Sepanjang malam Duke Cristin berdiri di balkom sembari menyilangkan kedua tangannya di belakang punggungnya. Semua yang di alami oleh Viola karena semua kesalahannya. Memilih melihat dan menjaga dari jauh karena ia tidak mampu berhadapan langsung dengan Viola.
"Tuan." Duke Cristin sedikit menoleh, kemudian melihat matahari yang mulai nampak memancarkan cahaya keemasannya.
Sudah pagi, itu artinya sebentar lagi dia sudah berangkat.
"Saya sudah menyiapkan semuanya."
Duke Cristin memutar tubuhnya. "Apa kamu sudah tahu? Apa yang harus kamu lakukan?!"
"Iya Tuan,"
"Semuanya sudah siap Tuan," ujar Kesatria Luis.
"Tunggulah di luar, aku akan segera menyusul kalian." Perintah Duke Cristin.
Selang beberapa saat, Duke Cristin telah bersiap-siap. Dia pun turun dan melihat Eryk di tangga terakhir. "Ayah, ayah mau kemana?"
"Eryk, maaf Ayah ada urusan di luar."
"Duke mau kemana?" Sambar Duchess Lilliana yang tiba-tiba muncul dari
"Apa yang ingin kamu lakukan? Kamu jangan memaksanya dan membuat Viola tahu semuanya."Duke Cristin tak ingin mengambil resiko. Lebih baik dia melihat dari jauh dari pada harus kehilangan mereka kembali."Dia akan datang sebagai pelayan yang membantu nyonya, sesuai permintaan Baginda, tapi kali ini. Bagaimana kalau kita merekayasa? Saya akan menyuruh Emma pura-pura pingsan, seperti rencana awal, tapi kali ini. Kita jangan menggunakan Emma menjadi pelayan tapi memiliki seorang bisnis. Dengan begitu, semuanya akan sesuai dengan rencana Tuan. Kita hanya perlu melakukan rencana berikutnya yaitu membuat Nyonya ikut ke kota dan bersama Emma. Tuan bisa lebih leluasa bertemu dengan kedua putra Tuan," ujar Kesatria Luis. Kali ini rencana yang awalnya mereka susun. Harus ia susun kembali untuk mempermudahkan majikannya menemui ke dua buah hatinya."Duke Cristin tersenyum, ia bangga memiliki bawahan seperti Kesatria Luis. Tidak sia-sia menjadikan Kesatria untuk kedia
Seminggu telah berlalu, Emma sangat antusias dan siap siaga menjaga dua baby boy sang majikan. Rencananya sangat lancar tanpa hambatan apapun, dengan mudahnya sang majikan mempercayainya, bahkan menganggapnya seperti kelurga.Kali ini dia akan mengutarakan maksudnya dan tujuannya, dia ingin membawa Viola dan pelayannya ke kota bersamanya. Rasanya dia sudah cukup meyakinkan mereka."Nyonya!""Jangan panggil aku Nyonya, panggil saja aku kakak," ujar Viola. Sudah berulang kali dia mengatakan pada Emma agar memanggilnya kakak, bukan embel-embel nyonya.Emma merasa tak nyaman, mana mungkin dia memanggil majikannya dengan sebutan kakak. Duke Cristin pasti memenggal kepalanya."Begini nyonya, saya ingin membawa nyonya ke kota dan Mia. Anggap saja sebagai balas budi dan nyonya sudah menganggap saya sebagai saudaranya nyonya, saya kesepian di kota nyonya," ujar Emma. Dia pura-pura menangis dan meng
Di rasa sudah tenang, Duke Cristin meletakkan baby Jasper ke keranjang bayi itu. Dia mengayunkan dengan pelan dan melihat mata itu mulai terpenjam. Duke Cristin mendekat, dia memberikan kecupan terindahnya di dahi sang putra.Melihat kedua putranya kembali tidur, Duke Cristin memejamkan matanya seraya menguap.Duke Cristin merenggangkan otot-otot tubuhnya, kemudian menaiki ranjang Viola. Dia menarik selimut itu sampai ke dadanya, lalu melingkarkan tangan kanannya ke perut Viola. menyandarkan kepalanya ke bahu Viola.Aroma mawar yang menenangkan, dia sangat suka aroma itu dan perlahan kedua matanya terpenjam.Di tempat lain.Duchess tak bisa tidur, dia memilih keluar untuk mengurangi beban pikirannya yang terus saja memikirkan Duke Cristin yang tidak pulang. Dia khawatir dan gelisah, takut terjadi sesuatu pada suaminya itu."Aku ingin ke kota. Siapkan kereta!" Perintah Duchess Lilliana. Sudah cukup dia melihat taman bunga di depan dan samping r
Benarkah? Benarkah? Benarkah?Pikiran Duchess Lilliana semakin kacau, mengusap bibirnya yang gemetar, air matanya mengalir tanpa memikirkan waktu. Perkataan Duke Aland menembus ulu hatinya. Beberapa pertanyaan tentang dirinya sendiri mulai berputar di otaknya."Apa aku egois? Tapi, aku, aku hanya ingin mempertahankan apa yang jadi milik ku."Duchess Lilliana membalikkan tubuhnya, dia melangkah dan kemudian berbalik lagi. Seolah kaki tak pernah lelah melangkah mondar-mandir."Apa aku salah? Apa aku egois? Apa aku harus iklas. Duke, suami ku sendiri bersikap acuh pada ku dan sahabat ku, dia memutuskan hubungannya dengan ku karena aku egois.""Aku salah, aku salah."Duchess Lilliana menghapus air matanya. "Apa aku suruh saja Viola pulang? Apa dengan begitu mereka akan memaafkan ku."Duchess Lilliana membuka pintu kamarnya, dia bertanya pada pelayan yang berjaga di luar. "Apa Duke sudah pulang?""Belum nyonya."
