(ꐦ𝅒_𝅒)FILBERT SIH ANJIR!!! (..◜ᴗ◝..) kalem ... saya kalem ... kita kalem ...
Sekitar setengah jam kemudian, bel kamar Jolie berbunyi. Pintu terbuka, dan Jolie melihat Revan telah siap dengan setelan jas lengkap.Jolie menatap Revan dari ujung kepala sampai kaki. “Kenapa rapi banget? Memang mau ke mana?” tanya gadis itu dengan alis tertaut.“Restoran hotel ada dress code," jawab Revan. Dia pun memerhatikan penampilan Jolie dari atas ke bawah. “Kenapa tidak ganti baju?” tanya pria itu saat sadar baju yang Jolie kenakan masih sama.Jolie menggigit bibirnya dan menatap Revan gelisah. “Aku ... aku nggak bawa baju banyak, jadi pakai lagi yang ini,” jawabnya. Dia kembali bertanya, “Apa nggak bisa kita makan di restoran lain, Kak? Aku rasa ... bajuku kurang cocok.”Revan menautkan alis, merasa ada yang aneh. “Hotel jelas dirimu yang pilih. Semua karena ingin mencoba restoran di lantai bawah itu, ‘kan? Kenapa sekarang ingin ganti restoran?” tanyanya.“Eh ... itu ... aku nggak jadi ....”Melihat sikap Jolie yang gugup, Revan langsung melirik ke belakang Jolie. Mendapati
“Jolie ….”“Tidak ….”“Lihat aku ….”“Sudah kubilang ‘tidak’, berarti ‘tidak’! Kak Revan nggak ngerti bahasa manusia, ya!?” bentak Jolie dengan pipi mengembung, tampak marah.Sekarang, Revan dan Jolie sedang berada di area pemandian air panas hotel. Keduanya tampak sibuk menyantap makan malam selagi berendam, sebuah pelayanan yang disediakan oleh pihak hotel. Ya, itu benar. Inilah yang dimaksud Revan dengan ‘makan malam dengan cara lain’. Alih-alih makan di restoran bintang lima hotel, Revan memutuskan untuk membawa Jolie makan malam di area kolam panas yang sepi. Alasannya, karena hanya tempat itu yang cocok dengan pakaian yang Jolie miliki dalam koper!Sepanjang makan, Jolie memilih diam. Sengaja dia mengabaikan Revan. Melirik pun tidak. Alasan pertama, tentu saja karena dia sangat malu telah salah sangka pada pria itu. Alasan kedua … Jolie tak bisa fokus dengan sosok Revan yang tidak mengenakan pakaian!Revan yang sedari tadi berusaha menghibur gadis itu akhirnya berkata, “Kau sem
Menatap sosok Revan yang memandangnya dalam, Jolie merasa jantungnya berdebar.Jolie sadar, ucapan Revan inilah yang memantik ingatan masa lalu Jolie itu. Pun kejadian itu terjadi bertahun-tahun lalu lamanya, tapi hati Jolie masih bisa merasakan jelas sakit yang sama dengan hari itu. Hal tersebut membuat Jolie tak elak bertanya-tanya.‘Apa … sebenarnya aku masih memiliki perasaan padanya?’Selagi Jolie terdiam, Revan gegas berdiri dari pinggir tempat tidur untuk mengarah ke kamarnya. “Karena kau sudah baik-baik saja, aku akan kembali ke kamar.” Dia melirik Jolie yang masih bungkam. “Cepatlah bersiap. Pagi ini kita akan beli pakaian baru untukmu dulu.”Tanpa mengatakan apa pun lagi, Revan pun pergi ke kamarnya melalui pintu hubung.Saat ruangan kembali dihuni Jolie sendiri, gadis itu langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dengan wajah tertutup selimut. ‘Jolie Althea Manara, kamu nggak bosan jadi badut di depan Kak Revan, ya?! Kalau terus begini, bagaimana kamu bisa lepas dari
Musik, canda, dan tawa. Tiga hal itu melengkapi suasana ramai festival White Truffle khas negara Calpa.Berjalan mengelilingi area festival, Jolie menemukan bahwa di luar dari jajanan unik, ada juga berbagai stan jualan yang menarik perhatiannya.“Nona! Kemarilah dan lihat cincin topaz ini, sangat serasi dengan matamu!” seru salah seorang penjual stan saat melihat sosok Jolie.Jolie yang tergoda langsung meraih cincin tersebut dan memerhatikannya. “Cantiknya …” gumam gadis tersebut dengan senyum tipis dan mata berbinar.“Berapa?” Sebuah suara langsung berujar, membuat Jolie tersentak. Dia menoleh, mendapati Revan berdiri menjulang di sebelahnya dan menatap penjual stand.Sang penjual tersenyum. “Hanya delapan ratus ribu saja, Tuan! Bukan harga mahal untuk kekasihmu, bukan?!”Mata Jolie melotot. Delapan ratus ribu hanya untuk sebuah cincin batu topaz imitasi, penjual itu jelas-jelas ingin menipu mereka yang kentara adalah turis!Namun, tak Jolie duga, Revan langsung mengeluarkan ponseln
