Kaluna merasakan rasa sakit di kepalanya sedetik setelah matanya terbuka, beberapa kali Kaluna memicingkan matanya berusaha untuk menghalau cahaya lampu kamar miliknya yang terasa sangat silau. "Nak, kamu sudah bangun?" tanya Emma sambil mengusap dahi Kaluna ragu.Kaluna menoleh ke arah suara Emma dan samar-samar mulai melihat sosok Emma dan seseorang di belakangnya. Tanpa sadar Kaluna memicingkan matanya berusaha untuk melihat siapa orang yang ada di belakang Emma."Tadi kamu pingsan dan Ibu panik, jadi, Ibu nelepon Om Wisnu," bisik Emma sambil menoleh ke arah Wisnu yang berdiri menjulang di belakangnya."Oh," bisik Kaluna pelan sambil mengerjapkan matanya, kepalanya terasa sakit hingga membuat Kaluna menyentuh keningnya."Kenapa? Kamu sakit? Ayo kita ke rumah sakit, kita cek kesehatan kamu," ucap Emma sambil menyentuh lengan Kaluna takut-takut.Kaluna tersenyum kecil saat melihat tingkah Emma yang terlihat ragu, takut dan jijik untuk menyentuh dirinya. Hatinya tiba-tiba saja terasa
“Ngomong kamu itu ngaco! Kamu belum nikah sama Jonathan, mana bisa kamu dipersatukan oleh Tuhan! Belum nikah kamu itu!” sentak Emma yang pusing dengan perkataan Kaluna yang menurutnya tidak masuk akal.Emma makin yakin kalau Kaluna itu mungkin sakit atau sudah tertular dari Jonathan hingga berbicara seenak jidatnya saja.“Tapi, aku sama Jonathan bisa bersama lagi karena takdir! Aku tadinya sudah putus dan saling meninggalkan, Bu! Tapi, Tuhan satukan aku dan Jonathan lagi, itu namanya takdir dan putusan Tuhan!” iba Kaluna sambil mengusap air matanya yang terus menerus turun tanpa bisa dikendalikan. Napasnya naik turun dan pikirannya kalut, rasa takut akan kehilangan Jonathan meledak di pikiran Kaluna. Ia sadar kalau ini adalah hambatan terakhirnya untuk menikah dengan Jonathan. Restu Emma.“Putusan Tuhan dari mana! Tuhan macam apa yang kasih takdir konyol kaya gini ke kamu!” Emma makin meradang karena mendengar perkataan Kaluna. Emma makin yakin ada yang tidak beres dengan otak Kaluna
Kaluna duduk diam tidak bergerak sama sekali sambil terus melihat ke arah depan, tatapan matanya kosong dan sudah hampir lima belas menit Kaluna terus menerus menghela napas sambil mengusap air mata yang turun dari ujung-ujung matanya.Perasaannya campur aduk, ada rasa marah dan kesal pada Emma yang selalu menganggap dirinya anak kecil dan tidak mau mendengarkan perkataan Kaluna sama sekali hingga membuat Kaluna membangkang dan akhirnya berujung Kaluna berteriak pada wanita yang telah melahirkan dirinya.Tapi, ada rasa sedih yang terus mencambuk dirinya bila mengingat apa yang baru saja terjadi. Ia sedih bukan main karena sudah berkelahi dengan Emma, dan ia juga sedih karena Emma dengan sangat mudah melupakan semua kebaikkan Jonathan dan langsung menjudge Jonathan sebagai lelaki terkutuk hanya karena penyakitnya tanpa mau mendengar penjelasannya sama sekali.Andai … andai saja Emma mau duduk dan membahas semuanya secara tenang, tanpa amarah juga angkara murka mungkin saat ini Kaluna m
Kaluna menggigit roti panggang buatan Jonathan dengan malas. Bukan, bukan karena roti itu tidak enak, tapi, perasaan Kaluna sedang tidak menentu. Mungkin kemarin malam saat ia dan Jonathan berpelukan di sofa ruang tamu, ia bisa dengan lancar mengatakan kalau semua akan baik-baik saja dan ia memilih Jonathan.Jujur dia memang memilih Jonathan tapi, perasaannya bercabang karena dia juga mengkhawatirkan Emma. Mungkin saat ini ia mematikan ponselnya agar tidak mendapatkan telepon atau chat dari Emma tapi, pikiranny saat ini kalut luar biasa memikirkan Emma."Bu, maaf," bisik Kaluna pelan sambil meletakkan roti bakar di meja, ia melihat layar ponselnya yang hitam sehitam harinya. Layar ponsel itu terlihat memantulkan wajahnya seolah ingin memberitahukan betapa menyedihkannya dirinya saat ini. "I-Ibu," bisik Kaluna pelan sambil mencium layar ponselnya berharap memiliki cukup banyak keberanian untuk menyalakannya dan mengangkat telepon dari Emma atau membalas chat dari wanita yang telah mel
