Hello guys, Eh btw, kalian tuh ngerasa percakapan dari POV cowok2 universe-nya Jemma ini realistis nggak sih? Aku tuh suka kepikiran kadang-kadang. Bisa nggak sih penulis cewek kek aku menyampaikan pemikiran, gesture, dan gerak-gerik cowok yang (sedikit) realistis gitu? Let me know in the comment, ya! Anyway satu lagi, minta tolong kasih bintang lima dan kasih review cerita ini yah biar makin semangat nulisnya. See you soon with another chapter
“Kamu yakin nggak apa-apa kalau aku ikut masuk nanti?” Pertanyaan yang dilontarkan Ela sebelum Dipta menghentikan mobilnya di depan pintu masuk The Swordfish membuatnya sedikit tersenyum. “Nggak masalah, aku pun sudah bilang dengan Mas Sultan. Nero dan Raka juga tidak mempermasalahkan itu. This is your case, Sayang. Sudah pasti kamu harus tahu langkah-langkah yang akan diambil untuk menuntaskan kasus ini.” Dipta menjawabnya sambil menarik tuas ke posisi parkir, membuka seat belt-nya dan membantu Ela melepaskan seat belt miliknya. “Tunggu sebentar ya, biar valet yang bantu untuk parkirkan mobil. Makin malam makin menggila club ini, bakal susah cari spot parkir.” Dipta keluar dari mobil, sedangkan di sisi Ela sudah berdiri petugas klub yang membantu membuka pintu di sisi istrinya dan menunggunya turun sebelum menutup kembali pintu mobil. Sang valet sudah bersiaga saat Dipta turun dan tersenyum ramah saat Dipta memberikan kunci mobilnya. “Silakan menuju meja valet untuk proses selanj
“Apa kabar, Nero? Thanks a lot for hosting us here,” balas Mas Sultan sambil memeluk singkat Nero dan menepuk punggung pria itu sebagai tanda sapaan yang hangat.“No problem, lo udah pernah ketemu Raka dan Darius sebelumnya? Sama ini head tim Alfa gue, Reza. He will monitor and leading the case dari pihak kami,” ujar Nero memperkenalkan orang-orang yang ada di dalam President Suite The Swordfish.Setelah Mas Sultan berjabat tangan dengan tim Nero, kini giliran Mas Sultan yang memperkenalkan mereka kepada Ner
“No problem, but bear with me kalau saya menceritakannya berantakan, it’s always hard to recall such memories,” ungkap Ela seraya menghela napasnya.Dipta praktis mendekat dan meraih Ela dalam rengkuhannya. Mengecup puncak kepala istrinya sembari memberikan kekuatan dengan mengusap lengan sang puan. Ela menatap ke arahnya sejenak sebelum mengangguk tipis dan membuang napasnya. Siap untuk menceritakan kembali kronologis kejadian penjebakan malam itu.Setelah Ela menjelaskan tanpa interupsi dari semua orang yang hadir, Dipta menambahkan versinya sendiri serta menjelaskan jika semua ini bermuara pada Dhanu Trihadi–anak Rahmat Trihadi yang sedang mengikuti ko
ELAEla dulu membayangkan betapa gilanya dan tak masuk akalnya folklor proyek membangun candi semalam Roro Jonggrang dan Bandung Bondowoso.Tapi nyatanya, kini dia merasakan sendiri bagaimana sintingnya mengerjakan dua hal sekaligus dalam waktu bersamaan dan berdekatan. Ela yang dikejar proyek soirée dalam dua minggu belakangan ini begitu kelabakan karena sekaligus manage pekerjaan utamanya sebagai event manager di Fine Art Galleria yang dalam waktu dekat akan mengadakan Annual Art Exhibition. Soirée ini sebenarnya bisa dikatakan sebagai salah satu event tambahan dalam menuju acara inti tahunan galeri tersebut. Tapi, acara soirée kali ini cukup istimewa karena Bu Dewi selaku pemilik yayasan galeri ingin mengadakan soirée yang intimate untuk menjalin relasi seluruh stakeholder galeri. Mulai dari pemilihan venue yang back and forth awalnya di galeri, lalu berpindah ke hotel, hingga akhirnya diputuskan berpindah di kediaman Ibu Dewi merupakan satu tantangan awal yang cukup menguras wakt
