***"Yakin enggak mau ke rumah sakit buat periksa?"Aludra yang sedang berjalan menuju balkon di pinggir kolam seketika langsung berhenti ketika pertanyaan itu kembali diucapkan Arka untuk yang kesekian kalinya pasca membaca hasil test tadi pagi."Enggak usah, Mas," kata Aludra. Melanjutkan langkahnya, dia berjongkok di atas karpet yang sudah disiapkan di sana lalu menyimpan dua toples camilan di karpet tersebut.Mendapat telepon dari Dewa yang ternyata sudah di jalan menuju Bandung, Aludra dan Arka memang langsung bersiap-siap.Tak di ruang tamu ataupun ruang tengah, keduanya memutuskan untuk mengajak anggota keluarga mereka nanti untuk berkumpul di pinggir kolam karena diantara semua bagian rumah, balkon di pinggir kolam memang tempat paling nyaman untuk berkumpul."Tapi kamu muntah lho tadi, Ra," kata Arka—ikut meletakkan dua piring cake di karpet. "Kalau bukan hamil, kenapa coba? Pasti ada sesuatu, kan?""Masuk angin kali."Belum beruntung, kedua testpack yang digunakan Aludra sam
***"Masih sakit enggak?"Memandang wajah Aludra, raut khawatir tercetak jelas di wajah Arka. Bukan ke kamar mandi, Aludra ternyata pergi ke kamarnya setelah izin pada anggota keluarga besar dan ketika ditanya kenapa, perempuan tersebut hanya bilang sakit perut.Sebenarnya Arka sudah berniat untuk segera membawa Aludra ke rumah sakit. Namun, dengan segera perempuan itu menolak dengan alasan tak apa-apa.Aludra bilang sakit perutnya wajar karena mungkin dia akan kembali mengalami datang bulan setelah empat bulan kelahiran si kembar."Sedikit," kata Aludra. Untuk meredakan sakit, dia sengaja tidur dengan posisi telungkup sambil memegangi bagian atas perutnya.Tak sepenuhnya jujur, Aludra berkata sebaliknya pada Arka. Tak bicara jujur tentang bagian perut mana yang sakit, Aludra menunjukkan bagian perut bawah agar suaminya itu yakin jika dirinya memang baik-baik saja.Tentu saja. Bukan hanya Arka, Aludra pun berusaha yakin jika dirinya memang baik-baik saja. Ini hanya sakit biasa dan mem
***"Mas Arka sayang! Sarapannya udah jadi nih! Makan yuk!"Sambil menggendong Regan di depan dengan gendongan m shape, Aludra melangkahkan kakinya menaikki satu-persatu undakkan tangga untuk menghampiri Arka yang sepertinya masih berada di kamar.Hari ini adalah minggu kedua Arka kembali bekerja di kantor Dirga dan semuanya berjalan dengan lancar.Seperti biasa—sebagai istri yang baik, tugas Aludra setiap harinya adalah menyiapkan pakaian juga sarapan untuk Arka karena pekerjaan rumah yang dihandle penuh oleh Bi Minah.Arka ke kantor, yang dilakukan Aludra adalah mengurus si kembar dibantu Amanda yang selalu datang setelah Dirga pergi ke kantor.Dulu, Aludra pikir semua itu merepotkan, tapi ternyata setelah dijalani, menjadi seorang ibu tidak seburuk yang dia pikirkan karena mungkin dari sekian banyak ibu muda, Aludra beruntung.Tak perlu mengurus rumah, dia hanya perlu mengurus anak dan suami.Ah, Aludra kadang takjub sendiri dengan kehebatan para perempuan di dunia yang sudah menja
***"Semoga aku emang enggak apa-apa."Berdiri di depan cermin, Aludra bergumam pelan sambil menyisir rambut coklatnya yang panjang.Siang ini—setelah kejadian mencengangkan tadi pagi, Aludra memutuskan untuk pergi ke dokter tanpa sepengetahuan siapapun.Bukan tak izin, tadi pagi Aludra sudah izin pada Arka untuk keluar siang ini, tapi dia tentunya tak berkata ke mana tujuan sesungguhnya karena ketika Arka bertanya ke mana dan dengan siapa, Aludra menjawab;"Aku mau makan siang doang sama temen SMA yang kebetulan nikah sama orang Bandung juga."Tak hanya pada Arka, jawaban serupa juga dia ucapkan pada Amanda ketika menitipkan Regan dan Raiden untuk beberapa saat.Sekali lagi, Aludra tak mau membuat semua orang khawatir padanya karena belum tentu juga dia mengidap sebuah penyakit."Aludra, kamu pasti baik-baik aja," ujar Aludra pada pantulan wajahnya setelah penampilan dia saat ini sudah rapi. "Demi Mas Arka sama anak-anak, kamu harus baik-baik aja."Menyambar clutch berisi dompet dan
***"Saya