“Apa kau mempercayaiku?” tanya Arjuna, membuat Anjani semakin memandangnya. Sekitar beberapa detik tak ada jawaban. Anjani diam membeku. Matanya terus memandang pria di sana lalu mencoba meyakinkan hatinya. Tak lama, Anjani mengangguk pelan. Jemarinya bergerak cepat menarik Arjuna, lalu mengecup bibir pria itu dengan lembut. Suasana hening. Dua insan kini lupa bahwa ada perjanjian yang telah mereka sepakati. Disaat berikutnya, Arjuna mulai mengecup kening Anjani perlahan. Lambat laun, turun ke mata hingga mengulum lembut bibir ranum gadis disana. Tak ada penolakan. Anjani hanya terpejam, mencoba meresapi. Ia membiarkan dirinya hanyut dalam kisah cinta yang sejak dulu dirindukan. Ia melingkarkan kedua tangan di leher pria itu, ketika sang suami mulai mencium bibirnya dengan penuh gejolak. Deru nafas terdengar beriringan. Tautan bibir yang masih menyatu membawa mereka bergerak, bak dua insan yang tengah menari di lantai dansa. Kaki Arjuna menuntun langkah gadis itu menuju kamar. Sesek
Deg. Jantung Anjani memompa lebih cepat. Matanya membeliak, melihat notifikasi pesan itu.Aku merindukanmu, Arjuna.“Ada apa, Anjani?” Arjuna keluar dari kamar mandi, sontak membuat Anjani tak sengaja menjatuhkan ponsel tersebut. Brugh!Dahi Arjuna mengernyit. Ponsel itu adalah miliknya. Lantas mengapa ada dalam genggaman Anjani. Pikiran negatif pun menyerbu ruang otak pria itu. Ia bergerak mendekat dengan langkah cepat. Menghampiri Anjani yang tengah membeku. Terlihat matanya mulai berkaca-kaca, bibirnya mengatup namun tampak getaran yang tak bisa disembunyikan. Mereka saling menatap dari kejauhan. “Hei, ada apa?”Arjuna memutar gadis itu menghadapnya, sementara Anjani terus menyembunyikan wajahnya.“Eung?” Anjani gelagapan. Ia tak tahu—lidahnya seketika kelu.“Kau melihat apa?”“A, I-Itu ...” Anjani kian gugup. Gadis itu merasakan cengkraman di bahunya. Arjuna mencekal bahu itu, lalu menengadahkan wajahnya yang berusaha ia sembunyikan. “T-tidak ada.” Anjani bingung. Pesan te
“Bagaimana hubunganmu dengan gadis itu?”Seorang pria terdiam, gelas yang hampir ia taruh di atas nakas seketika tertahan. Senyum mengulum tipis di wajahnya. Disaat berikutnya, ia lanjut menaruh gelas tersebut, lalu bergeser sedikit di tepi ranjang, mencari posisi ternyaman. Netranya memandang lembut wanita tua yang bersandar pada punggung ranjang. “Entahlah, Nek.” “Bukankah kalian berencana untuk menikah?” Lagi-lagi senyum tipis tampak di bibirnya. Dan ya, setelah mendengar kabar kondisi kesehatan neneknya, Rama mencoba mengambil hati Nirwasita dengan meluangkan waktu untuk menjaga wanita tua itu. Setelah kembali dari rumah sakit, Rama selalu ada di sisi sang nenek dan menggeser posisi Arjuna. Kepergian Arjuna tentu menjadi kesempatan bagi Rama untuk merebut hati Nirwasita.“Apa kalian ada masalah?”Melihat respon Rama yang begitu lama. Membuat Nirwasita mengambil kesimpulan bahwa hubungan Rama dan Kayla memang sedang tidak baik-baik saja.Disaat berikutnya, Rama mengangguk. “Ada
Deg. Anjani merasa dentuman keras menghujam jantungnya. Bagai tersambar petir. Otaknya seketika ngeblank. Detak jantungnya berhenti sejenak. Matanya membulat dan bibir pun bergetar. Mendengar kata ‘bercinta’ membuat dadaa Anjani memanas. ‘Jadi foto itu bukan rekayasa? Bahwa mereka tidur bersama…’Nirwasita yang sejak tadi menahan, hatinya seolah hancur berkeping.Anjani hanya bisa membeku, mencerna kata-kata yang keluar dari bibir Rama. Ia menyesal mengapa harus mendengar hal yang membuat hatinya hancur berkeping-keping. “Cukup!” pekik wanita tua disana. Dibandingkan kondisinya saat itu, Nirwasita jauh lebih mengkhawatirkan perasaan Anjani yang sedari tadi bergeming. Memandang wajahnya saja, Nirwasita bisa menebak seberapa remuk hati Anjani saat ini. Ucapan yang terlontar dari Rama sungguh membuat siapapun yang mendengarnya pasti terluka.Emosi Arjuna meluap, matanya menusuk, rahangnya menggertak. Tatapannya kini berubah menjadi buas. Namun, kakinya tertahan, seperti ada magnet ya