Ucapan Revan sontak membuat tiga orang mafia Calpa itu mematung, bahkan Jolie pun ternganga.“Kak Revan, mereka mafia Calpa. Kita nggak boleh cari masalah sama mereka!” peringat Jolie dengan wajah panik.Menatap Jolie sesaat, Revan berkata, “Tenang, aku punya perhitungan sendiri.” Kemudian, dia mendorong Jolie ke belakangnya dan kembali menatap ke depan.Di sisi lain, dua dari tiga mafia Calpa itu terkekeh, mencemooh ucapan Revan. “Bosan hidup? Sepertinya lebih tepat mengatakan hal tersebut kepada dirimu sendiri! Sudah melukai kawan kami, jangan berharap bisa pergi dari sini secara utuh!” ucap salah satu dari mereka sebelum akhirnya mengeluarkan sebilah pisau lipat dan melesat ke arah Revan.“Mati kau!!”BUK! BUK!“Agh!”Belum sempat menyentuh Revan sedikit pun, dua mafia itu berakhir tergeletak di tanah.Jolie terbelalak. Dia tidak percaya matanya sendiri.Tanpa bergerak banyak, Revan sudah menjatuhkan dua mafia tersebut dengan mudah!!“B-bajingan!!” maki satu mafia terakhir yang tida
“Aku bukan mafia.”Jawaban Revan membuat Jolie terdiam sesaat. Dia memicingkan mata.“Serius?” tanya Jolie.“Kau mengira aku bercanda?”Jolie mengangkat kedua bahunya. “Aku kira Kakak berbohong,” balasnya santai. “Akan tetapi, baguslah kalau Kakak bukan mafia.”Mendengar ucapan Jolie, Revan yang sedang mengobati memar gadis itu terhenti sesaat. “Kenapa?”Jolie terdiam sesaat, lalu dia menjawab, “Bukan apa-apa.”Mata Revan mengamati Jolie. Dia merasa ada sesuatu yang gadis itu sembunyikan.Akan tetapi, baru saja Revan ingin bertanya, sebuah suara terdengar memanggil, “Jolie?”Panggilan tersebut membuat Jolie menoleh bersama dengan Revan.Tidak jauh dari tempat Jolie dan Revan berada, seorang wanita muda bertubuh tinggi dan ramping sedang berdiri dengan wajah ragu. Rambut merahnya yang menyala tampak kontras dengan jaket kulit hitam yang dia kenakan.Melihat wanita tersebut, Jolie langsung berseru, “V-Veronica!?” Dia mengenalinya!Ya, gadis berjaket hitam dengan rambut panjang merah itu
Alunan musik jazz terdengar mengalun lembut di salah satu kafe tengah kota. Bercampur dengan aroma kopi yang baru diseduh, tempat tersebut terasa nyaman bagi setiap pengunjung yang datang.Namun, di tengah kenyamanan itu, sosok Jolie tampak gugup selagi memandang dua orang pria tampan yang duduk berhadapan tak jauh dari tempatnya berada. Aura dingin menyelimuti keduanya.“Ini hari kematianku ...” gumam Jolie yang sedang duduk di dekat meja barista, tampak gugup selagi menunggu pesanannya dan Veronica selesai dibuat. Dia menatap sahabat baiknya di sebelah. “Membawa Nathan untuk menemuiku, apa yang sebenarnya ada di otakmu?”Veronica, yang sedang mengaduk-aduk cappuccino-nya dengan kepala tertunduk, akhirnya menatap Jolie dengan sorot mata penuh penyesalan. "Aku ... aku minta maaf, Jolie,” ujarnya. “Jujur, sebenarnya aku tidak ada niat membawa Nathan, tapi ... dia tanpa sengaja mendengar pembicaraan kita di telepon dan memaksa ikut!”Jolie menghela napas kasar, lalu menatap ke arah meja
“Ahh … tidak ….” Lenguhan kabur dari mulut Jolie ketika dia merasakan sentuhan lembut pada tubuhnya.“Jangan …,” pintanya sembari berusaha mendorong menjauh dada bidang seorang pria yang berada di atasnya.Namun, tenaga pria itu jauh lebih kuat, terutama untuk Jolie yang sedang berada dalam keadaan mabuk. Hari ini, Jolie baru saja kembali dari luar negeri setelah lulus kuliah. Karena ingin merayakan kemerdekaan dari skripsi panjangnya yang melelahkan, Jolie pun pergi atas ajakan teman-temannya untuk bersenang-senang di sebuah bar hotel ternama.Karena permainan truth or dare yang dia mainkan bersama teman-temannya di bar, Jolie yang terus memilih dare berakhir meneguk bergelas-gelas alkohol sampai melebihi batas toleransinya dan kehilangan kesadaran di tengah permainan. Entah apa yang terjadi setelahnya, tapi saat Jolie sedikit sadar, dia sudah berada di sini. Di atas tempat tidur, di bawah kungkungan seorang pria yang wajahnya saja tidak mampu Jolie lihat!Saat merasakan sesuatu mil