“Bunda ... Bagaimana keadaan Naila?” Intan baru saja kembali lagi ke rumah sakit setelah ia sempat pulang untuk beristirahat sebentar. Itu mertuanya yang suruh, jika tidak mungkin dirinya tak akan beranjak sedikit pun dari buangan Naila.Tika menarik nafas panjang, dengan suara bergetar ia berkata “Naila sudah sadar, nak. Tapi ...,”“Tapi kenapa?” “Kata dokter ... Untuk sementara waktu mungkin Naila gak bisa jalan, Tan.” Tangis yang ia coba tahan akhirnya pecah juga. Melihat anaknya terbaring lemah tak berdaya hati ibu mana yang tidak terluka. Dirinya tidak ingin ini semua terjadi, tapi ia juga tak bisa menyalahkan siapapun atas takdir ini.Intan segera berlari memeluk tubuh yang terguncang hebat itu. Ia tak tega melihat ibu mertuanya menangis seperti ini. Seharusnya dirinya yang ditabrak dan terluka, mungkin tidak akan membuat orang-orang akan merasa sedih seperti sekarang ini.“Bun, maaf. Jangan menangis lagi. Ini semua salah Intan, semua gak akan jadi begini jika saj...,” Tika la
Hah?Intan mengernyit tak mengerti. “Penjara? Kenapa sepenjara?” Intan semakin kesal. Suaminya pasti mencoba mengalihkan pembicaraan. “Karena sekarang mas sudah memenjarakan Najwa. Demi kamu Dan demi keluarga kita. Dia tidak akan mengganggu kita lagi.” ucap Zaki meyakinkan.Intan terkejut tak percaya. Tidak mungkin, tidak mungkin seorang Zaki akan memenjarakan sepupu kesayangannya itu kan? Intan menolak untuk percaya dengan itu.“Kamu pasti berbohong. Gak mungkin kamu tega, mas.” Intan menggeleng tak percaya.“Kalau kamu gak percaya, ayo kita ke kantor polisi sekarang.” Zaki sungguh-sungguh mengatakannya, “sudah seperti ini, tapi kamu masih tidak mempercayai suamimu?” Antara percaya dan tak percaya. Sekarang intan jadi takut, apa benar gadis itu dipenjara karenanya? Jika ia sekarang musuhnya akan bertambah banyak. Intan tak senang, meskipun gadis itu sudah banyak melakukan hal buruk padanya, tapi entah kenapa ia merasa kasian. “Aku ... Aku,” tak tahu lagi. Sekarang intan merasa bin
“Akhirnya, hubungan mereka menjadi sangat baik,” gumam Naila. Naila turut merasa senang melihat kebahagiaan kakak dan kakak iparnya. Meskipun pada akhirnya ia sendiri mendapatkan luka ini, tapi ia tetap saja merasa bahagia. Dengan mereka yang berhasil menyingkirkan Najwa, akhirnya keluarga baru kakaknya bisa kembali damai dan menjalani hidup dengan normal kembali.“Kamu kenapa senyum-senyum?” Tanya Bima yang muncul dari belakang Naila.“Lagi bahagia lihat mereka ... Serasi bangat kan?”Bima menganggukkan kepalanya. Ia juga merasa bahagia melihat adik perempuan satu-satunya itu bahagia. Tapi ia hanya sedikit merasa heran, tidakkah gadis ini merasa sedikit marah pada Intan?“Apa sekarang kamu membenci adikku?”Naila menarik perhatiannya dari dua sejoli itu, kembali ia menatap heran Bima.“Maksud mas Bima bagaimana?”Bima mengangkat bahunya, “barang kali aja ... Kan adikku sudah membuat mu sakit seperti sekarang ini. Jika kamu marah pun itu hal yang wajar,” Naila tersenyum mendengar pe
Gadis Patah HatiCinta tidak bisa dipaksakan. Sekuat apa pun untuk bersatu, tapi jika belum jodoh kita bisa apa?Sedih, penyesalan, patah hati. Mungkin itu yang sedang dirasakan Intan saat ini. Bagaimana tidak? Seseorang yang dulu begitu dicintai, begitu didambakan untuk menjadi teman terbaik untuk sehidup semati, tapi sekarang sedang bersanding dengan orang lain di atas pelaminan mewah itu. Menampilkan senyuman tanpa dosa disana, tidak tahu kah dia? Di sini ada seorang gadis yang telah ia hancurkan hatinya?Bagaimana rasanya jika kamu meminta kepastian, tapi yang kamu dapatkan adalah undangan? Hancur, sedih, tidak percaya dengan apa yang terjadi, itulah yang masih dirasakan Intan. Dirinya masih belum percaya, ternyata semua Ucap manis dulu penuh kebohongan, kata-kata manis itu ternyata racun yang berbisa, yang sekarang mampu merogoh hati gadis cantik itu tanpa perasaa
