#MPSPart 39 Sah"Alhamdulillah .... " Ucap serentak para tamu undangan yang hadir usai ijab qobul dilakukan.Resmi sudah status jandaku hilang. Dan kini aku sah menjadi istri dari mas Abdullah. Meskipun baru istri secara agama. Namun setelah ini, aku dan mas Abdullah akan bersegera mengurus syarat-syarat guna meresmikan pernikahan kami secara negara. Tentunya dengan bantuan dari abah. Dari acara akad hingga sekarang pada akhir acara, semua berjalan lancar. Kekhawatiranku tentang apa yang bu Joko katakan sebelumnya sirnalah sudah. Aku pun bisa bernafas lega. "Kok aneh ya? " Kata bu Joko sedikit merapatkan tempat duduknya di dekatku. Posisinya yang berada di belakangku kini semakin dekat, bahkan setiap hembusan nafas bu Joko aku bisa mendegarnya. Ah, walaupun agak risih dibuatnya. Ya, sejak tadi sore bu Joko sudah sibuk ikut membantu di rumah ini bersama ibu-ibu yang lain. Entah apa tujuannya, karena mengingat bu Joko bukan termasuk kerabat atau pun tetangga dekat. Tapi apapun itu,
t#MPS Part 40 Penyesalan mas Arga "Maksud kamu apa, sih? " Preti semakin terlihat sewot dengan perkataanku barusan. Bagus. Umi pun akhirnya kembali dengan membawa dua kantong plastik bening yang berisikan beberapa nasi kotak sama persis dengan yang dibagikan kepada para tamu undangan yang hadir tadi. Umi menyerahkan kantong plastik tersebut pada mas Arga. "Bawa ini. Bagikan juga pada Tama dan keluargamu yang lainnya," pesan umi."Terima kasih, Mi," ucap mas Arga lirih. "Terima kasih ya Bu Hamdan, " kata bu Darmi yang hendak berpamitan untuk pulang disertai senyum sumringahnya setelah mendapat apa yang mereka inginkan. Preti pun beranjak dari duduknya, mengikuti bu Darmi yang berjalan kearah pulang. Tanpa basa-basi berucap terima kasih, yang sebenarnya membuatku hatiku semakin gedeg. Huh, terbuat dari apa hati wanita itu. Namun tidak dengan mas Arga. Ia hanya diam mematung di posisinya, tidak mengikuti langkah ibunya yang sudah beberapa langkah mendahuluinya. "Mas?" Preti meman
#MPS Part 41 Rumah Sakit Tiga bulan berlalu. Dan benar, selama tiga bulan ini aku tak pernah mendengar diriku ataupun keluargaku menjadi bahan gosip dari ibu-ibu kampung. Begitu juga dengan mas Arga, ia tak lagi mengusikku, bahkan sekedar mengirimiku sebuah pesan pun tidak. Ya, setelah menikah, aku dan mas Abdullah menempati rumah yang ku jadikan toko sebelumnya. Dan mas Abdullah juga merenovasinya dengan menambahkan ruang di bagian depan sebagai ganti toko tempatku berjualan. Tak hanya itu, banyak bagian dalam rumah yang ia perbaiki, termasuk ruang keluarga yang di tambah ukurannya dengan cara membongkar dinding ke samping rumah dan merenovasi bagian atap untuk dijadikan salah satunya ruang tidur Sofia dan Yusuf. Pada akhirnya, rumahku menjadi dua lantai. Yusuf sendiri sudah berani tidur sendiri, tapi tidak dengan adiknya, Sofia. Karena usianya masih balita ia sering tidur bersamaku. Tokk!! Tokk!! Tokk!!"Mbak Fira, Assalamualaikum, Mbak!"Sebuah ketukan pintu disertai salam d
#MPS Part 42 Operasi CaesarKu hampiri Preti yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Dengan usaha yang keras, Preti mencoba membuka suaranya kembali untuk berbicara padaku. Mungkin efek dari sejak kemarin yang memaksanya harus mengeluarkan banyak tenaga hingga membuat keadaannya seperti ini sekarang. "Maafkan aku," ucap Preti lemah. Ku raih tangannya. Ku usap lembut bagian punggung telapak tangannya dan ku dekatkan wajahku ke wajahnya. "Aku maafkan kamu, Pret. Kamu harus kuat, harus," kataku setengah berbisik padanya. Entahlah perasaan apa yang ada dalam hatiku saat ini, yang jelas aku dan Preti seakan seperti sahabat yang sangat dekat. Preti tersenyum padaku. "Terima kasih," katanya lagi. Sore ini adalah jadwal Preti operasi caesar. Aku dan mas Abdullah memutuskan untuk ikut menungguinya. Kata suamiku, Preti akan membutuhkanku tetap di dekatnya. Meski bagiku perkataan mas Abdullah tak masuk akal, karena mengingat permasalahan diantara kami dimasa lalu. "Dia akan me
