“Ini kapan kejadiannya?” Gayatri bertanya dengan tangan masih menyusuri bekas jahitan lumayan panjang hingga ia menurunkan karet celana Eliot lebih ke bawah. “Delapan tahun lalu,” jawab Eliot dengan mata menunduk memperhatikan Gayatri yang masih menyentuh perutnya lembut. “Benar ginjal sampai diangkat?” tanya Gayatri kembali. “Benar, bocor dan ... tidak bisa dipertahankan.” Bukan menghentikan gerak berulang Gayatri pada jahitan panjang di perutnya, Eliot justru diam membiarkan mantan istrinya menekuri bekas lukanya. “Karena mengabaikan kesehatan saat menjaga Pilar yang aku tinggalkan? Dan ini kembali terluka karena aku juga. Dua luka ini karena aku, so sorry,” lirih Gayatri. Eliot tidak menjawab, hanya menahan pergelangan tangan Gayatri agar berhenti menyentuh luka-lukanya kemudian menurunkan pakaiannya agar menutupi perutnya. Meminta Gayatri berdiri dengan menyentuh kedua bahunya.
“Aku kedinginan,” jawab Eliot Gayatri sontak menyentuh bahu terbuka, punggung dan dada Eliot. Terasa amat dingin dengan bibir pucat, Gayatri menarik lengan itu untuk bangun dari sana mendudukkan di tepian ranjang dan beranjak menuju walk in closet mengambil pakaian panjang. Memberikan pada Eliot semua yang ia ambil. “Pakai dulu, aku tunggu di luar.” Gayatri memutar badannya untuk keluar dari kamar bernuansa jantan tersebut. Akan tetapi langkah Gayatri terhenti saat lengan kurusnya ditahan dan punggungnya terasa dipeluk seketika. Pinggang ramping Gayatri terbungkus lengan-lengan liat Eliot yang sedingin es karena terlalu lama berada di dalam kamar mandi. Merinding sekujur tubuh Gayatri akan perlakuan mengejutkan yang ia terima dari mantan suaminya. “Terima kasih sudah mencemaskan aku,” lirih Eliot tepat di telinga Gayatri. “Iya ... tapi ini lepas.” Gayatri menyentuh lengan yang membelit pingg
“Cukup,” lirih Gayatri mencoba waras. Eliot menghentikan gerak bibirnya di leher Gayatri, menumpukan kepala peningnya pada bahu sang wanita yang sudah tersibak oleh dirinya yang begitu terbuai dengan kehalusan kulit Gayatri. “Kita tidak bisa seperti ini. Kamu dan aku bukan siapa-siapa lagi, Eliot.” Gayatri mengangkat kepala Eliot yang rebah di bahunya, memberinya tatap dengan senyuman getir dan membelai pipi Eliot lembut. “Do you still love me?” tanya Eliot langsung. “I don’t know. Kamu memancing dan aku terpancing,” desah Gayatri. “Respons tubuh kamu sudah menjawabnya Gayatri. Apa kamu pernah berhubungan dengan laki-laki lain selama sepuluh tahun ini?” Eliot menurunkan kedua tangan Gayatri pada wajahnya, merapikan pakaiannya kembali dan berganti ia letakan kedua telapak tangan besar miliknya pada leher Gayatri. “Tidak pernah, sepuluh tahun aku gunakan untuk berkarier dan sib
“Bisa tolong tenang?” Eliot mencekal kedua pergelangan tangan Risa kuat agar berhenti memukulinya. Sementara Gayatri dan Pilar keluar dari mobil dengan raut wajah kagetnya, untuk pertama kalinya melihat Risa yang anggun nan cantik mengamuk memukuli Eliot. “Kenapa Gayatri ada di mobil kamu?” Pukulan Risa berhenti saat melihat sosok Gayatri.Eliot menoleh ke arah Gayatri dan Pilar. “Kalian masuk.” “Tunggu! Kenapa Gayatri bisa sama kalian berdua? kamu berhubungan dengan model itu? Eliot lepas!” Risa meronta saat ditarik menuju mobilnya menjauhi mobil Eliot. “Aku bilang tenang, bisa? kamu akan malu kalau menjerit-jerit di sini. Dan kamu menakuti Pilar, aku akan jelaskan tapi tidak di sini dengan kamu yang emosi.” Eliot masih memegang kedua pergelangan tangan Risa yang wajahnya memerah. Risa memandang Gayatri dengan tatap curiga, marah dan kesal. Kemudian memandang Pilar yang tampak ngeri melihatn
