***"Mama seriusan enggak mau ikut ke rumah sakit?"Sekali lagi, Arka melontarkan pertanyaan pada sang mama yang kini duduk sambil menonton televisi di ruang tengah."Serius," kata Amanda. "Kamu kalau mau pergi, pergi aja sana. Jagain Rara. Nanti digangguin Marvel lagi.""Enggak kangen sama Regan dan Raiden?" tanya Arka. "Dulu Mama pengen banget lho punya cucu dari Arka, sekarang udah ada. Kenapa malah didiemin?"Amanda menoleh. "Kamu ke rumah sakit aja dulu," ucapnya. "Kalau cuman ada kamu di sana, telepon Mama. Nanti Mama ke sana. Kalau ada Mamanya Rara, Mama enggak akan ke sana. Malas.""Kamu itu udah kaya remaja aja," celetuk Dirga. "Sadar umur, kamu udah punya lima cucu.""Enggak usah bawa-bawa umur, sakit hati enggak mengenal umur," kata Amanda pada sang suami. "Coba kamu yang ada di posisi aku, niat baik mau jenguk malah diusir? Sakit hati enggak?""Kalau kamu enggak ngomong macam-macam, Bu Rora enggak akan sampe ngusir," kata Dirga lagi.Sebagai seorang suami, tentunya dia ber
***"Ar, gimana ada?"Sampai di rumah sakit setelah mengemudi gila-gilaan, pertanyaan tersebut langsung dilontarkan Dewa pada Arka yang datang menjemputnya di lobi."Belum ketemu," kata Arka. "Arka udah kelilingin rumah sakit, tapi Aludra enggak ada.""Seriously?" tanya Dewa. Panik, wajahnya yang putih terlihat memerah. "Serius, Pa.""Kamu yakin Aludra enggak ada di ruangannya?" tanya Aurora. "Di kamar mandi? Kali aja dia ketiduran di sana.""Mana mungkin," ketus Dewa pada Aurora. Masih kecewa dengan tindakan sang istri, dia bahkan mendiamkan Aurora di perjalanan menuju rumah sakit.Demi apapun, bagi Dewa. Aludra adalah segalanya. Seperti yang pernah dia katakan, Dewa menyayangi Alula dan Aludra, tapi si bungsu punya tempat istimewa di hatinya.Dan tentu saja jika terjadi sesuatu pada Aludra, Dewa tak akan memaafkan dirinya sendiri."Arka udah obrak-abrik ruangan dan Aludra enggak ada, Ma," kata Arka."Ruangan NICU?" tanya Dewa. "Barangkali Rara ada di sana.""Tadi Arka lihat dari lu
***"Tidur yang nyenyak, Ra. Semoga besok pas bangun, suasana hati kamu udah membaik."Duduk di samping ranjang Aludra, tangan kiri Arka tak henti mengusap pucuk kepala perempuan yang dia cintai itu dengan lembut.Sempat meronta bahkan mengamuk karena ingin kembali ke ruangan NICU untuk menjaga Regan dan Raiden, Aludra akhirnya bisa tenang setelah Arka terus memeluk lalu mencoba menenangkannya.Dan kini, setelah diberi pengertian Aludra yang memang bisa dibilang cukup lelah mulai tertidur setelah meminum obat juga vitamin yang diberikan dokter.Baby blues syndrome. Dokter yang memeriksa Aludra berkata jika perempuan itu kemungkinan besar mengalami syndrome yang biasa dialami para ibu setelah melahirkan, dan penyebabnya tentu saja hormon yang menurun juga tekanan yang dialami Aludra beberapa hari terakhir."Tidur, Ar?" tanya Dewa yang sejak tadi duduk di sofa bersama Aurora.Arka menoleh lalu mengangguk sebagai jawaban.Suasana ruangan hening, perhatian ketiga orang di sana tiba-tiba b
***"Jadi berapa semuanya.""Empat ratus lima puluh ribu, Pak.""Oke."Baik Dewa maupun Dirga sama-sama merogoh dompet yang mereka simpan di saku celana lalu di detik berikutnya kedua pria itu juga mengulurkan lima lembar uang seratus ribuan."Saya aja, Pak Dewa," kata Dirga."No, biar dari saya aja, Pak Dirga.""Saya aja," kata Dirga."Pak Dirga, saya aj-""Lama," celetuk Aurora yang langsung merampas uang di tangan Dewa dan memberikannya pada pelayan di restoran. "Kembaliannya buat kamu aja.""Terima kasih, Bu.""Sama-sama."Pergi dari rumah sakit untuk makan malam, Dewa maupun Dirga sepakat untuk makan di restoran yang sama bahkan duduk di meja yang sama.Tujuannya? Sudah jelas kedua bapak-bapak itu ingin mendamaikan kedua istri mereka yang terus bersitegang dan beradu argumen.Tak etis rasanya di saat seperti ini—mental Aludra sedang terganggu, Aurora dan Amanda justru tak berdamai."Ke rumah sakit lagi, Mas," kata Aurora yang langsung beranjak dari kursi."Jangan dulu," kata Dewa
