Sebelum pria itu menjawab siapa pelaku sebenarnya yang menabrak Dinara dan Nyonya Dena, petugas polisi telah datang lebih dulu untuk memberitahu Dimas bahwa jenguk sudah habis dan Dimas harus segera keluar karena pria tersebut akan melakukan serangkaian pemeriksaan kesehatan lainnya apakah pria tersebut mabuk atau fly akibat narkoba. Terpaksa dengan kesal Dimas segera pergi dari ruang tersebut dengan membawa kekecewaan, tapi sejak awal, Dimas sudah mencurigai Sandra a. Dimas jauh lebih mengenal dan mengetahui sikap Sandra dibanding Arka sendiri yang sudah buta akibat dimabuk cinta. Sebelum insiden satu malam itu, Dimas sudah tau kalau Sandra tidak mencintai Arka, Sandra tergila-gila pada karir modelnya dan rela meninggalkan Arka, namun Sandra juga cukup pintar, Sandra tidak ingin rugi dengan melepaskan Arka begitu saja, oleh sebab itu, sebelum Sandra pergi ke Jerman, Sandra meminta agar Arka melamarnya dan akhirnya mereka bertunangan.Dan setelah karirnya gagal, Sandra kembali ke Ind
“Kalau kamu tau, sebaiknya kamu tutup mulut. Jangan cari gara-gara sama saya karena kamu tidak sebanding dengan saya. Jika kamu berani melapor, saya akan menarik kamu bersama saya. Kamu tidak hanya akan dibenci Dinara tapi juga akan masuk penjara. Lalu, Arka pasti akan membunuh kamu,” sahut Sandra mengancam Hardiansyah sebelum Hardiansyah mengancamnya lebih dulu. “Oh ya? Saya tidak percaya. Bagaimana jika saya melaporkan hal ini pada suami anda? Mungkin suami anda akan menceraikan anda. Dia tidak benar-benar mencintai anda. Lagi pula saya tidak muluk-muluk, saya cuman mau kalau anda membantu saya untuk saya bisa membawa Dinara pergi dengan membuat Dinara membenci suami anda.” Tegas Hardiansyah pada Sandra a. Dinara dibawa ke dalam ruangan pemeriksaan khusus untuk melakukan Magnetic resonance imaging (MRI), pemeriksaan organ tubuh yang dilakukan dengan menggunakan teknologi magnet dan gelombang radio. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendapatkan hasil gambar orga
Arka kembali ke dalam ruang rawat Dinara dan Nyonya Dena. Arka juga menjelaskan hasil pemeriksaan Dinara dan juga Nyonya Dena. Semua orang menatap sedih dan iba Dinara yang kondisinya sangat tidak baik dan sudah pasti Dinara juga merasakan kalau tubuhnya tidak enak. “Mama sama Dinara akan berada di sini selama 3 hari lagi, tapi untuk mama, kalau mama bosen mama uda bisa pulang. Minta Sandra menemani mama di rumah jika papa harus pergi bekerja. Kata dokter, baik mama atau Dinara, lebih baik banyak istirahat agar lekas pulih. Setelah 3 hari ini, Dinara baru akan mulai melatih ototnya untuk bergerak dan berjalan. Sementara itu papa dan mama Dinara boleh pulang isirahat. Papa juga bisa pulang.” Arka memberi perintah. “Sandra a, pulanglah sebentar ya. Tolong kamu siapkan dan bawakan pakaian ganti Dinara dan juga Mama.” Sengaja Arka yang perasaannya kini campur aduk menyuruh Sandra pulang agar setelah Sandra pulang, Arka akan menghubungi Dimas dan menyuruh Dimas meng
“Silakan saja, Nona. Lagi pula, Tuan Arka yang suruh saya untuk menahan anda di rumah. Jika ingin protes, anda bisa lakukan nanti pada Tuan jika Tuan sudah pulang.” Dimas tersenyum puas. “Apa? Tidak mungkin, kamu pasti bohong. Sekarang, telepon Arka, aku ingin mendengar jika memang Arka yang merencanakan ini semua. Kalian tidak masuk akal. Entah apa yang ingin kalian lakukan.” Berontak Sandra masih tidak percaya dan terima. “Baik, dengarkan tanpa suara.” Dimas mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi Arka. Pada deringan pertama, Arka sudah menjawab teleponnya dan Dimas segera menyalakan loudspeaker ponselnya. “Tuan, Nona sudah saya tahan. Apa anda mau pulang sekarang atau haruskah saya melakukan sesuatu pada Nona? Kalau anda sibuk, saya bisa mengerjakan sesuai dengan perintah anda.” Dimas menatap mengejek Sandra yang terlihat penasaran dan juga gugup. “Sebentar lagi saya pulang. Kamu tunggu saja di sana.” Arka memutus sambungan telepon. Di rumah sakit. Kedua orang tua Dinara suda