Sekuat tenaga Gadis itu menahan gejolak dalam hatinya, kesal karena sang kekasih yang katanya akan datang tepat waktu tapi sampai sekarang belum juga sampai. Padahal ini sudah hampir satu jam dirinya menunggu.Intan, gadis yang berumur dua puluh empat tahun. Memiliki kekasih yang bernama Ferdi, mereka sudah menjalin hubungan dua tahun lamanya, tapi sampai sekarang sepertinya pria itu belum ada niat untuk membawa hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius.Dan sekarang ia meminta bertemu dengan kekasihnya itu, sudah hampir seminggu mereka tak pernah bertemu lagi.Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian gadis itu dari minumannya, ia tersenyum lega melihat sang kekasih akhirnya datang juga."Maaf, membuat mu menunggu lama," ucap Ferdi merasa bersalah."Tidak apa-apa, yang terpenting sekara
Hari-hari kian berlalu, tapi Intan masih belum bisa melupakan kejadian di kafe itu. Setiap mengingatnya entah mengapa air mata tak dapat ia cegah meluncur dengan derasnya. Dirinya sudah terlalu berharap selama ini, tapi sekarang kenyataan malah menghempaskan hatinya berkeping-keping, membuat ia tak bisa menerima begitu mudah.Sudah hampir seminggu semenjak pengakuan Ferdi, dan itu berarti dua hari lagi pesta pernikahan sang mantan. Membayangkan itu membuat hati gadis itu kembali perih, ada rasa tak terima dirinya diperlakukan seperti ini.Bukankah seharusnya pria itu meminta maaf dulu padanya dengan baik, tapi sepertinya Ferdi tak ada niat sedikit pun. Setelah hari itu dan pria pengecut itu tak pernah lagi menemuinya, bahkan undangan pernikahan mereka saja diantarkan oleh orang suruhan Bu Farah.Sekarang ia benar-benar melihat
Ferdi menatap nanar dirinya didepan cermin, tubuhnya sudah dibalut dengan Jas mahal khas seorang pengantin. Terkesan mewah dan sangat cocok ditubuh tampannya, tapi sayang penampilan perfek itu tak didukung dengan senyuman menawan pria itu yang telah hilang entah sejak kapan.Bagaimana mungkin ia tersenyum, sedangkan hatinya hancur. Hancur karena kehendak orang tua yang begitu egois, karena harta dan tahta semua orang seakan lupa jika semua manusia itu dilahirkan sama.Beberapa menit lagi ia akan mengucapkan ijab kabul untuk seorang wanita yang tidak dicintainya, dan setelah pernikahan ini sah, Ferdi yakin ia tak akan bahagia seperti dulu lagi.“Aduh... Gantengnya anak tante. Kamu benar-benar cocok dengan bela. Yang satu cantik yang satu ganteng ... Pasangan yang serasi.” Wanita paruh baya itu adik dari i
Aula yang disiapkan untuk pesta terlihat sudah dipenuhi oleh para tamu, musik dan nyanyian ikut memeriahkan pesta pernikahan. Canda tawa mulai menggema, sama seperti hati gadis yang berdiri diam itu. Bedanya sang gadis hatinya yang menggema lantaran ingin menghancurkan pria yang tersenyum menerima setiap ucapan selamat dari para tamu.Bagaimana bisa dia tersenyum begitu lebar, sedangkan disini hati seseorang telah ia hancurkan tanpa perasaan. Sekarang rasa benci semakin menyeruk dalam hatinya, intan berjanji ia tak kan pernah semudah itu memaafkan Ferdi.Hati Intan merasa sedih, mereka sudah bersama dan saling memahami selama ini, tapi kenapa pada akhir hanya menjadi tamu undangan.Lima belas menit Intan hanya memandang pesta mewah itu, ia merasa ragu untuk melangkah masuk ke dalam sana. Apakah dulu ia pernah berpikir akan berakhir s