***"Aw.""Kenapa, Ra? Sakit?"Aludra yang saat ini tengah menyusui Regan, lantas mengangguk ketika pertanyaan itu diucapkan Amanda yang duduk di depannya sambil menggendong Raiden.Pagi ini—dua hari setelah kejadian Regan yang hampir diculik, kondisi Aludra membaik. Tak lagi histeris, dia sudah bisa memberikan asi seperti biasa untuk si kembar karena memang asip yang disediakan sudah habis.Tak bersama Aurora, Aludra duduk berdua di ruang NICU ditemani Amanda yang menginap. Di samping mereka juga berdiri seorang perawat yang sigap membantu jika terjadi sesuatu pada Aludra.Arka? Pria itu sudah berangkat ke kantor, sementara Aurora juga Dewa berkata akan datang siang karena ada sesuatu hal yang harus diurus dan tentu saja sesuatu hal yang dimaksud adalah Marvel.Sebelum ke rumah sakit, Aurora dan Dewa akan pergi ke kantor polisi untuk memberikan semua bukti tentang Regan dan Raiden yang sudah jelas anak Aludra juga Arka. Selain itu, Dewa juga berniat untuk memberikan peringatan yang l
***"Pagi, Ibu Aludra. Apa kabar?"Aludra maupun Amanda tak merespon sapaan ramah yang diucapkan perempuan di depan mereka itu. Dari setelan yang dipakainya—jas putih juga name tag yang dikalungkan di leher, sudah jelas perempuan tersebut adalah dokter di rumah sakit ini.Namun, tentunya Aludra tak menyangka jika perempuan di depannya ini adalah dokter di rumah sakit tempat dia dirawat.Dari semua rumah sakit besar di Jakarta, kenapa harus di rumah sakit Sentosa?"Lho, kok enggak dijawab sapaan saya?" tanya perempuan itu. "Pagi Ibu Aludra, apa kabar? Ayo silakan masuk, kita periksa rutin.""Raina," gumam Aludra pelan. "Kamu ngapain di sini?"Raina tersenyum. Tak menghampiri, dia masih di posisinya. "Kok ngapain? Aku dokter, Ra. Di sini," ucapnya."Kamu jangan macam-macam," ucap Amanda waspada."Kok macam-macam sih, Ibu. Saya mau periksa Aludra, bukan mau macam-macam," kata Raina. "Sini, Ra. Aku enggak akan apa-apain kamu kok. Takut banget kayanya.""Perlu Mama panggil security?" tanya
***"Jadi gimana, Pa. Marvel percaya, kan?"Dewa dan Aurora datang ke rumah sakit untuk menjenguk, pertanyaan tersebut langsung diucapkan Aludra pada sang Papa yang kini duduk di sofa dengan wajah yang terlihat cukup lelah."Hm." Dewa bergumam sambil memandang Aludra lalu Aurora yang duduk di sampingnya.Hanya bertiga, Amanda sudah berpamitan untuk kembali ke apartemen karena memang mereka menerapkan sistem bergantian untuk menjaga Aludra.Amanda dari pagi hingga siang, Aurora siang hingga malam, lalu Arka dari sore hingga besok pagi—menginap di rumah sakit. Tak punya catatan buruk juga memiliki attitude baik, Dewa cukup percaya pada Arka menjaga Aludra semalaman.Dan terbukti, selama di rumah sakit—selain mencium Aludra, Arka tak pernah melakukan sesuatu yang macam-macam."Kok malah hm sih, Pa? Rara tanya lho ini?" tanya Aludra merajuk.Dewa tersenyum tipis. Mengabaikan rasa lelah, dia beranjak dari sofa lalu berpindah tempat—duduk di pinggir ranjang Aludra."Papa harus jawab apa?" t
***"Papa ambil dulu pizzanya di lobi ya, Mang kurir katanya malas ke atas."Sampai di rooftoop beberapa menit lalu, Dewa langsung berpamitan kembali pada Aludra untuk turun ke lantai bawah setelah menerima pesan dari pengantar pizza yang memintanya menjemput makanan di lobi rumah sakit."Iya, Pa. Jangan lama ya, Rara lapar," kata Aludra sambil mengelus perutnya mulai keroncongan."Siap, tunggu ya," kata Dewa. "Oke."Dewa pergi, Aludra memainkan kedua kakinya sambil duduk di sebuah bangku yang tersedia di sana hingga tak lama seorang perempuan menghampirinya.Raina. Setelah tak sengaja bertemu di depan lift, Aludra kini tahu sebuah fakta tentang Raina yaitu; dia mengenal Dewa.Bukan hubungan istimewa, Raina dan Dewa hanya pernah bertemu sekali di Korea selatan tepatnya dua tahun lalu ketika Dewa menemui klien bisnisnya di negeri ginseng tersebut.Menurut cerita Raina yang masih ingat dengan kejadian dua tahun lalu, dulu saat dia pulang kuliah tengah malam, Raina dicegat dua preman ya