"Sialnya nggak bisa, Lun."Kaluna spontan memundurkan badannya lebih jauh dari Cakra, dia tidak menyangka Cakra mengatakan kalimat itu. Sebuah kalimat yang tidak Kaluna sukai karena akan membuat ia kesal. Kaluna langsung mengubah posisinya menjadi menghadap pintu lift, matanya memandang lurus ke depan dan seolah tidak mempedulikan keadaan Cakra. Cakra menghela napas keras seolah mencari perhatian dari Kaluna, "Kenapa? Kamu nggak suka aku nggak bisa lupain kamu?""Kamu suami orang, Cakra ... kamu harusnya malu ngomong kaya gitu," ucap Kaluna ketus sambil menyilangkan kedua tangan di dada dan terus melihat ke depan. Kaluna mamaki di dalam hati karena lift yang ia tumpangi terasa sangat lambat. Ia sudah tidak nyaman berada di sana, ia ingin pergi secepatnya dari sana meninggalkan Cakra. "Iya, harusnya aku malu. Aku harusnya malu masih ingat sama kamu padahal aku sudah menikah." Tanpa sadar Cakra melihat cincin pernihakan miliknya yang melingkar di jari manis tangannya. Cincin itu sang
"Satu chicken parmigiana, tiga barbeque lamb chop, dua caecar salad dan tiga cream chiken soup," teriak Kaluna sambil menempelkan kertas pesanan di papan khusu menu."Yes, chef!" teriakkan rekan sejawat Kaluna menggema di penjuru dapur.Panas kompor dengan cepat terasa menyengat ke wajah Kaluna, dentingan suara alat dapur saat memasak, memotong dan bahkan terjatuh dari tangan para koki membuat riuh suara di dapur.Dengan cekatan Kaluna memantau kualitas makanan yang keluar dan juga masuk. Sesekali ia mencicipi saus yang ditambahkan karena stoknya sudah habis. Kaluna juga beberapa kali melap ujung-ujung piring agar terlihat lebih bersih dan cantik.Tring ....Suara bel terdengar nyaring saat Kaluna menekannya, tak berapa lama datang salah satu waitres masuk ke jendela dapur. Satu-satunya jendela yang menghubungkan antara dapur dan ruangan makan restoran Moon. "Meja 24 dan meja 35, tolong jangan sampai salah karena meja 24 menggunkan kacang dan meja 35 tanpa kacang. Aku nggak mau kala
Tok ... tok ... tok ....Suara ketukan terdengar pelan dari pintu ruangan Raka. Raka spontan mengalihkan pandangannya dari berkas yang ada di meja ke arah pintu."Masuk," ucap Raka yang langsung melihat pintu ruanganny terbuka. Sepersekian detik kemudian Kaluna masuk ke dalam ruangannya."Maaf Pak, tadi rada lama karena ada beberapa hal yang harus saya bersihkan?" Dusta Kaluna karena ia tidak mungkin mengatakan kalau ia beradu argumen dengan Okhe perkara hubungan personalnya dengan Jonathan."Oke, masuk Kaluna ... sini duduk," pinta Raka sambil menunjuk kursi yang ada di depannya.Kaluna dengan patuh duduk di kursi itu dan melihat Raka yang sedang tersenyum pada dirinya, "Bapak manggil saya ada apa yah?" "Nggak ada apa-apa, saya cuman mau memastikan lagi, kamu yakin setelah kamu menikah dengan Jonathan kamu mau resign?" tanya Raka basa basi karena memang rencananya memang ia akan meminta Kaluna untuk mengundurkan diri dari Moon. Kaluna mengangguk, "Dari pada Bapak capek-capek nyuruh
Kaluna mencoba membuka kunci rumahnya saat tiba-tiba saja mendengar suara dering ponsel dari dalam tasnya. "Iya, Jo ... kenapa? Udah selesai acaranya?" tanya Kaluna sambil membuka pintu dan mengapit ponselnya di antara kuping dan leher."Udah, aku baru selesai acara. Capek banget dan lagi aku tadi ketemu untuk kedua kalinya sama artis yang bawelnya bukan main. Mana entah kenapa geli aku liat dia mepet-mepet ke aku," ungkap Jonathan dengan nada sura yang terdengar sangat lelah."Siapa?" tanya Kaluna singkat sambil menghentikan aktifitasnya. Rasanya kesal dan gondok mendenger perkataan Jonathan, siapa coba artis yang mendekati calon suaminya itu? Nggak punya otak atau nggak punya malu sampai mepet-mepet ke Jonathan. "Itu si Naomi, dia artis yang sering tampil sama Gendis. Kesel aku liatnya, cantik sih, tapi kok kelakuannya rada-rada padahal aku denger dari orang-orang katanya dia punya tunangan. Ih ... kan, merinding aku tiba-tiba," ucap Jonathan dengan suara bergetar karena mengingat
