"Ini anak saya dari istri pertama, Bu," ucap ayah, obrolan dua insan itu terhenti karena kehadiranku."Oh iya." Perempuan bergamis coklat itu tersenyum ramah, aku pun bersalaman dengannya."Ini ibunya Tante Miranda, Ra, kalian baru ketemu ya," Aku pun tersenyum lalu duduk di samping ayah karena penasaran dengan obrolan mereka."Jadi itu semua bukan fitnah, Bu, bahkan ada saksi yang mengatakan kalau Miranda membunuh ipar saya itu melalui dirinya," ujar ayah lagi dengan serius."Maksudnya?" Perempuan itu nampak belum faham."Iya Miranda menyuruh pengasuh anak ipar saya untuk meracuni ipar saya itu, dan sekarang dia bersaksi di depan kami dan di pengadilan, ga ada yang fitnah Miranda, Bu, itu nyata."Ayah bicara panjang lebar memberitahukan kronologis pembunuhan Tante Dina."Astaghfirullah," gumam ibunya Tante Miranda sambil menutup mulut."Memang motif pembunuhannya apa, Nak Damar? kok bisa Miranda bunuh adik ipar Nak Damar?" tanya nenek itu lagi."Jadi gini, Bu, dulu sebelum saya kena
(POV TIARA)Tak ada pilihan aku menuruti setiap inginnya, Zara gadis rese itu, termasuk memasak di dapur bersama Mbak Sita.Memang menyebalkan!Selama ini aku tak pernah memegang bau anyir ikan ataupun ayam, jangankan memasak, mencuci celana dalam sendiri saja aku tak pernah.Tapi lihatlah sekarang, gadis sombong itu malah menyuruhku ini itu, mencuci pakaian dalamnya, bajunya, bahkan mencuci sepatunya yang bau terasi.Mending kalau digaji puluhan juta, aku hanya menerima dua juta, ini seperti penghinaan, aku tak tahan!Tapi aku harus ke mana jika pergi? rumah nenek? aku malas mendengar cibiran Tante Devi dan Tante Meri, belum lagi aku pasti tidur sekamar dengan nenek karena kamar di sana penuh oleh cucu nenek yang lain, aku tak bisa hidup seperti itu."Tiara, cuci ikannya udah belum?" tanya Mbak Sita.Si*lan! Padahal babu itu biasanya memanggilku dengan sebutan nona."Iya ini udah." Aku cemberut."Bawa cepet sini!" Nada suaranya sedikit membentak.Kurang ajar memang! Mbak Sita seolah
"Iya iya!"Terpaksa aku menghampiri lalu menyodorkan gelas-gelas pada sang tuan raja."Kamu di sini aja, jadi kalau ada perlu aku ga perlu teriak," bisik Zara membuatku mendelik kesalLihatlah anak songong itu menyuruhku berdiri seperti seorang dayang yang menunggu ratunya, aku sudah tahan!"Zara, sebenarnya ini acara apa sih? kok tumben ngajak kita kumpul?" tanya ibunya Zara yang super kolot.Mataku mendelik saat meliriknya.Sebel!"Oh iya aku lupa ngasih tahu." Si rese terkekeh."Sebenarnya ini acara syukuran kecil-kecilan aja sih, untuk merayakan tertangkapnya Miranda."Mataku membeliak mendengar Zara bicara, jadi sejak tadi aku berlelah-lelahan itu ternyata untuk menghina ibuku sendiri, kurang ajar sekali kau Zara!"Oh merayakan Miranda yang udah tertangkap, kok kamu happy banget gini sih?" tanya seorang perempuan berambut pendek dan pirang "Iya dong, dari dulu aku tuh pengen nyingkirin itu kuntilanak, dan baru kesampeannya sekarang, ya jelas aku happy dong, dan setelah ini aku h
"Omset kita setiap bulan semakin meningkat, Yah, apalagi cabang di kota, sepertinya kita harus memperluas area supermarket dan menambah fasilitas yang lebih menarik untuk memikat pengunjung."Aku menyerahkan data-data yang sudah kunalisis dari para staf karyawan bagian office, wajah ayah nampak berseri melihat data-data itu lembar demi lembarnya."Kita juga harus adakan sale besar-besaran pada produk yang sudah numpuk lama di gudang, Yah, itu juga salah satu cara memikat minat pengunjung."Lagi ayah mangut-mangut mendengar usulanku."Baik, kita akan adakan rapat esok hari membahas usulanmu itu ya, beberapa hari ke depan Ayah akan ajak kamu survey ke seluruh cabang supermarket, gimana?""Ok, siap, Yah.""Anak Ayah semakin dewasa ya." Ayah tersenyum sambil mengelus kepalaku."Iyalah dikasih makan." Aku mengerlingkan mata, sedangkan ayah tertawa.Sudah satu bulan tak terasa waktu cepat berlalu, sidang putusan Tante Miranda pun sebentar lagi akan digelar, rasanya sudah tak sabar melihat w
