Kring … kring … kring ….Joya yang sedang menarik kopernya setelah sampai di bandara langsung mengangkat ponselnya yang berbunyi tanpa melihat siapa yang meneleponnya.“Halo, Joya speaking,” sapa Joya sambil terus berjalan menarik kopernya.“Hmm … hai.”Joya kaget dengan cepat ia melihat layar ponselnya dan mendapatkan nomor asing. Nomer yang baru kali pertama menelepon dirinya, dan suaranya lelaki. Siapa? Seingatnya kehidupan percintaannya sedang tidak baik-baik saja dan dihadang angin puting beliung akhir-akhir ini.“Halo?” Suara lelaki itu kembali terdengar membuat Joya menempelkan kembali ponselnya di telinga.“Iya maaf ini siapa yah? Ada yang bisa saya bantu?” tanya Joya sambil menghentikan langkahnya dan melihat ke kanan dan ke kiri.“Ini sama Raka.”“Raka mana yah?” Ya Tuhan … siapa lagi Raka? Seingatnya dia tidak punya teman bernama Raka. Siapa Raka?“Oh mungkin kamu lupa kita pernah ketemu pas kamu nolongin Kaluna dan Jonathan kemarin,” ucap Raka yang mencoba mengingatkan Joy
Joya berjalan keluar bandara dan melihat sekeliling untuk mencari pria bernama Raka. Sepanjang perjalanan Medan-Jakarta ia berusaha keras untuk mengingat wajah Raka tapi, sialnya dia sangat kesulitan mengingat wajah Raka. Yang ada dipikirannya saat ini hanya wajah Kaluna yang menaris histeris dan Jonathan yang datang tergopong-gopong seperti orang gila. “Pulang sekarang, Joy.”Joya kaget saat mendengar suara di belakangnya, saat ia menoleh ia harus melihat wajah masam namun tampan Fajar, “Iya ini mau pulang, aku lagi nggak ada keinginan buat tinggal di Bandara,” sahut Joya ketus.“Ayok, aku bawa mo—““Nggak usah aku dijemput, Raka,” jawab Joya singkat sambil terus menerus mencari batang hidung Raka.“Raka? Siapa Raka? Cowo kamu? Emang ada yang mau sama perempuan nyebelin kaya kamu?” tanya Fajar yang langsung mendapatkan tatapan kesal Joya.“Ada … dan mending Kapten pulang deh,” pinta Joya kesal.“Mending kamu yang pulang sama sa—““Joya.”Sebuah teriakkan di belakang Joya membuat Joya
"Raka gila!" Joya melemparkan ponselnya ke arah Szasza.Szasza dengan santai melihat layar ponsel Joya lalu tertawa keras, "Nah, kan ... gila, dibilangin ini cowo pasti red flag, hmm ... udah black flag kurasa. Cowo pelit tapi pingin keuntungan dari kita mending ke laut aja, nggak usah diem di pinggir-pinggir pantai! Mending tenggelam aja, hanyut digulung ombak," kekeh Szasza yang paling tidak suka dengan tipe cowo yang nggak royal."Aku nggak nyangka kok sampai sebegitunya, pantesan dia ngitung banget duit yang dia keluarin! Ternyata dia kasih bonnya ke chat, dia tagih dong," ucap Joya sambio menunjuk ponselnya yang masih ada di tangan Szasza.Ting ....Szasza melihat layar ponsel Joya dan kembali mendapati chat baru dari Raka langsung tertawa keras, "Hahaha ... noh, dia kirim no rekeningnya. Transfer sono!" ejek Szasza sambil menyerahkan ponselnya ke tangan Joya lalu pergi meninggalkan Joya sambil berkata, "lo tuh, keluar dari lubang macan masuk ke lobang kadal! Mending si Fajar deh
"Oke, acara selesai semuanya. Terima kasih atas partisipasinya," ucap salah satu pegawai event organizer yang bertanggung jawab di acara Jonathan.Jonathan menyimpan pisaunya dan meminta assisten chef-nya untuk membereskan semuanya. "Tolong kalau udah selesai, pisau saya disimpan dengan baik, yah," pinta Jonathan yang langsung dijawab anggukan oleh assisten chef-nya.Jonathan turun dari panggung dan beberapa kali bersalaman dan menyangupi ajakan foto bersama para ibu-ibu yang terlihat sangat bersemangat menunggu dirinya. Beberapa kali jaket chef-nya ditarik hingga terkoyak sedikit. "Ibu, sabar Bu. Ini nanti chef-nya cedera nggak bisa masak lagi gimana, dong," ucap salah satu sekuriti yang membantu Jonathan keluar dari kerumunan Ibu-ibu yang lumayan beringas. "Aduh, awas Pak. Saya mau foto sama Chef Jonathan bukan sama salah satu bahan masakannya," celetuk salah seorang ibu-ibu sambil mendorong sekeruti berbadan tegap itu hingga tangannya bisa mencolek pipi Jonathan dan mencubitnya p