“Tidak ada yang akan merebut Eliot, dan kamu sudah tahu kan kalau aku mama Pilar. Bagaimanapun keadaan orang tuanya, aku tetap mamanya. Tidak ada cerita rebut-merebut anak di sini.” Gayatri mengambil baju yang ia ganti berniat keluar dari ruang sempit tersebut akan tetapi ditahan bahunya oleh Risa. “Kamu tidak bisa mengambil Eliot setelah kejahatan yang kamu lakukan padanya, jangan pernah lupa dengan apa yang sudah kamu lakukan pada Eliot,” ancam Risa. “Aku ada pekerjaan dan kamu menghambat membuat tim menunggu. Kalau kamu masih ingin bicara, maka tunggu aku selesai pemotretan,” tegas Gayatri. Risa mendorong bahu Gayatri hingga membentuk partisi ruang ganti dan menimbulkan bunyi keras. Gayatri kembali menghela nafas, ia tidak akan terima begitu saja saat mendapatkan intimidasi. “Jangan pernah berbuat kasar.” Gayatri memberikan peringatan dengan menarik tangan Risa di bahunya dengan kasar juga.Risa mendengus
Rachel mengamati dalam diam apa yang dilakukan Eliot di hadapannya, pertama memeriksa Pilar dan terlepaslah sebuah umpatan walau pelan namun dapat terdengar ketika melihat siku putrinya. Kemudian beralih ke Gayatri memeriksa dengan cara sama, memegangi kedua bahu Gayatri. “Aku enggak terluka, benar ... aku baik-baik saja.” Gayatri melepas tangan Eliot yang masih memegangi kedua bahunya erat. Rachel menahan senyum penuh ledek pada Gayatri yang tengah memandangnya, kemudian mengucapkan tanpa suara bahwa Rachel menunggu penjelasan akan pertunjukan Eliot padanya. “Kamu enggak bisa urus satu wanita gila, Eliot? Sampai Gayatri di dorong-dorong dalam kamar ganti dan membuat Pilar berdarah,” pancing Rachel. “Kamu di dorong-dorong?” seru Eliot kaget. “Chel ... kamu menyiram bensin pada lahar panas,” tegur Gayatri kesal sedang sahabatnya yang menyeringai ketahuan tengah memanasi Eliot guna melihat rea
“Eliot,” bisik Gayatri parau. “What?” jawab Eliot. Gayatri menghentikan bibir Eliot yang bergerilya di lehernya, setelah Eliot menawarkan membantu mengobati lebam di punggungnya, Eliot membalikkan badan Gayatri dan menciumnya tepat di bibir. Lebih gilanya lagi Gayatri membalas dengan sadar dan suka rela. Begitu Gayatri mengalungkan lengannya pada leher Eliot dan membelai tengkuk sang laki-laki, tubuhnya semakin menuntut lebih dan ia tidak bisa menghentikannya. Eliot mengangkat Gayatri dan mendudukkan pada samping sink yang lebar dan mengkilap berwarna coklat terang. Merengkuh pinggang yang ia rindukan dengan sangat tanpa ia sadari selama ini. Balasan dari Gayatri memberinya percikan kepercayaan diri bahwa Gayatri juga sama menginginkannya. Tepat ia menghisap dalam bibir bengkak Gayatri, sang model meremas rambut belakang kepalanya lembut. “Apa yang kita lakukan?” Di tengah gempuran nikmat, Gayatri masih mem
Gayatri berdehem sekali saat Rachel mengerlingkan mata padanya begitu tiba di rumah setelah dihubungi Eliot. “Aku permisi, bilang sama teman kamu untuk istirahat.” Eliot keluar dari kediaman Gayatri untuk melanjutkan pekerjaannya yang sudah tertunda dua jam karena ulahnya sendiri. Sepeninggal Eliot dan Gayatri kembali mengunci pintu rumahnya, lengannya di tarik penuh nafsu oleh Rachel dan mendudukkan di sofa kemudian melepas sweater sang model paksa hingga mendapatkan pukulan telak dari Gayatri. “Kamu mau apa sih astaga nafsu amat buka baju aku?” omel Gayatri kesal. “Mau lihat ada bekas kalian bergelut apa enggak,” kekeh Rachel puas melihat wajah merah padam Gayatri, ia tidak butuh jawaban lagi setelah melihat respons sahabatnya. “Pikiran kamu benar-benar harus dicuci deh Chel, dia datang karena kamu yang kurang ajar kirim-kirim gambar punggung biru aku,” sentak Gayatri dengan denguk kencang.