"Boleh aku duduk di sini?"
Gadis itu datang. Dengan rambut merah gelap dan mata hitam pekatnya, gadis itu telah memperdaya Helio kecil sejak perjumpaan pertama mereka. Helio menatap wajah gadis yang samar karena sinar matahari yang menyorot tepat ke arah matanya. Meski ia mengerjap ratusan kali, ia tetap tidak bisa melihat wajah itu. Ia hanya mengangguk, lalu kembali menatap pelabuhan yang mulai ramai tanpa berniat merubah posisinya sedikit pun. Helio bisa merasakan gadis itu sedang melakukan sesuatu. "Apa yang kau lakukan?" "Hm ... hidup.""Hidup?" Gadis itu mengangguk. "Aku ingin hidup." "Bukankah kauTerima kasih atas dukungannya untuk SoFG 😊
"Kali ini, aku amat sangat memohon kerja samamu untuk tidak menghancurkan rencana kita lagi, Al," ucap Cleon satu sore dengan ekpresi wajah kecut. Aldephie mengangguk dan menunduk. Penyesalankah yang kini menggerayangi hatinya? Entahlah, dia sendiri tidak mampu menerjemahkan kondisi perasannya yang aneh dan naik-turun begitu saja. Sudah hampir sebulan sejak rencana pelarian pertama mereka yang menghasilkan bonyok di wajah Cleon berakhir gagal. Hingga saat ini, berkat bantuan Cleon, Aldephie tetap berhasil menyamar sebagai Helen—pelayan yang bajunya sempat dicuri dulu—dengan memberikan Helen cuti selama satu bulan untuk kembali ke rumah orang tuanya yang kebetulan sedang sakit dan memberinya uang lebih untuk membayar pengobatan orang tuanya. Agar tidak dicurigai, Aldephie menggunakan lensa k
"Karena aku tidak suka kesempurnaan." Helio melongo mendengar ucapan Anastazja. Beberapa menit yang lalu, ia dan Anastazja sepakat untuk menceritakan mengenai diri mereka masing-masing. Sayangnya, mereka terlalu bingung dan tidak mengerti bagaimana memulai sebuah pengakuan itu sendiri. Hingga akhirnya tercetuslah dengan melalui media truth or dare. Giliran pertama adalah Helio yang memilih dare ketika pertanyaan yang diajukan lebih memilih memancing atau bersepeda. Helio tidak bisa memilih salah satu karena memang ia suka dengan kegiatan alam. Ia akhirnya memilih dare dan bercerita mengenai hal menyeramkan apa yang ia alami selama ia tinggal di pondok. Helio bercerita mengenai sebuah ruangan aneh yang berada di balik batu air terjun mini belakang pondok. Anastazja awalnya mengira Helio hanya menakut-na
Aldephie segera mendorong meja saji dorongnya memasuki kamar Cleon. Setelah memastikan pintu tertutup dengan rapat, ia membuka cadarnya, lalu mengambil sesuatu dari dalam kantong apronnya. Cleon menerima pemberian Aldephie. Sebuah barang kecil yang digunakan untuk merekam suara. Beberapa hari yang lalu, Cleon meminta Aldephie untuk menyelinap ke ruang kerja Cesar dan menempelkan alat berbentuk bulat menyerupai logam magnet itu di salah satu barang apa pun yang ada di sana. "Kau melakukan tugasmu dengan baik, Al," puji Cleon sambil mengacungkan jempolnya. Mendengar perkataan Cleon, Aldephie seolah terbang, membumbung menembus awan. Bagaimana tidak? Ini Cleon. Benar! Cleon yang memujinya! Pria paling sempurna dalam hidup Aldephie yang suram dan menyedihkan. Saat itu, baginya tidak masalah dia harus melaj
"Aku ingin jadi pelukis, tapi sepertinya mimpi itu hanya akan terendam menjadi binasa." Sebait ucapan Anastazja pada Cleon saat Cleon baru saja memasuki tahun pertama kuliah. Cleon sudah tahu bakatnya sejak lama, jadi tentu saja Anastazja tidak akan ragu menceritakannya pada Cleon. Ia tahu bahwa Cleon tidak akan menertawainya. Benar, Cleon tidak akan tertawa mendengar impiannya sekonyol apa pun kedengarannya. "Aku suka lukisanmu. Kupikir, itu memang kau. Maksudku hangat, menenangkan, indah, dan ramah." "Argh, kau harus tahu bagaimana teman-teman kelasku memanggilku. Black Boo. Tidak ada sesuatu yang terasa hangat, indah, dan apalah yang tadi kau bilang dengan dua kata itu," ungkap Anastazja merasa kesal, tetapi ia tidak bisa melakukan apa pun. "Lalu, apa
