"Lu, kamu di sana?"Untuk beberapa detik, Aludra memandang pintu kamar mandi tanpa menjawab panggilan yang baru saja dilontarkan untuknya.Arka. Tentu saja panggilan tersebut berasal dari Arka, karena selain dirinya tak ada orang lain lagi di rumah—khususnya kamar, selain Arkananta."Lulu, itu kamu, kan? Kamu lagi apa di kamar mandi? Terus itu shower kenapa nyala?"Tak mendapat jawaban atas panggilannya, Arka langsung melayangkan sebuah pertanyaan pada Aludra dan tentu saja pertanyaan tersebut membuat Aludra terhenyak lalu dengan segera mematikan shower agar air tak terus membasahi tubuhnya."Mas Arka," panggil Aludra yang akhirnya bersuara setelah beberapa detik membisu."Lulu," ucap Arka. "Kamu lagi apa, Lu? Kenapa pintu kamarnya dikunci? Kamu enggak apa-apa, kan?""Aku enggak apa-apa," jawab Aludra. Masih dengan kondisi tubuhnya yang basah, dia berjalan menuju pintu kamar mandi lalu membungkuk untuk membuka pintu dan dalam hitungan detik—tepat ketika pintu kamar mandi terbuka, raut
***"Hmmm."Arka membuka matanya secara perlahan, dan yang pertama kali dia lihat adalah Aludra yang tidur persis di depannya dengan alas tangan dirinya yang menjadi perantara diantara kepala Aludra dan bantal.Setelah mandi subuh tadi, keduanya tidur kembali lalu bangun pukul lima subuh untuk menunaikan kewajiban mereka dan kembali tidur lalu kali ini, tepat ketika jarum jam menunjukkan pukul enam pagi, Arka kembali bangun lebih dulu."Cantik," puji Arka ketika dia memandangi wajah polos Aludra yang masih tertidur lelap. Dia mengulurkan tangan kirinya lalu menyelipkan anak rambut yang sempat menghalangi wajah cantik Aludra ke belakang telinganya.Untuk beberapa detik, Arka terus memandangi Aludra, hingga tak berselang lama dia menarik tangan kanannya yang sudah terasa kebas."Pegal juga," ucap Arka sambil melemaskan tangan kanannya.Alih-alih membangunkan Aludra, Arka justru beranjak secara diam-diam dari kasur. Menutupi tubuh Aludra dengan selimut, dia bergegas menuju kamar mandi un
***"Gimana?"Arka yang sedang melanjutkan kegiatannya membuat nasi goreng, lantas menoleh ketika pertanyaan tersebut dilontarkan untuknya.Bukan dari Aludra, pertanyaan tersebut berasal dari sang Aksa—sang kakak yang kini bersandar di meja yang tadi ditempati Aludra, karena sekarang Aludra sedang berada di kamar bersama Azura—putri Aksa, setelah balita itu tiba-tiba saja merengek ingin digendong Aludra."Gimana apanya?" tanya Arka, sementara tangannya tak berhenti bergerak mengaduk nasi goreng."Hubungan kamu sama Alula, sekarang gimana?" tanya Arka. "Kakak harap enggak ada drama seperti pernikahan kakak sama Ananta dulu."Arka terkekeh. "Ya enggaklah, aku kan bukan kakak," ucapnya. "Aku enggak pernah kasar sama perempuan.""Percaya kalau itu," ucap Aksa. Dia menegakkan posisi duduknya. "Maksud kakak, sebelum menikah Papa pernah cerita kalau kamu sempat mau mundur karena Alula nolak perjodohan kalian. Sekarang gimana dia? Udah nerima kamu, kan? Dia enggak bersikap seperti kakak dulu
***"Pesan apa bikin aja ya."Sudah hampir sepuluh menit Aludra berjongkok di depan kulkas yang terbuka—memandangi bahan makanan di sana sambil berpikir untuk memasak atau membeli saja makanan untuk dibawa ke kantor Arka siang nanti.Masih pukul sepuluh pagi, tapi Aludra sudah mengakhiri rebahannya ketika dia ingat akan janji pada Arka tadi pagi untuk datang ke kantor siang nanti.Tak mungkin datang dengan tangan kosong, Aludra langsung terpikir untuk membawa makan siang—layaknya istri lain pada umumnya yang selalu membawakan makan siang untuk sang suami di kantor.Namun, masalahnya sampai detik ini Aludra bingung. Membeli makanan jadi atau membuat sendiri makan siang untuk sang suami?"Kata mama, masakan istri sendiri itu biasanya lebih dinikmati sama si suami," gumam Aludra. Tapi itu kalau istrinya jago masak! Aku? Boro-boro jago. Megang wajan aja bisa dihitung dengan jari."Aludra mengulurkan tangannya—menyantuh kotak putih berisi ayam potong yang semalam sudah dia bumbui bersama