“Mari kita akhiri, disini …” lirih Anjani.Arjuna terperanjat. Matanya membulat tak percaya kata-kata yang baru saja lolos dari bibir gadis itu. Pria itu pun menggeleng. Tak banyak bicara, Anjani gegas menarik ujung koper dan berlalu. Arjuna yang masih tak percaya, lantas menahan tangan gadis itu. “Omong kosong macam apa ini!” Nafas Arjuna terdengar kasar. Jantungnya kian berdebar, dirinya dihantui ketakutan. Anjani tak ingin mendengar, langkahnya semakin mantap keluar dari pintu kamar yang dihadang pria itu. “Apalagi? Bukankah ini akhir yang kau mau? Bukankah kau sudah dapatkan semua keinginanmu?”Dengan mata berkilat, Anjani menghunus netra pria itu. Hatinya tak bisa menerima kenyataan bahwa Arjuna masih berhubungan baik dengan sang mantan, perjanjian yang mereka sepakati semakin tak berguna rasanya. Arjuna telah mengingkari semua yang tertulis di perjanjian itu. Bahkan lebih menyakitkannya lagi, Arjuna telah memiliki gadis itu sepenuhnya. Lalu apa yang diperoleh gadis itu? Kesak
“Dasar bodoh!”Naomi spontan mengumpat pria di hadapannya. Memandang Arjuna dengan rasa kesal juga simpati. Meskipun baru mengenal pria itu sejak lima tahun lalu, Naomi cukup merasa Arjuna sosok yang perlu dikasihani. Kurangnya figur ayah, membuat pria itu sangat berbeda dengan kebanyakan pria yang dikenalnya. “What?”Tatapan menghardik tertuju pada gadis itu. Naomi tentu biasa saja, tidak seperti para pegawai mereka yang ditekan rasa takut saat berhadapan dengan Arjuna. “Aku pernah memperingatimu dari awal. Hubungan yang dimulai seperti itu, ya, akan berakhir seperti ini. Akhirnya kalianlah yang tersakiti. Terlebih kau punya trauma tentang sebuah hubungan. Kau punya trust issue, bahwa hubungan pernikahan tak akan membuatmu bahagia.”“Aku sudah meyakinkan diriku! Aku berusaha membuka hati dan belajar mencintai Anjani. Namun, masalah silih berganti yang aku pun tak tahu mengapa terjadi.” “Itu karena ambisimu untuk menghancurkan Rama masih kuat! Kau melibatkan seseorang yang seharusn
“Aku tak bisa, Kayla. Kau tahu bahwa aku sudah menikah?” “Persetan dengan hubungan pernikahan kalian!” seru Kayla dengan kalimat sarkas. Sinar matanya berkilat, bibirnya bergetar, alisnya mengangkat. Kayla benar-benar murka. “Kau pikir aku tidak tahu bahwa hubungan kalian hanya sandiwara?” sambungnya kemudian. Mata Arjuna membulat, jemari yang tengah bermain cangkir, tiba-tiba terhenti. Ia menelan ludah. Di detik berikutnya suara gelak tawa terdengar menakutkan, Kayla tertawa melihat reaksi Arjuna yang begitu berlebihan. “Reaksimu sangat berlebihan, Arjuna!” Kayla memandang wajah pria dihadapannya yang mengeluarkan sedikit air keringat di pelipisnya. “Kau tidak benar-benar sedang bersandiwara seperti yang ada di drama korea, ‘kan?” telisik Kayla sambil mengambil sumpit di meja itu. Pandangan Kayla masih tertuju pada pria itu dan disaat yang sama, sesumpit nasi masuk ke dalam mulutnya. Arjuna berdeham, menetralisir kegugupannya, ternyata Kayla hanya sembarang berucap.
“Nek, seandainya Arjuna tak pernah menikah denganku—apakah dia akan tetap ada di posisinya saat ini?” Dahi Nirwasita mengernyit. “Maksudku—mendapatkan segala apa yang dia inginkan?”Sejenak wanita itu termangu. Disaat berikutnya, Nirwasita tersenyum. “Arjuna berhak atas apa yang kumiliki, termasuk hidup Nenek ini,” terang wanita itu dengan nada getir. Anjani terpegun. Mendengar nada getir yang terucap dari bibir wanita itu, membuat hati Anjani kembali melunak. Rasa iba untuk tidak meninggalkan sang suami kembali memenuhi ruang otaknya. Kerap kali ia berpikir bahwa Arjuna hanya pria malang yang dihancurkan oleh perceraian kedua orang tua. Serta memberi trauma yang cukup membekas. “Saat mendiang Sivaa membawa Arjuna pergi dari rumah … sejak itu pula Nenek kehilangan kontak dengan mereka. Mendiang Yudhistira cukup keras saat itu bahkan Nenek sendiri tak mengerti apa yang merasukinya hingga melarang Nenek berhubungan dengan Arjuna maupun mendiang ibunya.” Mata Nirwasita menerawang d