Bisa saja begitu."Ayah, aku tuh ga pernah nyuruh dia nyetrika sampai malam, dianya aja kalau kerja lelet, kalau kerja sambil main hape, ya jelas aja kelarnya malem," sahutku sambil mencebik.Lelaki ini juga menyebalkan, selain kerap membela anak pembunuh itu, ia juga seperti tak tertarik ketika kusarankan rujuk dengan bunda.Apa ia tak mikir masa tuanya seperti apa tanpa istri? atau jangan-jangan ia mau cari yang lain?"Ayah rasa kamu ngasih dia gaji terlalu kecil, Ra, setidaknya tambahin lagi lah satu juta, gaji asisten rumah tangga emang pasarannya segitu, kamu jangan zalim dong sama orang."Aku mengerlingkan mata melihat ayah begitu peduli pada anak mantan istrinya, lama-lama bisa bahaya jika anak itu terus tinggal di sini."Udah deh Ayah ga usah ikut campur urusanku, lagian kenapa sih Ayah peduli banget sama tuh anak? Ayah sayang sama dia? mau angkat dia jadi anak?" Aku memandanginya dengan tajam.Ayah terlihat mengusap wajah dengan gusar "Zara, kamu sudah dewasa, sebaiknya hila
Sore usai pulang dari kantor aku melajukan mobil menuju rumah bunda, otakku berfikir keras, siapakah seseorang yang ia ingin kenalkan pada anaknya ini?Bunda sudah menunggu sambil duduk di kursi terasnya, bibirnya tersenyum ketika melihat mobilku datang."Baru pulang?" tanya bunda."Iya, baru banget." Aku masuk ke dalam bersamanya."Nih minum dulu." Kali ini bunda menyodorkanku segelas teh manis hangat yang dipadukan dengan perasan jeruk lemon."Siapa sih yang mau Bunda kenalin ke aku?"Bunda tersenyum malu-malu, aku jadi curiga mungkinkah ia ingin memperkenalkan kekasihnya? kutatap mata bunda dengan serius."Sebentar lagi dia datang." Bunda tersenyum."Ia siapa?"Sebuah klakson mobil mengalihkan perhatian, kami berdua lantas menoleh ke arah depan, sebuah mobil Pajero hitam terparkir di sana.Lalu keluarlah seorang lelaki yang berpenampilan gagah, dari usia sepertinya ia tak jauh beda dengan ayah, hanya penampilanhya saja yang membuat ia tak terlihat tua.Kaca mata hitam itu dilepas,
Aku memutuskan pergi ke Cafe milik Arvin yang baru dibuka minggu-minggu ini, tempat yang dihias kekinian dan dipenuhi spot untuk Poto Selfi itu memang mulai ramai dikunjungi orang-orang, karena tempatnya yang bagus dan menu-menu dengan harga terjangkau."Dih, orang sibuk baru nongol." Pemuda betubuh tinggi dengan hidung mancung itu langsung menyapa begitu aku masuk ke dalam cafenya.Aku langsung duduk di salah satu meja dengan wajah ditekuk, ia pun menghampiri lalu duduk di hadapanku."Pasti lagi ada masalah."Tepat sekali ia selalu bisa menebak isi hati."Nyokap gua, Vin." Aku mendelikkan mata."Kenapa lagi nyokap lu?""Mau kawin lagi, dan yang bikin gue sebel dia malah nikah sama orang lain bukan sama Ayah gue, 'kan ngeselin.""Udah gitu bokap gue juga ga kalah rese, lu tahu ga dia belain anak pelakor itu terus-terusan, bahkan sekarang sampe dikasih kerjaan."Arvin terkekeh-kekeh di atas rasa jengkelku, dia emang teman paling rese sedunia."Ngapa lu ketawa?!" Aku menepuk lengannya k
"Ga punya, Vin, ngapain juga gua nyimpen potonya." Aku mendelik kesal."Lagian kenapa lu yakin begitu sih? nama Zaenal di dunia ini banyak tahu!" Arvin garuk-garuk kepala. "Iya juga sih, mudah-mudahan aja deh itu bukan bokap gua, kalau bener rencana gua bisa gagal."Seketika aku menoleh padanya. "Gagal apaan?""Ah kepo, ini urusan lelaki." Ia terkekeh"Lu mau minum apaan? buat lu gratis deh," tanya Arvin"Serius gratis." "Serius, tapi nanti kalau mau pulang harus bayar." Ia terbahak.Memang kurang asem nih laki, untung temen kalau laler udah kuinjek-injek."Ga jadi gua mau balik!" Aku langsung berdiri dan nenteng tas."Weh gua becanda, Cinta, eh salah ya." Ia menutup mulutnya, sambil mencegat kepergianku"Cinta cinta makan tuh cinta!" tegasku sambil melotot."Mana ada orang makan cinta, mending makan cake spesial cafe gua aja, bentar gua ambilin ya, lu duduk manis aja di sini biar makin manis."Lelaki itu pun pergi ke dalam, heran juga pada lelaki itu kalau becanda suka kelewatan, i