tanggung jawab Serkhan untuk membahagiakan aku!”

“Kalau begitu sama, itu juga tanggung jawabku untuk membahagiakan istriku.”

Mereka semua bungkam.

“Bagaimana kalau ... Bibi saja yang mencarikanmu istri, Bibi akan mencari wanita yang penurut dan mudah diatur tapi yang jelas yang bisa mengurusmu. Jadi dia tidak akan macam-macam!” usul Vivian penuh harap.

Jika ia yang mencarikan istri untuk Caka, ia bisa menyuruh wanita itu untuk meracuni Caka perlahan-lahan sampai keponakannya itu mati sekali lagi. Dan semua kekuasaan Mahesvara akan jatuh ke tangan Serkhan sebagai pewaris laki-laki utama.

Selama tujuh tahun, sudah banyak cara yang ia lakukan akan tetapi selalu gagal. Anehnya racun yang selalu ia berikan pada makanan Caka sama sekali tak menunjukan reaksi apa pun.

Padahal kata temannya, kurang dari setahun kondisi keponakannya itu seharusnya semakin menurun hingga hanya bisa berbaring dan mati perlahan-lahan.

Tapi kenyataannya, Caka kian segar dan tampak sehat?

“Terima kasih, Bi. Aku sudah punya calon sendiri!” tolak Caka dengan tegas.

“Ouh, kau sudah bertemu dengannya?”

Caka tidak menjawab.

Akhirnya mereka pun pergi ke meja makan. Di mana di sana sudah ada Erdian dan Melina. Juga Regan, suami Vivian.

Meski sekarang Caka yang menjadi kepala keluarga, tapi ia tetap membiarkan Erdian yang berlaku sebagai lelaki tertua di rumah.

“Erdian, apa keponakan kita sudah memberitahumu jika dia akan menikah besok?” tanya Vivian begitu mendudukan diri.

Mereka semua menurunkan sendok yang hendak disuapkan. Sementara Caka tampak tenang dengan Arthur yang melayani makanannya.

Semua mata kini tertuju pada Caka.

“Apakah itu benar, Caka?” tanya Erdian.

“Iya, Paman. Aku akan menikah, apakah itu aneh?”

“Tidak, tapi apakah kau sudah mengenal wanitanya? Maksud Paman ... Paman tak pernah melihatmu bersama wanita mana pun kecuali sekretaris kantor!”

Caka hanya menghela nafas dalam, mulai menyantap makan malamnya.

“Kalian tak perlu khawatir, istriku tidak akan mengganggu kalian. Dia akan khusus mengurusku saja!” ujarnya dengan tenang.

Ia memang ingin menikahi wanita itu untuk menjadi pengurusnya, pelayannya. Tidak lebih. Hatinya hanya untuk satu wanita, sang istri tercinta yang telah tewas dibantai dengan keji oleh pasukan Cody.

Mengingat hal itu ia menggenggam sendok dengan kuat hingga sendok itu patah.

Suara patahan sendok membuat semua orang kembali menatapnya. Mereka menelan ludah melihat benda di tangan Caka. Sejak kapan pemuda itu memiliki kekuatan seperti itu?

“Tuan Muda, Anda baik-baik saja?” tanya Arthur membuyarkan angannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status