“Are you ok?” lirih Eliot di telinga istrinya yang berbaring miring di sampingnya berselimut tipis. “He’em,” jawab Gayatri. “Dasar bandel.” Eliot menyangga kepala dengan telapak tangannya dan tangan satunya mencubit pelan pipi kemerahan Gayatri. Gayatri tertawa pelan, meringsekkan badan ke pelukan suaminya yang terpancar rona bahagia di wajah Eliot. Aksi mengeramasi berakhir dengan pergulatan panas di ranjang mereka. Eliot membelai punggung lembab Gayatri, mengurai lelah bersama-sama. Gayatri sendiri kembali membersihkan diri setelah dipindahkan oleh Eliot, Eliot membersihkan badan mereka tanpa keisengan seperti sebelumnya. Ia tahu Gayatri kelelahan. Setelah mereka kembali berpakaian, Gayatri tertidur pulas dengan perut kosong hingga siang datang dan Pilar pulang dari sekolahnya. “Kamu masak?” Gayatri menyapa Pilar yang mengenakan celemek di dapur sendirian. “Sudah bangun, Ma?
“Anwar?” Gayatri tersenyum kecil menyambut tamunya. “Kamu kenal?” Eliot bertanya tidak nyaman dengan keramahan Gayatri pada Dokter tampan di hadapan mereka. “Teman sekolah, Anwar ... kenalkan ini suami aku,” jawab Gayatri ramah. Eliot menjabat tangan terulur Anwar, menyebutkan namanya. Sebelum akhirnya mereka membahas mengenai kondisi Gayatri. Sang dokter memeriksa hasil pemeriksaan di UGD, sebelum memeriksa secara langsung kondisi pasiennya. “Kehamilan ke dua ya? anak pertama usia berapa Gaya?” tanya dokter. “Enam belas tahun, aku tidak mengalami hal ini saat kehamilan anak pertama. Kali ini benar-benar tidak bisa melakukan apa-apa,” terang Gayatri. Dokter memberikan beberapa pertanyaan, Gayatri dan Eliot bergantian menjawab. Setelah selesai pemeriksaan, Anwar memberikan lembar hasil Laboraturium pada perawat yang bersamanya. “Kita cek sampai besok ya, semoga
“Balas pesan siapa sampai senyum-senyum begitu?” tanya Eliot. Gayatri tengah menikmati segelas coklat hangat kala Eliot memasuki ruang keluarga selepas membersihkan diri sepulang bekerja. “Dokter kandungan aku,” jawab Gayatri. “Anwar? Mau apa dia kirim pesan sore-sore begini?” Eliot duduk di samping istrinya dan menjulurkan kepala mengintip isi layar ponsel Gayatri.Gayatri menoleh dan memberikan ponselnya pada Eliot yang rasa ingin tahunya begitu besar. Eliot membaca sekilas dan mengangguk kecil memberikan kembali ponsel sang istri sebelum menyugar rambut setengah basahnya.“Anwar sesenggang itu sampai bisa berhaha hihi ngomongin kandungan kamu?” Eliot bertanya santai dengan menumpukan satu kaki kanan ke kaki kiri dan bersandar nyaman pada punggung sofa yang mereka duduki.“Hanya menceritakan satu kasus seperti yang aku alami agar aku lebih hati-hati. Kamu bisa baca sendiri kalau aku hanya menimpali untuk menghargai efor
“Masih mau aku bantu tabok enggak, Ma?” bisik Pilar. “Iya, tabok sekali saja.” Gayatri menjawab dengan berbisik pula padahal jelas ia masih dirangkul pinggangnya oleh sang suami. “Papa sudah digigit tadi, masih sakit ini bahunya,” jawab Eliot. Pilar tertawa masih tetap mendaratkan cubitan pada lengan papanya yang langsung mengaduh kencang. “Papa kalau nyebelin terus aku yang akan gigit Papa sampai minta ampun. Mama itu Cuma cinta sama Papa sudah titik, enggak perlu menuduh macam.” Pilar melayangkan protesnya. “Astaga tua sekali bicaranya, anak siapa sih.” Eliot tertawa dengan mengacak rambut Pilar. “Iya Sayang, nanti Mama akan laporkan kamu ya kalau papa resek lagi. Sana istirahatlah, kami belum selesai bicara. Nanti turun untuk makan setelah istirahat ya, Sayang.” Gayatri mendaratkan kecupan pada Pilar yang bergelayut pada bahunya. Pilar mengangguk dan mening