A
***"Gimana, enak enggak?"Aludra meletakkan kedua tangannya di meja kerja, sementara Arka mulai menyantap makanan yang dia bawa setelah beberapa menit lalu, Aludra diantar langsung ke ruangan Arka oleh sang papa mertua."Sebentar," pinta Arka. Pelan, dia mulai mengunyah makanannya untuk meresapi rasa dari masakan yang dibuat Aludra, hingga selang beberapa detik, lengkungan senyum tipis terukir. "Enak.""Serius?!" Seperti mendapat lotre, wajah Aludra terlihat begitu antusias ketika pujian itu dilontarkan Arka, karena jujur saja dia sempat merasa tak percaya diri dengan makanan yang dia buat. "Beneran rasanya enak?!"Arka mengangguk. "Iya enak," jawabnya. "Ayamnya pas, udah matang. Sayurannya juga enak, kurang gula dikit.""Wah bagus deh kalau gitu," kata Aludra. "Enggak sia-sia aku masak sambil nonton youtube. Ada hasilnya juga.""Tapi ini seriusan kan kamu masak sendiri?" tanya Arka meyakinkan. Pasalnya, untuk sekelas Aludra yang baru saja belajar memasak, makanan yang dia makan terb
***"Lu, coba lihat aku bawa siapa?"Aludra yang semula tiduran di sofa sambil menonton drama korea segera mengubah posisinya menjadi duduk ketika suara Arka terdengar dari depan. Aludra menoleh, dan tak berselang lama Arka datang sambil membawa balita laki-laki di gendongannya setelah tadi berpamitan keluar untuk berjalan-jalan pagi di hari minggu yang cerah."Itu anak siapa?" tanya Aludra."Lupa?" tanya Arka. Membawa balita tersebut mendekat, Arka duduk di samping Aludra. "Ini Danial, anaknya Kak Aksa.""Owalah," jawab Aludra. Dia kemudian mengukir senyum lalu mencubit pipi gembul balita yang terlihat menggemaskan tersebut. "Halo Danial. Ganteng banget sih kamu, kaya bapaknya.""Gimana Lu?" tanya Arka yang cukup janggal dengan kata terakhir yang diucapkan Aludra.Tanpa rasa bersalah atau apapun, Aludra mendongak—menatap Arka yang kini juga tengah menatapnya sambil menaikkan sebelah alis. "Ganteng," ucap Aludra."Kaya?""Kaya bapaknya," jawab Aludra polos."Jadi bapaknya ganteng?"
***"Itu beneran aman, kan?"Sekali lagi, pertanyaan tersebut dilontarkan Aludra setelah Arka mendudukan Azura juga Danial pada carseat yang dipasang di jok belakang mobil.Sesuai rencana, mereka akan pergi ke mall hari ini untuk mengajak dua balita gemas itu bermain."Aman, Lu. Kan itu emang diperuntukan untuk bayi," jawab Arka."Kalau kamu injak rem mendadak, mereka bakalan jatuh ke depan enggak?" tanya Aludra yang membuat Arka terkekeh."Enggaklah, kan pake sabuk pengaman," jawab Arka. "Udah kamu tenang aja, mereka aman.""Ya udah," kata Aludra. Dia kemudian mengukir senyum pada kedua keponakannya yang kini nyaman duduk di carseat mereka masing-masing. "Kalian jangan gerak-gerak ya, duduk aja yang manis.""Iya aunty."Bukan berasal dari si kembar, jawaban tersebut dilontarkan Arka yang kini mulai memasang safetybeltnya. Sebelum melajukan range rover putih miliknya, dia mencondongkan badan ke arah Aludra lalu tanpa ragu dia memasangkan safetybelt untuk perempuan itu."Pake safetybel
***"Makannya yang benar ih, masa belepotan gitu."Beristirahat setelah mengajak si kembar bermain di hamparan bola, Aludra dan Arka duduk di pinggir sambil menyantap burger, sementara Danial dan Azura masih bersemangat merangkak ke sana kemari."Belepotan apanya?" tanya Aludra dingin. Padahal, kini di sudut bibirnya terdapat mayonaise yang tak sengaja keluar dari dalam burger yang dia gigit."Belepotan ini." Tak memakai tisu, Arka mengelap langsung noda di sudut bibir Aludra menggunakan punggung tangannya lalu menunjukkan mayonaise yang berpindah—menempel di tangannya. "Nih, belepotan.""Oh itu," kata Aludra—refleks mengelap sudut bibirnya yang sudah bersih. "Maaf, aku lapar soalnya."Arka berdecak lalu kembali memperhatikan dua keponakannya yang masih anteung sambil melanjutkan kegiatannya menyantap burger hingga tak lama dia merasakan sesuatu yang aneh."Lu," panggil Arka pada Aludra yang sedang meneguk air putih dari dalam botol setelah burgernya habis."Kenapa?""Aku mau ke kamar