Wangi rempah-rempah yang memenuhi ruangan, juga ikut memenuhi tiap inci indera penciuman Helio. Bunyi makanan yang sedang digoreng seolah merapal kerinduan akan kampung halaman. Helio membuka matanya perlahan. Mendapati dirinya terbaring tak berdaya di sofa dengan selimut dan kompresan handuk masih bertengger cantik di keningnya. Tenggorokannya sakit. Ia mencoba berdeham untuk memperbaiki suaranya yang tidak keluar sebelumnya, tetapi tetap saja hanya suara serak seperti ada sesuatu yang menyumbat kerongkongannya. "Kau sudah bangun? Jangan memaksakan dirimu untuk bicara. Sepertinya kaumengalami radang tenggorokan," ucap Anastazja mematikan kompor, lalu menghampiri Helio. Setelahnya, ia menyodorkan sebuah minuman yang berwarna kuning cerah ke arah Helio. "Itu ekstrak jahe dan jeruk nipis. Saat aku flu da
Agenda pertemuan sudah selesai tepat sepuluh menit yang lalu, tetapi semua peserta sangat betah duduk di bangkunya masing-masing sembari sibuk dengan catatannya masing-masing. "Bagaimana kita sudahi saja?" ucap Cerberus yang mulai jenuh menunggu. Pasalnya, ia memang tidak mencatat apa pun. Dragon tidak memberinya tugas yang harus sampai ia catat karena tidak ada yang berbeda dari tugas-tugas dia sebelum ini. "Silakan kau duluan, Cerberus. Aku masih memiliki hal-hal yang harus kucatatkan dalam kertas-kertas ini," ucap Phoenix kembali tenggelam dalam tumpukan kertasnya. "Kita sudah tiga hari menggelar pertemuan ini. Apa kalian tidak bosan, huh?" "Bagaimana aku bisa bosan bila pekerjaan ini terlalu menyita waktuku?" Kali ini Kraken ikut menimpali.
Anastazja terdiam menelan ludah. Mendengar cerita Helio barusan, rasanya seolah Anastazjalah yang berperan sebagai Cerberus di sana. Entah karena ia pernah menemuinya, atau karena ia adalah salah satu klan Alastor, klan asal Cerberus. Tubuhnya terus menegang tiap kali Helio menyebut nama Cerberus dari bibirnya. Entah apa alasannya, tetapi ia merasa ada sedikit rasa marah yang terpendam dari Helio. Setitik amarah yang tidak bisa Helio sembunyikan dari kedua mata Anastazja. Anastazja merasa penasaran. Apa yang membuat Helio si Manusia Santai begitu marah? Apa memang ini ada hubungannya dengan Cerberus? Kalau begitu, semua kekacauan yang terjadi, termasuk Black Blood adalah ulah Cerberus sendiri? "Kau ...," potong Anastazja ragu-ragu. Namun, Helio segera menghentikan bicaranya dan mendengarkan Anastazja.
Mengetahui Cesar memasuki kamarnya tiba-tiba, Cleon segera menutup buku bersampul hijau yang hampir selesai dibacanya selama sebulan ini. Wajah Cesar menyorotkan api kemarahan. Sama seperti kali terakhir mereka bertemu. Wajahnya menghitam seolah hangus oleh kobaran amarah. "Ada apa gerangan engkau kemari wahai Kakak?" ucap Cleon mendramatisir keadaan. Kedua mata Cesar melotot. Mengisyaratkan bahwa rencananya untuk memboikot penobatan Cleon gagal. Tentu saja! Karena Cleon telah mengirim Vahmir untuk menyelesaikan segalanya. Apa Cesar pikir Cleon hanya berpangku tangan? Ha! Jangan mimpi! Mulai sekarang dan selanjutnya, Cleon tidak akan lagi diam jika diinjak-injak olehnya. Dia telah memupuskan segala harap dan doa akan keakrabannya dengan sang kakak. Namun, sepertinya sang kakak tidak begitu senang memil