Share

38. Terluka Dengan Kenyataan

"Cepat Pa bobok lagi, Bunda udah di luar."

Jantungku semakin berdegup kencang.

"Sekarang jam berapa, Nak?"

Dzabir melihat jam, dua netraku juga tertuju ke sana.

"Sepuluh," ucapnya berbisik. Bersamaan dengan itu terdengar bel kamar berbunyi.

"Kamu bisa buka pintunya?" tanyaku pada Dzabir.

"Bisa, Pa."

Putraku itu langsung turun dari ranjang dan membuka pintu, dan di sini di atas ranjang jantung semakin bertabuh kencang.

Aku harus memejamkan mata dan berpura-pura sakit. Kututup seluruh tubuh dengan selimut, agar berkeringat dan kelihatan benar seperti orang sakit. Dalam selimut, aku mulai membayangkan apa yang kumimpikan tadi. Mengajak Nisa pergi. Sungguh tak mungkin kulakukan sebagai seorang muslim.

"Bund, Papa ada si kamar, udah nggak sanggup bangun."

Jantung seolah turun ke perut. Aku benar-benar gugup.

"Biar Bunda kasih tahu penjaga hotel, siapa tahu mereka ada stok obat."

Hah, aduh gawat. Untuk apa minum obat, sakitnya saja sudah berkurang.

"Nggak usah Bund, Papa udah minum obat ko
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (8)
goodnovel comment avatar
Naniek Albar
sbnrnya cerita nya bagus, banyak terjadi di kehidupan nyata. sayangnya author msh suka salah tulis, pdhl dzabir manggilnya bunda, tp sering bgt nulisnya mamah. jd kadang keder aja bacanya. mohon lebih teliti aja
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
apa lo Adam mereka hanya menunjukkan kepada anak mereka untuk membuktikan mereka mencintai anak satu satunya lo aja orang baru mau menyayangi anak itu apalagi ayahnya biar mau di cuci air tujuh lautan mereka ayah dan anak kamu tidak punya hak melarang paling bagus kalau kau batalkan pernikahan itu
goodnovel comment avatar
Ruslina Mohd Sabar
bima itu mmg tolol. cetek agama bisa2 manut sama kehendak anaknya.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status