“Ela, tolong pelankan suaramu,” tegur Mbak Rengganis yang rupanya cukup kaget dengan retaliasi dari Ela atas tuduhan yang diucapkan Inggrid barusan.
“Mbak Rengganis, ini tuduhan nggak berdasar! Aku jelas-jelas udah bilang ke Inggrid dan dia confirm. Bahkan setelah tim legal kasih konfirmasi ke aku, aku pun langsung teruskan ke Inggrid via email,” bantah Ela dengan jelas.
Dia menggelengkan kepalanya, tak percaya jika Inggrid akan menjegalnya dengan cara picik dan klise seperti ini! Menyabotase dan menjelekkan dirinya di depan Mbak Rengganis. Apa kabar jika di manut tadi dan keluar dari ruangan. Mungkin fitnahnya bisa lebih dahsyat lagi jika dibandingkan dengan dusta yang dengan
“Kamu nggak capek pulang malam terus setiap hari gini?” Ela menoleh ke arah Mas Dipta yang sedang mengiris baby pokcoy, nanas segar dan timun jepang di atas talenan kayu untuk dijadikan jus buah.“Nggak apa-apa, aku senang kerja, Mas. Apalagi sekarang aku ada proyek baru lagi. Bantu Mbak Rengganis merencanakan soiree.” Ela berjalan pelan menghampiri sang suami sebelum akhirnya memeluk tubuh besar Dipta dari belakang dan menghidu aroma menyenangkan khas Dipta.Suaminya telah tiba di rumah setengah jam lebih cepat darinya. Tadinya Dipta ingin menghampiri galeri dan mereka bisa pulang beriringan. Tapi dengan cepat Ela tolak karena lokasi kantor Dipta dan gal
DIPTA“Apa bukti ini cukup untuk gue bawa ke papa dan Bang Hakim, Mas Sultan?” Dipta menimbang sebuah usb flash yang sudah berada di tangannya sejak Mas Sultan dan timnya berhasil mengekstraksi pengakuan dari Grace Hariman. Dipta masih mencari cara terbaik bagaimana langkah terbaik agar keluarganya masuk dalam perangkap yang Dipta ciptakan dan menggunakan bukti ini sebagai alat tawar dalam memeras Rahmat Trihadi. “Tapi masih ada satu ketakutan gue, Mas, dari masalah ini,” ujar dirinya diliputi keraguan. Mas Sultan melirik sekilas ke arahnya sebelum kembali menyesap scotch kesukaannya di bar langganan mantan atasannya dengan tenang. “Tell me,” perintahnya. “Masalah video gue dan Ela yang masih belum jelas juntrungannya. Gue khawatir itu sudah ada di tangan Dhanu, dan dia nggak akan segan-segan memakai video itu sebagai alat tawar negosiasi dengan keluarga Dharmawan.” Dia mengungkapkan salah satu ketakutan terbesarnya. “In the end, tetap Ela yang akan dirugikan dalam pusaran politi
“Kamu yakin nggak apa-apa kalau aku ikut masuk nanti?” Pertanyaan yang dilontarkan Ela sebelum Dipta menghentikan mobilnya di depan pintu masuk The Swordfish membuatnya sedikit tersenyum. “Nggak masalah, aku pun sudah bilang dengan Mas Sultan. Nero dan Raka juga tidak mempermasalahkan itu. This is your case, Sayang. Sudah pasti kamu harus tahu langkah-langkah yang akan diambil untuk menuntaskan kasus ini.” Dipta menjawabnya sambil menarik tuas ke posisi parkir, membuka seat belt-nya dan membantu Ela melepaskan seat belt miliknya. “Tunggu sebentar ya, biar valet yang bantu untuk parkirkan mobil. Makin malam makin menggila club ini, bakal susah cari spot parkir.” Dipta keluar dari mobil, sedangkan di sisi Ela sudah berdiri petugas klub yang membantu membuka pintu di sisi istrinya dan menunggunya turun sebelum menutup kembali pintu mobil. Sang valet sudah bersiaga saat Dipta turun dan tersenyum ramah saat Dipta memberikan kunci mobilnya. “Silakan menuju meja valet untuk proses selanj
“Apa kabar, Nero? Thanks a lot for hosting us here,” balas Mas Sultan sambil memeluk singkat Nero dan menepuk punggung pria itu sebagai tanda sapaan yang hangat.“No problem, lo udah pernah ketemu Raka dan Darius sebelumnya? Sama ini head tim Alfa gue, Reza. He will monitor and leading the case dari pihak kami,” ujar Nero memperkenalkan orang-orang yang ada di dalam President Suite The Swordfish.Setelah Mas Sultan berjabat tangan dengan tim Nero, kini giliran Mas Sultan yang memperkenalkan mereka kepada Ner
