Alan tiba-tiba mengakhiri panggilan video itu. Firda menjadi sangat kesal, karena ia sendiri sudah mulai tegang juga.
"Pasti Alan takut ketahuan istrinya. Huh!" Firda hanya menggerutu saja, kemudian ia memakai pakaiannya yang tadi sempat ia buka ketika melakukan panggilan video.Ia melirik jam pada ponselnya, menunjukan pukul enam sore. Ia merasa kesepian di apartemen ini. Bara Syahreza, suami Firda sedang keluar kota selama satu Minggu untuk urusan pekerjaan. Ini hari keempat Bara pergi. Mereka sudah menikah selama tiga tahun dan sampai hari ini belum dikarunia anak. Firda pernah sekali mengalami keguguran. Setelah itu belum hamil lagi.Pertemuannya kembali dengan Alan, membuat gejolak gairahnya naik lagi. Ia merasa jatuh cinta lagi kepada Alan, apalagi Bara selalu sibuk dengan pekerjaannya. Bara sebagai direktur di perusahaan papanya Bara, selalu bepergian. Sedangkan Firda, ia juga bekerja di perusahaan papanya sendiri.Kehadiran Alan membuat hidup Firda semakin berwarna, walaupun mereka harus melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Mereka sedang mengalami puber kedua."Mau ngapain ya? Bosan sekali rasanya. Masih tiga hari lagi Bara pulang. Besok baru bisa bertemu Alan. Apa aku telpon Alan ya, biar ia kesini," gumam Firda sambil memainkan ponselnya.Ting tong! Ada seseorang yang memencet bel pintu apartemennya. Membuyarkan lamunan Firda."Tumben Bara pulang hari ini. Untung aku tadi belum sempat menelpon Alan untuk datang kesini," kata Firda dalam hati. Ia berjalan menuju ke pintu apartemennya.Ceklek! Matanya terbelalak lebar melihat siapa yang datang."Alan!" seru Firda seakan tidak percaya dengan kedatangan Alan. Bergegas ia menarik tangan Alan dan mengunci pintu apartemennya."Kok kamu langsung kesini? Padahal tadi aku baru mau menelpon kamu, memintamu untuk datang kesini," kata Firda yang bergelayut manja."Salah sendiri kamu memancingku. Kamu sengaja ya? Diajak VC an kok malah menggoda." Alan langsung menggendong Firda ala bridal ke tempat tidur. Tidak lupa ia menonaktifkan ponselnya, supaya Aira tidak menelponnya.Sudah bisa dibayangkan apa yang terjadi selanjutnya. Desahan menggema di seluruh kamar Firda."Kamu pamit apa sama istrimu?" tanya Firda ketika mereka sudah menyelesaikan satu ronde. Alan yang masih tampak ngos-ngosan menatap sekilas pada Firda. Kemudian ia menarik nafas panjang."Tadi Aira nggak ada di rumah. Mungkin ia sedang pergi bersama Kenzo ke minimarket.""Oh. Aku tadi kaget waktu bel berbunyi. Aku pikir Bara yang pulang, eh ternyata kamu yang datang.""Senang nggak kalau aku yang datang?""Tentu saja! Kita kan bisa bersenang-senang." Firda menggoda Alan lagi."Kamu hebat sekali, aku sampai ngos-ngosan ngikutin irama permainanmu," kata Alan sambil tangannya bergerilya."Kamu juga hebat. Luar biasa, membuatku merem melek." Firda menggelitik Alan, dan akan berlanjut ke ronde kedua.Ting tong! Belum sempat mencapai puncak, terdengar bel berbunyi. Alan dan Firda langsung berpandangan mata. Mereka tampak kaget dan bergegas beranjak dari tempat tidur. Alan merasa pusing karena hasratnya belum tersalurkan lagi."Apa suamimu pulang?" tanya Alan."Katanya masih tiga hari lagi ia pulang." Firda berkata dengan suara bergetar.Segera Alan dan Firda memakai pakaian, Firda buru-buru membersihkan tempat tidurnya."Kamu sembunyi dulu di kamar sebelah, nanti kalau sudah aman aku panggil kamu, baru kamu keluar," kata Firda memberikan arahan pada Alan.Ting tong!Alan mengangguk, ia bergegas melakukan apa yang diperintah oleh Firda. Setelah mematut diri di depan cermin, merapikan baju