sakit apa, Dokter?"Dokter perempuan di depan Aludra menghela napas sebelum menjawab pertanyaan yang diucapkan pasien di depannya ini sementara tatapannya tak berpaling sama sekali dari Aludra yang terlihat sangat tegang menunggu jawaban."Dokter, saya nunggu lho," kata Aludra mengingatkan, agar Dokter tersebut segera menyebutkan penyakit apa yang diderita Aludra sekarang. "Saya sakit apa?""Organ hati Bu Aludra mengalami kerusakan," ucap dokter tersebut pada akhirnya. Dari name tag yang dia pakai, Aludra kini tahu nama dokter itu adalah dokter Mayang."Kerusakan?" tanya Aludra. Masih berusaha bersikap tenang, dia memandang dokter Mayang penuh tanya. "Maksud dokter gimana?""Beberapa sel jaringan pada organ hati Bu Aludra rusak dan sudah tak berfungsi," ucap dokter Mayang. "Itulah sebabnya Bu Aludra sering mengalami mual muntah, nafsu makan berkurang bahkan muntah darah.""Jadi hati saya rusak?" tanya Aludra sambil menyentuh bagian bawah dada sebelah kanan. "Ini.""Iya, Bu,"
***"Tumben banget udah tiduran? Biasanya masih nonton drakor sambil nungguin anak-anak."Pulang sekitar pukul tujuh malam karena pekerjaan mendadak, pertanyaan tersebut langsung terucap dari bibir Arka saat melihat Aludra sudah tidur di dengan posisi miring di tempat tidur memakai selimut.Padahal, biasanya setiap dia pulang baik itu sore maupun malam, Aludra setia menjemput ke depan pintu jika si kembar sudah tidur."Pengen aja, Mas. Mager," jawab Aludra dengan suara sebiasa mungkin karena pada kenyataannya saat ini dia sedang berusaha mati-matian menahan tangis.Pukul enam sore tadi, ketika Aludra baru saja selesai menidurkan Regan maupun Raiden yang terlelap secara bersamaan, rasa sakit di perut bagian atasnya kembali muncul dan tentu saja semakin sakit dari biasanya.Tak mau Arka tahu, Aludra memilih untuk berbaring dengan selimut agar suaminya itu tak curiga."Udah makan malam?" tanya Arka sambil mengendurkan dasi juga melepas satu-persatu kancing kemeja di depan cermin."Udah,"
***"Mau pake ayam enggak?""Boleh, dadanya aja.""Oke."Tak melulu menyerang, ada kalanya semua rasa sakit yang selalu dirasakan Aludra hilang tak bersisa—membuat dia seolah sedang baik-baik saja.Setengah jam lalu, Aludra rasanya ingin mati saja karena rasa sakit di perut yang menyiksa juga darah yang keluar dari hidungnya.Namun, sekarang Aludra sudah kembali seperti biasa. Tak merasakan sakit, dia kembali baik-baik saja—bahkan bisa melaksanakan kewajibannya melayani Arka.Seperti bom waktu, Aludra tak tahu kapan saja rasa sakit itu akan datang, tapi yang jelas dia selalu berharap semuanya datang ketika tak ada Arka atau Amanda di rumah agar Aludra tak perlu berusaha menyembunyikan sakitnya itu.Entah sampai kapan akan terus bersembunyi, yang jelas Aludra belum siap jika semua orang tahu kalau dia mengidap sebuah penyakit.Aludra tak mau orang-orang mengkhawatirkannya dan tentu saja dia juga tak mau merepotkan banyak orang.Dan yang paling penting, Aludra tak ingin membuat Arka sed
***"Aku sayang kamu."Ucapan itu terucap dari bibir Arka ketika bibirnya mendarat dengan sempurna di kening Aludra sesaat setelah keduanya selesai melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim.Shalat isya berjamaah. Sebuah rutinitas yang hampir setiap malam dilakukan Arka bersama Aludra.Tak bisa melaksanakan shalat lain secara berjamaah, Arka dan Aludra memilih waktu isya untuk melakukan semuanya. Terkadang, jika waktunya luang, Arka sering mengajak Aludra membaca Al Quran bersama karena cita-citanya memang hanya satu.Menjadi imam untuk Aludra di dunia maupun di akhirat nanti. Meskipun nantinya di dunia, mereka akan dipisahkan oleh maut, Arka selalu berharap Tuhan berbaik hati dengan mempersatukan dia dengan Aludra kembali di Surga-Nya nanti."Aku juga sayang kamu," kata Aludra. Masih memakai mukena, dia bersandar pada pinggiran kasur sambil memandang Arka yang masih duduk dengan pakaian muslim juga sarung dan peci. "Mas.""Hm.""Aku selalu suka dengan penampilan kamu yang kaya gi