***"Kenapa?"Aurora yang sejak tadi hanya mengaduk-aduk makanan, seketika mendongak—menatap Dewa, setelah suaminya itu melontarkan sebuah pertanyaan."Apa?" tanya Aurora."Malah tanya balik," kata Dewa. "Aku tanya, kamu kenapa?""Emang aku kenapa?""Ck." Dewa berdecak sambil melanjutkan kegiatan makannya. "Kamu pikir aku enggak merhatiin?"Siang ini, Dewa, Aurora dan Alula memang menghabiskan makan siang di salah satu restoran mewah di kota Bandung sebelum bergegas menuju rumah sakit.Operasi akan dilaksanakan besok pagi, sore ini Alula sudah diminta untuk menetap di rumah sakit bahkan nanti malam—delapan jam sebelum operasi, baik Alula maupun Aludra harus mulai berpuasa sebelum operasi dilakukan pukul delapan pagi besok.Tegang? Tentu saja. Baik Alula maupun Aludra merasakan ketegangan yang sama. Namun, di balik rasa tegang yang dia rasakan ada rasa bahagia.Alula bahagia karena Aludra akan segera sembuh."Oh itu," kata Aurora."Ada apa?" tanya Dewa."Enggak ada apa-apa," kata Auror
***"Bosen ya."Tidur dengan posisi miring, Alula kembali mengeluh setelah sejak tadi yang dia lakukan hanyalah duduk sambil menonton televisi."Kenapa, Kak?"Aludra yang duduk di samping kanan Alula seketika menoleh setelah mendengar keluhan dari sang kakak."Bosen, Ra."Sejak sore tadi, Alula sudah mulai menetap di rumah sakit. Melakukan pengecekkana tekanan darah, kondisi Alula sejauh ini aman dan mulai pukul dua belas malam nanti baik dia maupun Aludra sudah diharuskan berpuasa.Tak boleh makan apapun sampai besok waktu operasi tiba."Kaya pengen jalan-jalan gitu," kata Alula. Dia kemudian melirik jam dinding di rumah sakit yang baru menunjukkan pukul delapan.Malam ini, seperti biasa di ruangan rawat hanya ada empat orang saja. Aludra dan Alula yang tidur di ranjang masing-masing juga Arka dan Damar yang saat ini sedang sibuk menonton acara bola di televisi layar datar yang tersedia di sana.Aurora dan Dewa maupun Dirga dan Amanda memutuskan untuk beristirahat di rumah karena mem
"Maksud kamu?"Alih-alih menjawab, Arka justru menatap intens Alula dan di detik berikutnya dia menghela napas. Antara melanjutkan pertanyaannya dan tahu fakta sebenarnya atau berhenti bertanya dan memilih untuk mengikuti alur, itulah yang dirasakan Arka sekarang.Bingung. Arka benar-benar bingung."Ar?""Ah ya?" Arka sedikit mengerjap."Maksud dari pertanyaan kamu tadi, apa?""Oh itu," kata Arka. "Ucapan kamu aneh.""Sebelah mananya?""Yang barusan," kata Arka. "Hampir mirip sama ucapan Aludra beberapa hari dan minggu ke belakang. Waktu itu Aludra sering ngomong-ngomong meninggal dan kenyataannya dia ternyata sakit parah.""Terus?" tanya Alula. "Aku perasaan enggak ngomong-ngomong meninggal deh.""Tapi kamu nitipin Aludra seolah setelah ini kamu mau pergi," kata Arka. "Makany aku tanya ada apa? Apa ada yang enggak beres sama kondisi kamu? Bilang aja."Alula tersenyum miring. "Enggak ada sih, aku baik-baik aja kok," ucapnya. "Cuman ya karena besok mau operasi, aku ngomong kaya gitu ka
***"Ribet juga ya."Amanda hanya terkekeh ketika dia membantu Alula memakai penutup kepala yang harus digunakan selama operasi.Pukul tujuh pagi, semua orang datang ke rumah sakit untuk menunggu proses operasi Aludra dan Alula.The Day. Hari ini akhirnya tiba. Setelah semua persiapan, pagi ini Alula akan benar-benar mendonorkan sebagian organ tubuhnya untuk Aludra.Sesuai rencana, operasi akan berlangsung paling cepat enam jam dan paling lambat dua belas jam—tergantung situasi dan kondisi.Semua berdoa yang terbaik, termasuk Alula. Meskipun ada sedikit rasa takut di hatinya, dia memantapkan hati. Demi Aludra. Tentu, semua ini dia lakukan demi Aludra juga demi dirinya sendiri."Sudah siap?"Semua perhatian tertuju pada dokter Septa yang juga sudah siap dengan pakaian khusus operasi. Tak sendiri, Dokter Septa dibantu dua dokter lain juga beberapa perawat untuk hari ini karena operasi pencangkokan jaringan hati bisa dibilang operasi yang tergolong besar."Sudah, dokter," kata Alula."Ya