“Sudah rapi sekali, Ma. Pagi-pagi ada pekerjaan?” Pilar bertanya saat melihat Gayatri sudah mengenakan pakaian rapi bahkan menutupi kemejanya dengan blazer coklat muda serta memoles wajah menjadi lebih segar. “Iya ada urusan sama agensi mengenai kontrak, Sayang. Sebentar lagi tante Rachel jemput, Kamu berangkat sama papa kan?” Gayatri menerima gelas yang diberikan Pilar berisi air putih hangat. “Iya sama papa, bawa minyak angin Ma takutnya mual nanti.” Pilar duduk di samping Gayatri untuk bersiap sarapan dengan seragam sekolah abu-abunya.Gayatri tersenyum membelai pipi Pilar. “Sudah Sayang, terima kasih ya. Kamu cepat sarapan.” Gayatri dijemput asistennya yang sampai saat ini belum mau menjadi asisten model siapa pun semenjak Gayatri memintanya untuk mendampingi model lain. Rachel bahkan mengatakan akan menjadi asisten Pilar saja nanti jika Pilar berniat menjeburkan diri ke dunia model seperti mamanya yang langsung Gayatri
“Kenapa tarik nafas terus?” Gayatri bertanya saat mendengar Rachel berkali-kali menarik nafas secara dramatis. “Gaya,” rengek Rachel. “Hem .... “ “Payah sekali enggak sih, hamil?” Rachel kembali menghela nafas, kini dengan menyentuh perut Gayatri dengan telunjuknya. Gayatri melotot dengan apa yang baru saja sahabatnya lakukan, ia menggenggam pergelangan tangan Rachel dan membuat sang sahabat membelai perutnya. Rachel tertawa paham jika ia sedikit menyentil ego sang model dunia. “Maaf Mama Gayatri,” kekeh Rachel. “Kamu pikir perut aku yang melendung ini barang apa sampai di towel begitu,” gerutu Gayatri. “Aku ngilu tahu, bukan maksud geli apa bagaimana. Seperti kencang sekali dan sakit,” ringis Rachel. “Enggak seperti itu, rahim dan perut kita itu elastis, Chel. Memang terlihat kencang tapi ya rasanya sama seperti perut biasanya. Saat hamil yan
“Aku sih punya banyak chanel ke sana, aku inginnya remaja dan dewasa. Karena aku punya anak gadis tentu saja,” kekeh Gayatri. “Ok ... hanya remaja cewek saja?” tanya Eliot. Rachel dan pilar mendengarkan dengan mata tertuju pada layar lebar di hadapan mereka duduk, saat pasangan di belakang mereka sedang mendiskusikan sebuah rencana jangka panjang. “Tante Rachel kalau om Zean sedang bekerja mendingan di sini saja temani mama sekalian bahas bisnis baru. Itu mama sama papa sedang diskusi.” Pilar berbisik pada Rachel yang memangku cookies keju pada stoples bening kaca. “Tante gabungnya kalau sudah jadi, mau jadi sponsor saja yang tetap dapat gajian,” jawab Rachel. Gayatri melempar punggung Rachel dengan bantalan sofa yang sedang ia peluk, menjadikan tawa Rachel lepas berderai-derai. “Aku bagian operasional saja, Gayatri. Kamu tahu aku sedang pusing,” kelakar Rachel.
“Hah?” Pilar melebarkan matanya. “Baru omongan-omongan rencana, belum terealisasikan karena kan eyang putri kamu meninggal enggak lama kemudian dan mama kamu berpisah dengan keluarganya untuk hidup sendirian. Jadi rencana itu menguap begitu saja, dan lagi astaga anak SMP sudah di jodohkan.” Eliot menggelengkan kepala tidak habis pikir dengan cara berpikir orang tua Gayatri. “Kan baru rencana seperti kata Papa, kok papa sewot? Papa cemburu ya karena buka Papa yang dijodohkan sama mama,” ledek Pilar. Gayatri melepas tawa puas sementara Eliot mencubit pipi Pilar gemas sekaligus tertawa rupanya memang seterbaca itu kekesalannya pada orang tua Zidan dan orang tua Gayatri. “Tapi tetap papa yang menang ya, Ma. Tanpa rencana perjodohan ternyata memang jodoh. Kalau sama om Zidan anaknya bukan aku pasti,” kikik Pilar. “Heh sembarangan.” Eliot melebarkan mata berpura-pura marah seraya mendaratkan keli