dan rambut, Firda pun segera membuka pintu apartemennya.Ceklek! Firda tampak lega ketika melihat sosok yang berdiri di depan pintu."Lama sekali sih buka pintunya? Lagi ngapain coba kamu sendirian disini, apa kamu ketiduran?" cerocos Gita, sahabat karibnya.Gita pun menghempaskan tubuhnya di sofa yang ada."Jangan bilang kalau kamu lupa, padahal kamu yang menyuruhku kesini." Gita melanjutkan ucapannya lagi.Firda duduk di sebelah Gita, ia masih terpaku belum fokus dengan kondisi yang ada. Ia tadi berfikir kalau yang datang itu adalah Bara. Seharusnya ia senang ternyata yang datang itu Gita. Ia masih agak syok.Gita mengenduskan hidungnya ke tubuh Firda."Kenapa?" tanya Firda."Kamu kok keringatan kayak gini, parfum mu juga beda." Gita langsung membelalakkan matanya."Kamu habis ML ya? Berarti aku mengganggumu? Kok nggak bilang sih kalau Bara sudah pulang? Katanya masih tiga hari." Gita langsung cemberut, karena rencananya tadi mereka berdua akan pergi ke kafe bersenang-senang, malah Bara sudah pulang."Bara memang belum pulang." Firda menjawab dengan pelan."Terus?".selidik Gita.Entah kenapa, Firda tidak bisa berbohong dengan Gita. Mereka berdua memang bersahabat karib sejak SMA. Gita juga mengenal Alan dan kisah cinta antara Alan dan Firda."ML sama siapa? Kamu kok nggak pernah cerita kalau punya yang lain? Hayo mulai nakal ya?" selidik Gita."Gara-gara berteman denganmu," sahut Firda."Kok bisa gara-gara aku?"Gita memang belum menikah, tapi ia berpacaran dengan suami orang. Tentu saja segala kebutuhannya dipenuhi oleh pacarnya itu."Karena kamu pacaran dengan suami orang, aku jadi ikut-ikutan," kilah Firda."Tapi kan kamu sudah punya suami.""Mencari variasi, biar nggak bosan." Firda menjawab dengan cengengesan."Siapa laki-laki itu?" tanya Gita.Firda tersenyum penuh teka-teki."Apakah Bastian?" tanya Gita menyebut staf Firda di kantor. Karena Firda sering memuji Bastian ketika berbicara dengan Gita.Firda menggelengkan kepalanya."Kamu kenal kok dengan orangnya."Firda pun masuk ke kamar yang ditempati Alan untuk sembunyi."Gimana? Aman?" tanya Alan.Firda mengangguk.*Ayo keluar," ajak Firda.Alan malah mendekap tubuh Firda."Kepalaku pusing, tadi belum keluar," bisik Alan."Tapi…" Firda belum sempat menyelesaikan ucapannya, tapi Alan langsung memotongnya."Sebentar saja ya? Biar pusingku hilang."Mereka berdua pun menuntaskan yang sempat tertunda.Alan dan Firda pun keluar dari kamar menuju ke ruang tamu. Gita terkejut melihat sosok yang bersama dengan Firda, begitu juga Alan."Gila kamu, Fir?" seru Gita. Firda hanya tersenyum."Halo Gita," sapa Alan. Kemudian duduk di sebelah Firda."Kok bisa?" tanya Gita."Ya jelas bisa.""Ngapain lama sekali keluar dari kamar? Jangan bilang kalau kalian ML lagi." Gita menebak."Menuntaskan yang tertunda," sahut Firda dengan senyum penuh arti."Ya sudah kalian berdua bercerita sepuasnya, aku mau pulang," pamit Alan.Alan pun berdiri, Firda mengikuti Alan kemudian mereka berdua berc*uman mesra dan penuh gairah. Tidak lagi punya rasa malu, padahal ada Gita."Woi, ada aku disini. Kalian bikin aku pengen saja!" teriak Gita mengagetkan dua insan yang dipenuhi hawa nafsu duniawi.Sampai di rumah, rumah dalam keadaan gelap, Alan semakin bingung dengan kondisi ini. Ia pun masuk ke dalam rumah."Kemana kamu Aira? Apakah kamu minggat? Tapi nggak mungkin, kita kan nggak ada masalah apa-apa," kata Alan dalam hati. Ia segera masuk ke kamarnya, mengecek lemari pakaian."Masih ada pakaian Aira dan Kenzo. Kemana mereka ya?"Alan membuka ponselnya. Ternyata masih dinonaktifkan. Begitu diaktifkan, ada panggilan tak terjawab dari Aira dan beberapa pesan. Ia pun membuka pesan itu.