"Ayah!" Teriak Anak kecil. Dia berlari menuruni tangga, tidak sabar ingin mengatakan kondisi tentang sang ibu."Ayah! Ayah dari mana saja? Ibu, Ayah... " Eryk menunduk, sudah berhari-hari ibunya bagaikan mayat hidup."Ada apa dengan ibu mu?" Tanya Duke Cristin. Sejak meninggalkan Viola, dia sering berhenti di penginapan atau Restaurant karena malas untuk pulang. Hatinya tidak rela berpisah dengan Viola. Ia ingin kembali, namun keadaan tidak memungkinkan."Sebenarnya ada apa?"Eryk mulai menceritakan semuanya, Duke Cristin merasa bersalah sudah meninggalkan istrinya terlalu lama. "Ayo! Ayah akan menemui ibu mu."Eryk menggenggam tangan Duke Cristin. Kedua laki-laki berbeda umur itu mulai menaiki tangga. Sampai di kamar Duchess Lilliana. Duke Cristin membuka pintu itu, memasuki kamar yang sudah lama tidak ia pijaki."Duchess! Ada apa dengan mu?"Duke Cristin duduk di sisi ranjang. Ia mengelus pipi Duchess Lilliana, membuat s
Argh!!!Duke Cristin menjambak rambutnya dengan kasar. Marah, kecewa, sedih, semuanya campur aduk di hatinya. Ia seperti orang bodoh yang berjalan kaki di tengah malam, semua hidupnya hancur. Benar hancur, bahkan tidak tersisa.Duke Cristin terduduk di tanah, semuanya terasa seperti racun yang perlahan membuat tubuhnya tidak berdaya. Desiran angin malam menghembus tubuhnya."Aku benci semua ini."Selama ini Duchess telah mempermainkannya dengan Viola. Ia berjanji, tidak akan memaafkannya. Karena wanita itu, ia kehilangan seorang wanita yang berharga."Ini semua salahnya, aku membenci."Kesatria Luis memejamkan matanya, ia lebih memilih kemarahan Duke daripada melihat tangisannya."Tidak, Tuan. Jangan membenci Duchess. Sepertinya Duchess menyesalinya.""Menyesal tidak ada artinya, apa dia bisa mengembalikan Viola dan kedua putra ku?" Duke Cristin meremas tanah di hadapannya. "Dia tidak bisa, wanita yang selama ini aku bangga
Waktu terus mengalir, Viola menjalankan hari-harinya dengan penuh warna. Walaupun ada sekelibat warna hitam di hatinya.Viola menjalankan hari-harinya dengan menjadi ibu rumah tangga sekaligus sebagai seorang ayah untuk kedua putranya. Namun anehnya, ia selalu merasa Duke Cristin berada di dekatnya. Walaupun rasanya tidak mungkin."Nyonya."Milea mendekat, tidak mudah bagi majikannya menerima semuanya. Hatinya, ia merasa bersalah pada Viola yang tidak menceritakan semuanya.Apa aku ceritakan saja padanya, tapi bagaimana kalau Nyonya merasa bersalah."Apa nyonya merasa sedih atau merindukan..""Aku boleh jujur,"Milea mengangguk yakin, matanya menatap kedua mata Viola yang berkaca-kaca."Aku merindukannya."Milea melirik dengan wajah menunduk, hatinya seperti di tusuk. Majikannya merindukan Duke, bagaimana jika keb
Detak jantungnya seperti gendrang, dadanya naik turun, nafasnya terasa panas, seperti sebuah benda panas yang menghantam."Du-duke."Laki-laki yang pernah ia cintai, pernah melalui bersama, manisnya kehidupan dan pahitnya kehidupan.Seorang laki-laki yang mencintai wanita lain, tapi melibatkan kehidupannya. Seolah kehidupannya tidak berarti apa-apa.Setiap langkahnya mendekat, ada desiran aneh di hatinya."Vio.... "Duke Cristin semakin mendekat, ia merasakan keterkejutan, kekecewaan dan kesedihan yang mendalam."Vioo..."Duke Cristin menatap tangan yang meremas kain pembungkus tubuh bayi mungil di tangannya."Apa yang kamu lakukan Vio?"Seketika Viola tersadar, karena merasakan debaran hebat, tanpa ia sadari tangannya meremas kain pembungkus Javier.Viola memalingkan wajahnya, ia belum sanggup menerima semuanya. "Ini mimpi," ujarnya dengan bibir yang bergetar."Dia tidak ada di sini."