Kaluna baru masuk rumah saat melihat Emma sedang berdiri sambil menyilangkan kedua tangannya dan menatap dirinya. Tanpa sadar Kaluna mematung lalu ada rasa takut merayapi dirinya saat melihat manik mata Emma yang terlihat marah, bingung bercampur letih. Sebuah tatapan mata yang tidak pernah Kaluna dapatkan dari sosok Emma yang selalu menyayangi dirinya"I-ibu?" tanya Kaluna dengan suara terbata sambil mencoba untuk menyeret kakinya untuk masuk lebih dalam lagi ke rumahnya. Entah kenapa suasana di sana terasa lebih dingin dan mencekam. Detik itu juga Kaluna mulai berpikir apa yang sudah ia lakukan, kesalahan apa yang membuat Emma bisa semarah ini. Sialnya Kaluna bingung setengah mati karena tidak tahu apa kesalahannya sama sekali. Seingatnya dia tidak membuat ulah atau bertingkah laku yang bisa membuat Emma murka."I-ibu kenapa?" tanya Kaluna takut-takut sambil mencoba mendekati Emma dan menyentuh bahu Emma namun, Emma menepisnya sambil menatapnya sedih bercampur getir.Tuhan ... Kalu
"Ibu!" seru Kaluna sambil memeluk Emma, jantungnya hampir copot dan napasnya terasa sesak. Hatinya ngilu bukan main, perih, sakit, nyeri bukan main karena mendengar omongan Emma. Rasanya Kaluna ingin menangis sekencang mungkin dan meminta Emma untuk menarik kata-katanya kembali. Dia tidak rela ada yang menghina Jonathan sampai sebegitunya tanpa tau apa yang sebenarny terjadi."Apa! Mau mengelak kamu! Mau apa kamu? Kamu mau bunuh Ibu? Kamu mau bikin Ibu malu!" pekik Emma sambil memukul dadanya sekeras mungkin seolah ingin menumpahkan rasa kecewa dan marah di dadanya. "Ibu malu, Nak! Ibu malu! Kamu kok sejahat itu sama Ibu? Ibu salah apa sampai kamu tega melakukan tindakan ini sama Ibu?" tanya Emma sambil berusaha mendorong tubuh Kaluna yang saat ini sedang memeluknya, seolah mencoba untuk menanangkan dirinya. "Ibu dengerin Kaluna dulu, Bu, Ibu ...." Kaluna mengeratkan pelukannya mencoba agar Emma tidak mendorong dirinya, ia pun menundukkan kepalanya sedalam mungkin karena tidak mamp
"Ampun, Bu ... maaf, maaf," isak Kaluna yang bingung harus mengatakan apa lagi.Kaluna paham dan Kaluna tahu kalau kata maaf tidak cukup untuk mengobati rasa sakit yang saat ini Emma rasakan tapi, itu satu-satunya yang bisa Kaluna perbuat. Kaluna tidak bisa memutar waktu dan tidak melakukan semuanya dengan Jonathan. Kaluna nggak mungkin bisa melakukan itu! Kaluna mencintai Jonathan sebesar dirinya mencintai Ibunya. Serba salah."Kamu kenapa sih? Kamu nggak waras, Kaluna," jerit Emma sambil memukul-mukul dadanya dan terus menangis sambil mencoba untuk duduk namun Emma selalu jatuh saat mencobanya. Lemas."Bu, maaf ... tapi, semuanya baik-baik aja. Semuanya ... aw," pekik Kaluna karena merasa tangannya ditarik dengan kasar oleh Emma. Kaluna paham Emma melakukan semua ini karena sudah tidak mampu lagi menahan ledakan emosinya, itulah yang membuat Kaluna seolah pasrah dan menerima amukan Emma. "Kamu gila! Kamu tahu Jonathan sakit, kamu tahu Jonathan ...." Emma bingung mau berkata apa lag
Kaluna merasakan rasa sakit di kepalanya sedetik setelah matanya terbuka, beberapa kali Kaluna memicingkan matanya berusaha untuk menghalau cahaya lampu kamar miliknya yang terasa sangat silau. "Nak, kamu sudah bangun?" tanya Emma sambil mengusap dahi Kaluna ragu.Kaluna menoleh ke arah suara Emma dan samar-samar mulai melihat sosok Emma dan seseorang di belakangnya. Tanpa sadar Kaluna memicingkan matanya berusaha untuk melihat siapa orang yang ada di belakang Emma."Tadi kamu pingsan dan Ibu panik, jadi, Ibu nelepon Om Wisnu," bisik Emma sambil menoleh ke arah Wisnu yang berdiri menjulang di belakangnya."Oh," bisik Kaluna pelan sambil mengerjapkan matanya, kepalanya terasa sakit hingga membuat Kaluna menyentuh keningnya."Kenapa? Kamu sakit? Ayo kita ke rumah sakit, kita cek kesehatan kamu," ucap Emma sambil menyentuh lengan Kaluna takut-takut.Kaluna tersenyum kecil saat melihat tingkah Emma yang terlihat ragu, takut dan jijik untuk menyentuh dirinya. Hatinya tiba-tiba saja terasa