***"Ma-maksud dokter, apa?"Hampir tujuh jam menunggu di depan ruang operasi, semua yang ada di sana seketika beranjak ketika dokter Septa membuka pintu ruang operasi untuk memberikan kabar tentang operasi yang baru saja dia dan tim medis lainnya lakukan.Ada dua kabar yang dibawa dokter Septa untuk pihak keluarga Aludra dan Alula. Kabar baik dan tentunya kabar buruk.Kabar baiknya, operasi pencangkokan jaringan hati yang dilakukan berhasil. Sebagian jaringan hati Alula kini sudah berada di dalam tubuh Aludra.Namun, di balik kabar baik ada pula kabar buruk yang mampu membuat semua orang dibuat terkejut karenanya terutama Aurora dan Dewa.Alula tidak bisa diselamatkan.Empat kata itu dengan berat hati dilontarkan dokter Septa pada pihak keluarga. Sudah berusaha semaksimal mungkin, dokter Septa gagal menyelamatkan putri sulung Dewa setelah mengalami penurunan kesadaran juga detak jantung yang tiba-tiba saja melemah.Mengejutkan bukan? Di saat mereka seharusnya bahagia karena Aludra ya
***"Hati-hati ya, Pak."Memakai pakaian serba hitam lengkap dengan peci juga kaca mata yang bertengger di pangkal hidung untuk menutupi matanya yang sembab, ucapan itu dilontarkan Dewa pada beberapa orang yang ditugaskan membawa keranda ke dalam ambulance.Satu malam disemayamkan di rumah, pagi ini—tepat pukul sembilan pagi, jenazah Alula akan segera diberangkatkan menuju Sandiego Hills untuk dikebumikan.Memesan pusara paling mahal, dengan berat hati Dewa mengantar putri sulungnya ke tempat peristirahatan yang terakhir.Tak sedikit, banyak para pelayat yang datang ke kediaman Dewa untuk mengucapkan bela sungkawa atas kepergian Alula—bahkan Marvel pun datang dan akan ikut mengantar menuju Karawang.Rasanya seperti mimpi. Kemarin pagi—sekitar pukul tujuh pagi, Dewa masih mengobrol bahkan bersenda gurau dengan Alula yang terlihat tak nyaman dengan pakaian operasinya.Namun, kini. Dewa harus bisa melepaskan Alula. Sakit? Tentu saja. Tak ada orang tua yang tak sakit ketika harus melepas
***"Gimana kondisinya, Dokter?"Pertanyaan tersebut langsung dilontarkan Arka pada dokter Septa yang baru saja menyelesaikan pemeriksaan pada Aludra.Hampir dua puluh empat jam pasca operasi, Aludra akhirnya sadar tepat pukul dua siang. Tak ada siapa-siapa, di ruangan rawat hanya ada Arka yang selalu setia menemani istrinya itu karena sampai saat inu Amanda juga Dirga masih berada di Jakarta setelah pemakaman Alula pukul sepuluh siang tadi."Stabil, Pak," kata dokter Septa. "Bu Aludra tinggal menjalani pemulihan saja. Kalau kondisinya cepat pulih, seminggu dari sekarang Bu Aludra bisa pulang.""Enggak ada yang aneh, kan?" tanya Arka memastikan."Tidak ada, Pak. Semua organ vital Bu Aludra baik-baik saja—termasuk hatinya," kata dokter Septa meyakinkan. "Makan makanan yang bergizi juga istirahat yang cukup bisa membantu memulihkan kondisi.""Oh baik, terima kasih dokter.""Sama-sama, Pak. Kalau begitu, saya permisi.""Iya," jawab Arka.Dokter Septa juga beberapa rekan medisnya pergi me
***"Udah semua masuk, Ar?""Udah, Pa."Arka yang sejak tadi mengemasi barang-barang segera mengumpulkannya di dekat sofa. Pukul sepuluh pagi—setelah menjalani pemeriksaan, Aludra akhirnya dipersilakan pulang oleh dokter Septa yang menilai kondisinya sudah cukup baik.Sebenarnya tentang kepulangan Aludra sudah diberitahukan sejak kemarin, tapi tetap saja pagi ini keadaanya harus benar-benar diperiksa lebih dulu untuk menghindari sesuatu yang tak diinginkan.Tak sampai seminggu, Aludra hanya menjalani pemulihan pasca operasi selama lima hari saja karena memang kondisinya sangat cepat membaik—mengingat betapa perhatiannya Amanda juga orang-orang disekitarnya pada istri Arka tersebut kecuali Aurora.Ya, hampir lima hari Aludra sadar, tak sekali pun Aurora datang untuk menjenguk putri bungsunya itu dan alasannya tentu saja karena dia belum siap.Aurora belum siap bertemu Aludra karena semua itu akan membuatnya kembali mengingat Alula dan mau tak mau Dewa pun membiarkan semua itu.Tak mau