"Siapa!""Lah, Kaluna? Kamu udah pulang?" tanya Emma yang berdiri dibelakang tubuh pria yang membuka pintu kamar Kaluna."Ibu! Om Wisnu? Astaga ... aku kira siapa," ucap Kaluna kaget sambil mengelus dadanya dan kembali berkata pada Jonathan, "Om Wisnu dan Ibu.""Kamu bikin aku overthinking aja, Yang," ucap Jonathan kesal karena ikut kaget karena mendengar suara teriakkan Kaluna."Maaf, maaf ... udah dulu, yah, nanti aku telepon kamu lagi, kamu besok jadi pulang kan?" tanya Kaluna."Iya, besok aku pulang, besok aku mau ketemu Gege juga," ucap Jonathan."Oke, sampai ketemu besok, Jo," ucap Kaluna sambil memutuskan sambungan teleponnya."Kamu udah pulang?" ulang Emma sambil mengintip di belakang tubuh Wisnu yang hampir menutupi tubuhnya."Kalau aku ada di sini yah, aku udah pulang, Bu. Masa aku ada di sini tapi, aku belum pulang. Ibu ini kadang suka ngaco," kekeh Kaluna sambil berjalan melewati Wisnu dan Emma."Ini anak yah, bisa aja jawab pertanyaan Ibunya, padahal tinggal jawab udah at
"Sumpah yah, Lun, lo tega!" "Hah? Gimana? Siapa?" tanya Kaluna kaget setengah mati karena tiba-tiba ia di maki oleh seseorang."Elo ... elo tega sumpah, yah.""Tega gimana? Emang gue salah apa Joya?" tanya Kaluna bingung, seingatnya ia tidak pernah melakukan dosa apa pun pada Joya. Dulu pun saat mereka SMA, Kaluna tidak merasa punya hutang pada Joya sehingga harus membuat Joya semarah ini pada dirinya."Sumpah yah, ya ampun Kaluna! Aku punya salah apa sama kamu sampai kamu tega kaya gini ke aku, hei," ucap Joya kesal. Dari nada suaranya sepertinya Joya ingin memakan Kaluna hidup-hidup karena melakukan suatu tindakan yang sangat fatal pada Joya."Sumpah Joya, kamu kenapa tiba-tiba nelepon terus marah-marah kaya gini? Aku nggak pernah punya salah sama kamu perasaan, Joy. Bahkan waktu SMA aku nggak pernah bikin perkara juga ama kamu," akui Kaluna sambil menggaruk kepalanya yang tiba-tiba terasa gatal."Kamu punya salah." Joya berkata dengan suara melengking tinggi."Yah apa?" jawab Ka
Kring … kring … kring ….Joya yang sedang menarik kopernya setelah sampai di bandara langsung mengangkat ponselnya yang berbunyi tanpa melihat siapa yang meneleponnya.“Halo, Joya speaking,” sapa Joya sambil terus berjalan menarik kopernya.“Hmm … hai.”Joya kaget dengan cepat ia melihat layar ponselnya dan mendapatkan nomor asing. Nomer yang baru kali pertama menelepon dirinya, dan suaranya lelaki. Siapa? Seingatnya kehidupan percintaannya sedang tidak baik-baik saja dan dihadang angin puting beliung akhir-akhir ini.“Halo?” Suara lelaki itu kembali terdengar membuat Joya menempelkan kembali ponselnya di telinga.“Iya maaf ini siapa yah? Ada yang bisa saya bantu?” tanya Joya sambil menghentikan langkahnya dan melihat ke kanan dan ke kiri.“Ini sama Raka.”“Raka mana yah?” Ya Tuhan … siapa lagi Raka? Seingatnya dia tidak punya teman bernama Raka. Siapa Raka?“Oh mungkin kamu lupa kita pernah ketemu pas kamu nolongin Kaluna dan Jonathan kemarin,” ucap Raka yang mencoba mengingatkan Joy
Joya berjalan keluar bandara dan melihat sekeliling untuk mencari pria bernama Raka. Sepanjang perjalanan Medan-Jakarta ia berusaha keras untuk mengingat wajah Raka tapi, sialnya dia sangat kesulitan mengingat wajah Raka. Yang ada dipikirannya saat ini hanya wajah Kaluna yang menaris histeris dan Jonathan yang datang tergopong-gopong seperti orang gila. “Pulang sekarang, Joy.”Joya kaget saat mendengar suara di belakangnya, saat ia menoleh ia harus melihat wajah masam namun tampan Fajar, “Iya ini mau pulang, aku lagi nggak ada keinginan buat tinggal di Bandara,” sahut Joya ketus.“Ayok, aku bawa mo—““Nggak usah aku dijemput, Raka,” jawab Joya singkat sambil terus menerus mencari batang hidung Raka.“Raka? Siapa Raka? Cowo kamu? Emang ada yang mau sama perempuan nyebelin kaya kamu?” tanya Fajar yang langsung mendapatkan tatapan kesal Joya.“Ada … dan mending Kapten pulang deh,” pinta Joya kesal.“Mending kamu yang pulang sama sa—““Joya.”Sebuah teriakkan di belakang Joya membuat Joya