[Mas, Kenzo dirawat di rumah sakit.]Alan gemetar membaca pesan dari Aira yang singkat, padat dan jelas. "Maafkan Ayah, Kenzo. Ayah tidak tahu," kata Alan dengan pelan, matanya berkaca-kaca."Bodoh sekali aku, coba tadi aku tidak menonaktifkan ponselku. Kalau terjadi apa-apa dengan Kenzo, aku pasti akan menyesalinya seumur hidupku. Bodoh sekali aku!" rutuk Alan pada dirinya sendiri. Ia pun menelpon Aira. Tidak ada jawaban dari Aira. Alan menjadi cemas."Aira, tolong angkat teleponnya. Jangan me
"Jangan sampai asam lambung naik." Aira masih bermonolog dalam hati. Akhirnya ia terlelap dalam mimpi, sambil mengeloni Kenzo. Ceklek! Alan membuka pintu kamar Kenzo. Ia melihat Aira tertidur di tempat tidur sambil memeluk Kenzo. Dipandanginya wajah kedua orang yang menjadi tanggung jawabnya itu. Istri dan anaknya yang sangat ia sayangi, tapi sekarang ada sesuatu yang lain dihatinya.Alan melihat jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Wajar saja kalau Aira tertidur. Tadi waktu ia membeli makan, bertemu dengan temannya. Ia ngobrol sampai lupa waktu. Kemudian Firda menelponnya. Kalau sudah berhubungan dengan Firda, Alan bisa lupa segalanya."Dek, bangun! Ayo makan dulu," kata Alan sambil membangunkan Aira. Aira pun menggeliat dan bangun. Selanjutnya ia beranjak dari tempat tidurnya. Aira membuka bungkusan yang dibawa oleh Alan. Sate ayam dan beberapa makanan cemilan. "Ayo makan, Mas," tawar Aira."Kamu saja yang makan. Aku tadi sudah makan sambil nunggu sate ini."Aira makan den
"Dek, kamu kok bangun," kata Alan yang tampak terkejut melihat Aira duduk dan menatap tajam padanya. Alan tersenyum untuk menghilangkan gugup, kemudian duduk di sebelah Aira."Kamu tidur saja, tadi kan sudah capek mengurus Kenzo. Biar sekarang aku." Alan berkata dengan penuh perhatian, seolah-olah ia adalah suami yang baik."Katakan dengan jujur, Mas. Siapa perempuan itu!" "Apa yang kamu katakan? Perempuan apa?" Alan masih berusaha bersikap tenang."Perempuan yang menelponmu!" tegas Aira."Bukan perempuan, itu Herdi. Ia bertanya tentang laporan yang tadi aku berikan." Lagi-lagi Alan berusaha bersikap wajar. Herdi adalah teman satu kantor Alan, Aira juga mengenal Herdi dan istrinya."Jangan berbohong, Mas!""Sayang, kamu kebanyakan nonton berita perselingkuhan artis. Jadi kamu bawaannya curiga denganku.""Mas, kenapa Mas merindukan goyangan Herdi. Memangnya Mas ngapain dengan Herdi? Main kuda-kudaan? Seintim itukah hubunganmu dengan Herdi?"Wajah Alan tampak pucat, ia sangat gugup. K
Alan yang mendengar teriakan Aira, segera mendekati Aira."Darah apa?" tanya Alan.Aira menunjukkan selangkangannya yang keluar darah segar."Tenang, Sayang. Aku panggil perawat dulu." Alan segera berlari mencari perawat jaga. Tak berapa lama, dua orang perawat berusaha mendekati Aira yang masih tampak terduduk di lantai. Perawat itu melakukan pertolongan pertama pada Aira."Apakah Ibu sedang hamil?" tanya seorang perawat.Aira menggelengkan kepala, karena ia merasa tidak hamil."Oke, kami akan membawa Ibu ke ruang IGD untuk melakukan tindakan yang tepat."Seorang perawat berusaha menelpon seseorang, sepertinya ia meminta orang tersebut untuk mengantarkan brankar. Tidak menunggu lama, seorang perawat laki-laki masuk ke dalam kamar sambil mendorong brankar.Dengan dibantu Alan, perawat itu berusaha mengangkat tubuh Aira dan meletakkannya di brankar."Bapak disini saja, menunggui anaknya. Biar kami yang mengurus Ibu."Alan hanya bisa mengangguk pasrah, pikirannya menjadi tidak karuan.