“Apa? Kenapa? Bagaimana bisa?” Arka sangat terkejut mendengar pemberitahuan papanya tentang Dinara hingga Dimas dan Sandra menatap Arka penasaran. Setelah itu Arka langsung menutup teleponnya dan menatap tajam Sandra a. “Mari kita selesaikan dan jangan mengulur waktu lagi. Lebih baik kamu jujur sekarang atau jika nanti aku mendapat bukti lagi, kamu akan masuk ke dalam penjara dan orang-orang akan mengejek kamu. Karir otumatis akan hancur. Apa kamu mau itu? Setidaknya jika kamu jujur sekarang, aku tidak akan sampai melaporkan kamu ke kantor polisi. Jujur saja, kamu kan yang menabrak meraka dan kamu menargetkan Dinara hingga akhirnya anakku menjadi korban?” Arka kehilangan kewarasannya. Arka mencengkram kasar dagu Sandra dan menatapnya tajam seolah Arka hendak mencabik tubuh Sandra a. Sayangnya Sandra tidak terlihat takut sama sekali. Sandra malah terlihat marah dan membenc sikap Arka padanya ini. Sebelumnya Arka sama sekali tidak pernah bersikap kasar padanya wa
Sesampainya di bandara kota Bangkok, Thailand. Hardiansyah memimpin jalan dengan membawa Dinara menggunakan kursi roda menuju rumah sewa mereka untuk mereka menyimpan barang-barang mereka lebih dulu untuk setelahnya mereka menuju rumah sakit. Kali ini kedua orang tua Dinara mengharapkan dan mengandalkan Hardiansyah untuk membimbing jalan mereka dan juga melindungi Dinara. Kini Dinara dan yang lain sudah berada di rumah sakit dan mereka akan mengurus surat administrasi pendaftaran Dinara lebih dulu. Setelah selesai, Hardiansyah mendorong kursi roda Dinara melewati beberapa lorong menuju ruang dokter khusus syaraf dan diikuti oleh kedua orang tua Dinara. “Om, Tan, Hardi gak bisa lama di sini, mungkin lusa Hardi akan pulang ke Jakarta atau nanti pria gila itu akan curiga dan melacak Dinara. Tapi kalian tenang aja, sebisa mungkin dan secepat mungkin Hardi akan melindungi kalian. Aku akan rahasiakan keberadaan kalian sampai tidak ada seorang pun yang tau kalau kalia
Dinara terlihat sangat terkejut mendengar ucapan Hardiansyah barusan. Itu benar-benar sangat menakutkan. Apakah Arka ingin mencelakainya lagi setelah Dinara keguguran? Bayangan buruk nan menyeramkan kini terputar di kepala Dinara membuat Dinara mendadak merasa sakit kepala hingga Dinara harus dibawa kembali ke kamarnya padahal Dinara baru belajar berjalan selama 10 menit di lorong dekat kamar Dinara dengan diawasi oleh perawat. “Dinara, maaf aku buat kamu sakit lagi.” Hardiansyah merasa bersalah pada Dinara yang saat ini sedang diperiksa oleh dokter sedang Dinara tidak merespon sama sekali karena sibuk menahan rasa denyut di kepalanya. Setelah Dinara diperiksa dan diberi obat khusus sakit kepala, Dinara sudah terlihat lebih tenang. Dinara diam merenungkan dan memikirkan apa yang sedang Arka lakukan saat ini. Dinara selalu sangat marah ketika mengingat rekaman suara itu. Jika bisa, Dinara ingin membalas dendam pada Sandra dan juga Arka nanti. “Nis, ka
“Dia pikir dia bisa menipuku hah? Dasar bodoh,” ujar Arka ditujukan pada Hardiansyah setelah mereka berada di dalam pesawat pribadi milik keluarganya. “Untung aja tadi Pak Dimas ngasih tau sebelum kita berangkat, Tuan. Kalau tidak, kita pasti akan benar-benar terjebak. Tapi, ngapain si bodoh itu ke Singapura?” Sahut Dimas memberi reaksi pada Arka yang terlihat tengah bersantai bermain ponsel. Sesampainya mereka di bandara, mereka segera melaju menuju rumah sakit tempat teman Arka bertugas. Sayangnya ternyata Arka terlambat karena Dinara sudah keluar dari rumah sakit pagi tadi, tepatnya 2 jam yang lalu. Terpaksa Arka dan Dimas harus bekerja keras lagi untuk mencari mereka tanpa alamat dan juga nomor ponsel karena tak satupun dari keluarga Dinara yang memakai nomor ponsel lama mereka. Sebelum pergi dari rumah sakit tadi, Hardiansyah menyuruh Dinara dan kedua orang tuanya untuk mengganti kartu telepon mereka dengan yang baru yang sudah Hardiansyah persi