“Ela, semuanya sudah beres? Semuanya sudah aman dan standby di posisi masing-masing, ya?” Dari walkie-talkie Ela mendengar suara Mbak Rengganis memonitor persiapan soirée malam ini. Dirinya telah sibuk sejak kemarin malam dan semakin menggila sejak tadi pagi. Mulai dari mengurus floral arrangement, mempersiapkan tim valet dan koordinasi dengan keamanan setempat untuk parkir para tamu undangan yang diperkirakan akan memakan tempat, lalu mondar-mandir mengurus catering, memastikan kehadiran para tamu RSVP serta menunggu dan mengawasi personel serta tim string quartet sebagai entertainment yang sedang beberapa jam lalu mempersiapkan alat musik mereka dan membawa masuk cello, violin hingga viola cases ke dalam kediaman Bu Dewi dan Pak Bima di kawasan Menteng. Satu hal yang Ela syukuri, tim Mas Sultan dibantu dengan timnya Nero berhasil masuk sebagai jajaran tim security soirée ini. Mereka pula yang memastikan jika tak ada kasak kusuk dari tim media atau pers yang berlalu lalang di depan
Dengan mata elangnya, Ela mengawasi jalannya soirée yang tengah berlangsung secara hangat dan intimate. Tentu karena para tamu undangan saling mengenal satu sama lain, sehingga suasana menjadi cair. Pak Wayan pun kini sudah berbaur dengan beberapa laki-laki yang sebagian besar adalah klien Pak Wayan dan sudah memiliki koleksi seniman itu di rumah mereka masing-masing. Sedangkan Anyelir… well, Ela hanya sekilas melihatnya sebelum perempuan misterius itu kembali menghilang setelah menyapa Bu Dewi. Bu Dewi serta Pak Bima selaku tuan rumah menyambut hangat para tamu yang sejak tadi tak surut mengelilingi mereka. Para anggota keluarga Sastrowilogo juga beberapa tiba dan bercengkrama satu sama lain. Namun yang cukup membuat kaget Ela adalah kedatangan Pak Abisena Sastrowilogo–kepala keluarga Sastrowilogo yang kini telah memasuki usia senja. Abisena Sastrowilogo datang dengan kursi roda yang dituntun oleh ajudan kepercayaannya. Di belakangnya ada dua pasang Sastrowilogo seumuran Bu Dewi y
Kembali riuh rendah tepuk tangan menghiasi sudut rumah ini selepas pidato singkat namun cukup padat dari Bu Dewi that serve as a steering committee and the owner of the gallery. Namun sebelum turun dari podium, beliau kembali mengambil mic dan mengucapkan beberapa patah kata yang rupanya belum tersampaikan tadi.“And one more thing, I would welcome our artists to come and give their short speech to greet our guests, yes?” tanya Bu Dewi sambil menatap ke arah Pak Wayan dan Anyelir yang akhirnya telah kembali berdiri bersebelahan Pak Wayan dan Rengganis.Kedua seniman tersebut menganggukkan kepa
DIPTADrama yang sedang bergulir dalam soirée ini membuat Dipta saling beradu tatap dengan Mas Sultan. Mereka berdua masih mencari celah dan situasi terbaik untuk masuk dan berbicara dengan Tedjo Sutikno demi tujuan utama mereka malam ini.“Kita tunggu Darius dan Nero. They should arrive soon,” ungkap Mas Sultan yang bersedekap di sampingnya.Dipta mengangguk pelan sambil memperhatikan kerumunan yang mulai menyemut di sekitar Tedjo Sutikno selepas pengumuman pertunangan putrinya dengan cucu Abisena Sastrowilogo barusan.Dipta ingin s