“No problem, but bear with me kalau saya menceritakannya berantakan, it’s always hard to recall such memories,” ungkap Ela seraya menghela napasnya.Dipta praktis mendekat dan meraih Ela dalam rengkuhannya. Mengecup puncak kepala istrinya sembari memberikan kekuatan dengan mengusap lengan sang puan. Ela menatap ke arahnya sejenak sebelum mengangguk tipis dan membuang napasnya. Siap untuk menceritakan kembali kronologis kejadian penjebakan malam itu.Setelah Ela menjelaskan tanpa interupsi dari semua orang yang hadir, Dipta menambahkan versinya sendiri serta menjelaskan jika semua ini bermuara pada Dhanu Trihadi–anak Rahmat Trihadi yang sedang mengikuti ko
ELAEla dulu membayangkan betapa gilanya dan tak masuk akalnya folklor proyek membangun candi semalam Roro Jonggrang dan Bandung Bondowoso.Tapi nyatanya, kini dia merasakan sendiri bagaimana sintingnya mengerjakan dua hal sekaligus dalam waktu bersamaan dan berdekatan. Ela yang dikejar proyek soirée dalam dua minggu belakangan ini begitu kelabakan karena sekaligus manage pekerjaan utamanya sebagai event manager di Fine Art Galleria yang dalam waktu dekat akan mengadakan Annual Art Exhibition. Soirée ini sebenarnya bisa dikatakan sebagai salah satu event tambahan dalam menuju acara inti tahunan galeri tersebut. Tapi, acara soirée kali ini cukup istimewa karena Bu Dewi selaku pemilik yayasan galeri ingin mengadakan soirée yang intimate untuk menjalin relasi seluruh stakeholder galeri. Mulai dari pemilihan venue yang back and forth awalnya di galeri, lalu berpindah ke hotel, hingga akhirnya diputuskan berpindah di kediaman Ibu Dewi merupakan satu tantangan awal yang cukup menguras wakt
“Ela, semuanya sudah beres? Semuanya sudah aman dan standby di posisi masing-masing, ya?” Dari walkie-talkie Ela mendengar suara Mbak Rengganis memonitor persiapan soirée malam ini. Dirinya telah sibuk sejak kemarin malam dan semakin menggila sejak tadi pagi. Mulai dari mengurus floral arrangement, mempersiapkan tim valet dan koordinasi dengan keamanan setempat untuk parkir para tamu undangan yang diperkirakan akan memakan tempat, lalu mondar-mandir mengurus catering, memastikan kehadiran para tamu RSVP serta menunggu dan mengawasi personel serta tim string quartet sebagai entertainment yang sedang beberapa jam lalu mempersiapkan alat musik mereka dan membawa masuk cello, violin hingga viola cases ke dalam kediaman Bu Dewi dan Pak Bima di kawasan Menteng. Satu hal yang Ela syukuri, tim Mas Sultan dibantu dengan timnya Nero berhasil masuk sebagai jajaran tim security soirée ini. Mereka pula yang memastikan jika tak ada kasak kusuk dari tim media atau pers yang berlalu lalang di depan
Dengan mata elangnya, Ela mengawasi jalannya soirée yang tengah berlangsung secara hangat dan intimate. Tentu karena para tamu undangan saling mengenal satu sama lain, sehingga suasana menjadi cair. Pak Wayan pun kini sudah berbaur dengan beberapa laki-laki yang sebagian besar adalah klien Pak Wayan dan sudah memiliki koleksi seniman itu di rumah mereka masing-masing. Sedangkan Anyelir… well, Ela hanya sekilas melihatnya sebelum perempuan misterius itu kembali menghilang setelah menyapa Bu Dewi. Bu Dewi serta Pak Bima selaku tuan rumah menyambut hangat para tamu yang sejak tadi tak surut mengelilingi mereka. Para anggota keluarga Sastrowilogo juga beberapa tiba dan bercengkrama satu sama lain. Namun yang cukup membuat kaget Ela adalah kedatangan Pak Abisena Sastrowilogo–kepala keluarga Sastrowilogo yang kini telah memasuki usia senja. Abisena Sastrowilogo datang dengan kursi roda yang dituntun oleh ajudan kepercayaannya. Di belakangnya ada dua pasang Sastrowilogo seumuran Bu Dewi y