"Kita ke rumah abah dulu, yuk." Bukannya menjawab mas Abdullah malah berlalu meninggalkanku. Membuatku jadi kepikiran saja. Ku lihat ponselku berharap ada petunjuk atau apapun dari hal yang dimaksudkan suamiku. Karena biasanya jika ada berita kematian atau apapun itu, di group keluarga pasti sudah ada pemberitahuan. Ku buka chat group keluarga yang sudah ada beberapa pesan di dalamnya, ternyata .... Tidak ada pesan yang menyangkut dengan apa yang dimaksudkan mas Abdullah. ***"Assalamualaikum. " Ku ucap salam ketika memasuki rumah abah dan umi yang masih terbuka. "Waalaikumussalam Warrohmatulloh, abah di dalam, ayo masuk," kata umi yang menyambut kedatangan kami. Aku, Yusuf dan mas Abdullah pun mengikuti langkah umi untuk ke ruang tengah. Ternyata sudah ada mas Sholeh beserta keluarga kecilnya yang sedang bermain dengan Sofia. "Sebenarnya ada apa, sih? Bikin penasaran aja, mana mas Abdullah nggak mau ngasih tahu lagi," kataku sembari duduk di sofa. Mas Abdullah ikut duduk di seb
Setelah pulang dari rumah mas Arga, aku dan mas Abdullah memutuskan untuk sekalian menginap di rumah abah dan umi. Begitu juga dengan mas Sholeh dan mbak Lita, mereka ikut membersamai kami."Huuek, huek, huek." Lagi dan lagi, sama halnya dengan beberapa hari sebelumnya, hampir setiap pagi aku merasa mual, terkadang pusing ringan pun ikut ku rasakan. "Duduk dulu Fir. " Mbak Lita menuntunku duduk di kursi meja makan. Terpaksa ku letakkan pisau yang tadinya akan ku buat untuk memotong sayuran. "Kamu hamil ya?" tanya mbak Lita yang duduk di sebelahku. Ku kerutkan dahiku padanya. Tak menyangka pertanyaan seperti itu ia lontarkan padaku, mengingat usiaku yang sudah berkepala tiga. "Umi?" mbak Lita memanggil umi yang baru saja muncul dari teras belakang. "Mi, lihat deh, Fira kayaknga hamil, " kata mbak Lita saat umi berjalan mendekati kami. Ah, ada apa dengan kakak iparku ini, mendengar jawabanku saja belum, kenapa ia sudah heboh b
#MPS #GNPart 45 Kejadian saat aqiqoh"Terima kasih sayang melalu kamu Allah melengkapi kebahagiaanku," kata mas Abdullah di suatu malam. Lalu memelukku kembali. Dalam dekapan suamiku, aku tersenyum manis untuknya. Aku semakin bersyukur memiliki suami seperti mas Abdullah yang memperlakukanku bagaikan ratu yang sesungguhnya. Kehamilan ini pula lah yang juga menyadarkanku bahwa ternyata kebahagiaan setiap pasangan salah satunya berasal dari adanya sebuah keturunan. Apalagi diusiaku yang tak lagi muda, ini semua adalah karunia juga berkah dari sang pemilik hidup. Ah, beruntungnya diriku. ***Tujuh hari setelah melahirkan hari ini akan diadakannya acara aqiqah untuk anak pertama yang ku lahirkan. Ya, di dampingi mas Abdullah sepekan yang lalu aku memasuki ruang bersalin disaat hampir semua orang terlelap dalam tidurnya. Beruntungnya selama masa kehamilan aku dan kandunganku baik-baik saja karena itulah aku tak perlu jauh-jauh ke rumah sakit dan cukup melahirkan di bidan yang tak jauh
#MPS #GNPart 46 Petunjuk Dengan bantuan mas Abdullah aku pun ia bawa kembali ke dalam kamar. Ia juga meminta mbak Lita menemaniku meski masih mengendong anak keduanya, Fatia yang lahir tiga bulan lebih dulu dari Alsa. Dengan terpaksa pun abah menunda acara aqiqah hari ini. Ia dibantu dengan pakde Rudi akan mencoba mencari hilangnya Alsa yang menurut perkiraan belum lama karena sebelumnya abah sempat melihat Alsa masih di tempatnya. Meski acara ditunda namun umi memutuskan untuk membagikan semua makanan yang bakal jadi hidangan kepada para tetangga yang sudah terlanjur datang. Agar tak mubazir katanya. Setelah para tetangga sudah pulang, umi lantas menemaniku yang masih terbaring lemas di atas kasur. Meski tak lagi terisak, namun sesekali mata ini masih saja meneteskan air mata kala teringat bayangan wajah bayiku yang mungil yang masih terbalut kain bedong. Hari sudah hampir menjelang siang. Dan pencarian pun masih terus dilakukan tetapi belum juga ada kabar dari mas Abdullah mau