Jonathan terus memangut bibir Kaluna sambil sesekali meremas bokong Kaluna, lidahnya terus menyesap rasa manis yang Kaluna berikan dari bibirnya. Kaluna makin mengeratkan tangannya di leher Jonathan, ia memiringkan kepalanya agar bisa meraup lebih banyak lagi nikmat dari bibir Jonathan. Ia terus mencumbu Jonathan seolah tidak ada hari esok lagi, seolah esok Kaluna tidak bisa lagi mendapatkannya lagi.Kaluna memajukan dadanya dan menekan dada Jonathan sambil sesekali menggesekan payudaranya ke dada Jonathan. Menaburkan kenikmatan di bagian payudaranya walaupun saat ini hatinya terasa sakit dan pikirannya kalang kabut. Jonathan menggeram pelan disela-sela ciumannya saat merasakan puting payudara Kaluna yang sudah menggeras menggesek dadanya. Rasanya nikmat namun entah mengapa saat ini rasa nikmat itu terasa berbeda karena dibalut rasa sesak dan takut kehilangan wanita yang saat ini sedang ia cumbu. Jonathan takut kehilangan wanita yang ada dipelukannya itu, ia takut kalau esok dia ti
"Kamu bisa duduk?" tanya Wisnu yang kepalanya terasa pusing karena melihat Emma yang berjalan hilir mudik tanpa henti.Emma mendelik pada Wisnu dengan kesal sambil tetap berjalan hilir mudik ke kanan dan ke kiri seperti seterikaan. Emma juga meremas-remas kedua tangannya dan melihat ke arah jam dinding juga pintu rumahnya berkali-kali."Dek, sudahlah ... ayo, duduk," pinta Wisnu sambil menepuk sofa empuk dipinggirnya.Emma menggeleng gusar sambil berjalannke arah meja makan dan melihat layar ponselnya yang masih belum ada notifikasi dari Kaluna. Hembusan napas kecewa terdengar jelas dikuping Wisnu. "Dek, sudahlah ... ayo duduk, sini," pinta Wisnu sambil melirik ke arah Emma yang saat ini posisinya berada di belakang tubuhnya. Tiba-tiba saja Wisnu merasa sakit di lehernya karena hampir sepanjang hari lehernya bergerak ke kanan, kiri dan belakang mengikuti Emma."Jangan paksa aku duduk, Mas," ucap Emma sambil melemparkan ponselnya kesal. Rasanya Emma ingin meremas wajah Wisnu karena me
"Kaluna," panggil Emma sambil memanjangkan lehernya berusaha untuk menemukan sosok Kaluna yang terhalang tubuh tegap Jonathan.Kaluna diam tidak bergeming dan malah makin menyembunyikan dirinya di belakang tubug Jonathan. Ia merasakan remasan dari tangan Jonathan yang saat ini sedang menggenggam tangan kanannya, sebuah remasan yang seolah meminta Kaluna untuk membalas sapaan Emma dan memunculkan dirinya dari persembunyiannya."Kaluna," panggil Emma lagi sambil berjalan mendekat dan saat ingin menyambar bahu Kaluna agar anak itu menjauh dari Jonathan tangannya dihalangi oleh Wisnu, "Mas."Wisnu menggeleng pelan, "Nggak sekasar itu, Dek. Hargai Jonathan yang sudah membawa pulang anak gadis kamu, hargai perjuangan Jonathan untuk membujuk Kaluna pulang," bisik Wisnu yang entah kenapa ia merasa tidak asing dengan situasi tersebut. Situasi yang seolah pernah ia alami. Dejavu. "Tap—""Kamu tahu sesulit apa mengubah kekeraskepalaan Kaluna, kan?" tanya Wisnu yang langsung dijawab anggukkan ol
Jonathan memejamkan matanya sambil berusaha menenangkan dirinya sendiri, jujur ia merasa kesal saat Kaluna memaki dirinya. Tapi, apa mau di kata bila ia ada di posisi Kaluna pun, pasti ia akan melakukan hal yang sama."Aku nggak paham kamu lakuin apa sama anak Ibu, sampai-sampai dia mau pulang dan ikutin kemauan Ibu, yah walaupun ...." Emma menoleh melihat kamar Kaluna yang tertutup rapat, dan sesekali terdengar suara gaduh entah apa yang Kaluna buat di dalam kamar sana, "dalam kondisi murka."Jonathan tersenyum tipis, "Kaluna memang keras tapi, untungnya aku tahu cara untuk mengendalikan emosinya," ucap Jonathan."Aku nggak tau apa yang ada dipikiran kamu, aku nggak paham kenapa kamu balikin Kaluna ke sini dan bukan kabur begitu saja bersama Kaluna. Ibu nggak paham tapi, Ibu ucapkan terima kasih untuk itu semuanya," ucap Emma sambil mencoba memberikan senyumannya pada Jonathan."Aku bisa kabur, Bu. Aku bisa menikah tanpa restu Ibu." Jonathan menepuk kedua tangannya pelan, "Kaluna bahk