"Alan sudah bosan denganmu, karena itu ia mencari kehangatan bersamaku. Katanya aku lebih hot daripada kamu," sahut Firda. Ia sengaja tidak membahas tentang suaminya. Ia ingin membuat mental Aira jatuh."O ya? Alan itu hanya ingin mencari sensasi lain. Denganmu ia melakukannya hanya nafsu belaka, tapi denganku melakukannya penuh cinta. Karena aku sah dimata hukum agama dan negara. Sedangkan kamu tak ubahnya hanya sebagai terminal saja. Jangan-jangan kamu melakukannya tidak hanya dengan Alan dan suamimu. Tapi dengan banyak laki-laki. Atau kamu open BO?" Aira membalas kata-kata Firda dengan penuh percaya diri. Ia tidak mau terlihat lemah."Firda, aku ingatkan kamu. Kalau kamu masih menghubungi Alan, aku tidak segan-segan akan menyebar foto-foto seksimu. Bagaimana reaksi suami dan orang tuamu ketika melihat itu. Bukankah kamu dulu tidak disetujui menikah dengan Alan? Pasti orang tuamu bisa marah besar, atau mungkin jantungan dan stroke!" Aira semakin berani menantang Firda.Firda yang sa
"Kenapa sih masalah datang bertubi-tubi? Ketahuan selingkuh, anak istri sakit, adik minta iPhone dan Mama menyebutku durhaka," kata Alan dalam hati sambil mengusap kasar wajahnya karena kesal. Ia hanya bisa merutuki apa yang ia alami."Mas, perutku sakit sekali," kata Aira, ia pura-pura kesakitan untuk melihat reaksi Alan.Alan tersentak dalam lamunannya, kemudian ia langsung membopong tubuh Aira ke tempat tidur. Menyelimuti tubuh Aira."Perlu aku panggilkan perawat?" tanya Alan dengan wajah yang cemas."Nggak usah, biar aku istirahat saja." Aira memegangi perutnya."Seharusnya Kenzo punya adik," kata Aira dengan pelan. Alan merasa tertampar mendengar kata-kata Aira."Maafkan aku, aku nggak tahu kalau kamu hamil." Mata Alan tampak berkaca-kaca sambil mengelus perut Aira."Aku benar-benar menyesal telah melukaimu." Alan melanjutkan ucapannya.Aira hanya terdiam, ia masih belum bisa memaafkan perselingkuhan yang dilakukan oleh suaminya. Ponsel Aira yang berdering. Terpampang nama Oma K
"Aira sakit, Ma.""Sakit apa? Manja sekali, sampai-sampai suaminya nggak boleh kerja." Dewi langsung masuk ke dalam rumah, ia datang bersama dengan Trisa."Dimana anak istrimu?" tanya Dewi yang kemudian duduk di sofa. "Istirahat di kamar, Ma. Mereka sedang sakit."Belum sempat Dewi berkata lagi, terdengar suara bel berbunyi. Alan segera menemui tamu yang datang. Ternyata tukang laundry, Alan pun masuk kembali untuk mengambil pakaian kotor."Siapa tamunya?" tanya Dewi. Alan hanya diam, karena ia tahu kalau mamanya pasti mau mengomel."Kayaknya tukang laundry, Ma," sahut Trisa ketika melihat Alan membawa dua kantong plastik besar. Alan tetap diam.Alan masuk ke ruang keluarga lagi setelah tukang laundry pulang. Belum sempat Alan duduk, bel berbunyi lagi. Alan kembali berjalan ke depan, karena ia yakin kalau yang datang ini adalah makanan yang ia pesan."Wah enak sekali istrimu ya? Dengan alasan sakit nggak sempat mencuci baju dan masak. Ini namanya pemborosan!" sindir Dewi ketika melih
"Ibu, maem." Kenzo merengek minta makan."Kenzo lapar ya?" tanya Aira sambil mengelus kepala Kenzo.Kenzo menganggukkan kepala. Sebenarnya Aira malas menemui Dewi, tapi karena Kenzo lapar, mau tidak mau Aira harus keluar dari kamar. Ia menyiapkan mental untuk bertemu dengan mama mertuanya."Akhirnya kamu keluar kamar juga? Jangan-jangan dari tadi kamu sengaja tidak mau menemui Mama." Dewi langsung nyerocos melihat Aira berjalan tertatih-tatih menggendong Kenzo. Tidak ada rasa iba sedikitpun melihat menantunya yang sedang sakit, atau sekedar menyapa cucunya. Alan yang melihat kondisi Aira, segera mendekati Aira dan menggendong Kenzo."Aku benar-benar tidur, Ma. Suara Mama yang keras tadi mengagetkan aku dan Kenzo." Aira menjawab ucapan Dewi."Alasan saja! Kata Alan kamu keguguran ya? Apa kamu nggak KB? Kenzo masih kecil kok sudah mau dikasih adik," omel Dewi. Aira hanya diam."Selalu saja aku yang salah," kata Aira dalam hati."Ma, sudahlah, nggak usah ngomel," kata Alan."Bela terus