Sebenarnya mereka telah berencana menjemput Bu Retno saat keluar dari penjara. Mengajak wanita tua itu hidup bersama mereka dengan rukun. Bagaimanapun juga, Bu Retno adalah ibu mereka. Orang yang berjasa di hidup mereka. Lupakan semua kesalahan masa lalu dan mulai membangun masa depan yang lebih baik. Setidaknya, itulah rencana Bumi dan Embun untuk sang ibu.“Aku juga gak tahu, Sayang. Bisa saja Mas Jery berbohong. Tapi aku tetap ingin mengecek ke sana. Lagipula, aku sudah tak lama melihat rumah masa kecilku. Aku harus kembali merawat rumah itu hingga layak ditempati lagi,” ucap Bumi.Embun setuju. Dia lantas meminta izin sang suami untuk ikut serta.“Jangan, Sayang! Ini udah mulai sore. Aku hanya pergi sebentar, kok. Kamu di rumah saja! Jaga anak-anak dan aku titip Mbak Bella.” Bumi melarang istrinya untuk ikut. Jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Tapi Embun tetap kekeh. Dia mengatakan kalau anak-anak telah dijaga ibu dan baby sitter. Ada ART di rumah ini juga membuat Embun lebi
“Iya … nanti Bumi kasi Ibu uang. Tapi Ibu harus ikut kami dulu, ya,” bujuk Bumi pada ibunya.Bu Retno menjawabnya dengan suara pukulan ke pintu. Sangat kencang. Para tetangga makin banyak keluar rumah dan mengamati Bumi dan yang lainnya.“Mas … Pak RT di sini masih Pak Sakti?” tanya Bumi pada Osin.“Oh … udah nggak, Mas. Memangnya kenapa?”“Tolong panggilkan Pak RT ke sini, dong! Siapapun itu. Aku perlu bantuan untuk membujuk Ibu.”Tanpa pikir panjang, Osin lantas pergi meninggalkan Bumi dan Embun di rumah itu. Osin sempat dicegat oleh beberapa warga yang menanyakan perihal kedatangan Bumi ke rumah itu. Entah apa jawaban pria itu, yang pasti dia hanya berhenti sebentar, meladeni pertanyaan warga, dan kembali berlari menuju rumah Pak RT.“Ayo keluar, Bu! Kita makan dulu, yuk! Ibu pasti belum makan, ‘kan? Rumah ini juga sangat gelap. Memangnya Ibu gak takut?”Berbagai cara telah dilakukan Bumi untuk membujuk sang Ibu keluar dari rumahnya.“Mas … aku pergi cari warung makan dulu, ya. Mau
Puluhan tahun silam“Aku rela makan sampah dan menjadikan daun kering sebagai uang selama sisa hidupku. Asalkan kalian mati secara mengenaskan.”Kata-kata sadis yang keluar dari mulut Retno membuat semua orang terkejut. Termasuk Aiman---suaminya, dan juga Yati---perempuan yang diduga sebagai pelakor.“Retno! Jaga ucapanmu! Ucapan adalah doa,” bentak Aiman pada istrinya.“Aku gak peduli, Mas. Aku cuma mau kalian mati. Mati secara mengenaskan.”Gigi Retno bergemeretak saat mengucapkan itu. Para tetangga mulai berkumpul di depan rumah Retno-Aiman untuk melihat apa yang terjadi.Sebagian besar tetangga di sekitar rumah mereka merasa iba dengan Retno. Walaupun ucapan Retno barusan tetap tak dapat dibenarkan. Selain mendoakan dirinya sebagai gelandangan, Retno juga mendoakan keburukan bagi orang lain.Kenapa Retno bisa semurka ini?Bagaimana tidak? Suaminya tiba-tiba datang membawa seorang wanita yang mengaku hamil. Padahal Retno baru saja melahirkan anak keempatnya yang bernama Bastian, ti
“Aku mau cerai aja, Las,” ucap Retno. Dia merasakan sakit yang teramat sangat. Tidak hanya fisik namun juga psikisnya.“Si Aiman memang benar-benar keterlaluan. Pelet apa sih yang dia terima dari wanita desa itu? Aiman sampai lengket gitu sama dia. Untung anakku perempuan, jadi kalau mau benci sama Aiman gak masalah,” ucap Lastri sambil melihat bayi mungilnya yang bernama Lidya.Lastri dan Retno sebenarnya sahabat dekat. Sudah sepuluh tahun lebih mereka menjalin persahabatan. Saling menyayangi, saling mengasihi, dan pastinya selalu berusaha ada dalam setiap suka maupun duka.“Kamu laporin aja Aiman ke kantornya, No. Biar dipecat sekalian.”Masa itu, mereka belum paham akan hukum yang bisa menjerat pasangan berselingkuh. Retno dan teman-temannya hanya tahu satu cara untuk menghancurkan Aiman dan selingkuhannya, yakni dengan melaporkan perselingkuhan ini ke kantor Aiman. Berharap pria itu dipecat dan tak memiliki pekerjaan. Setelah itu, Retno akan puas menceraikannya.“Atau gini aja, No
“Nenek sadar akan kesalahan terdahulu. Membiarkan ayah mertuamu menjalin hubungan dengan Yati.”Embun terpaku. Dia baru tahu soal cerita ini. Tentang kisah masa lalu mertuanya. Dia yang awalnya merasa kurang suka akan sikap ibu mertuanya yang manipulatif, kini justru terdiam. Ternyata ada kisah pahit dibalik semua perlakuannya. Bahkan hingga kini, Bu Retno harus menanggung buah dari hasil ucapannya terdahulu. Membuatnya menjadi wanita yang terindikasi ODGJ.Tapi Embun masih penasaran akan sosok Yati, istri kedua dari ayah mertuanya. Apakah wanita itu adalah ibu Laras? Embun pun nekat menanyakan semua ini pada Nenek Asti.“Cobalah kamu cari di barang-barang peninggalan mertuamu. Ada kotak kayu kecil penuh ukiran. Dulu Nenek pernah memberikan foto Yati dan anak yang baru dilahirkannya pada Aiman. Ayah mertuamu itu menyimpannya dalam kotak itu. Mungkin tempatnya tersembunyi karena tak ingin ketahuan Retno pada saat itu,” ucap Nenek Asti. Embun pun mengangguk. Nanti dia akan mencoba menc
“Gimana keadaan Bu Retno, Nak?” tanya Pak Salim, setibanya anak dan menantunya di rumah.Embun dan Bumi baru pulang saat tengah malam. Jarak yang mereka tempuh cukup jauh, perlu 1,5 jam perjalanan. Ditambah lagi mereka harus mengurus Bu Retno yang kini tengah dirawat di RSJ. Hal itu menyebabkan mereka pulang larut malam. Bahkan hari akan berganti beberapa menit lagi.“Loh, Papa belum tidur?” tanya Embun dengan wajah lelah. Sedangkan Bumi merebahkan dirinya di sofa ruang tamu. Terlihat sekali raut kesedihan serta lelah yang ada pada dirinya.“Belum. Papa gak bisa tidur sebelum kalian pulang.”Embun lantas pergi ke dapur membuatkan Ayah dan suaminya minum. Dirinya juga ingin mengisi tenaga dengan segelas coklat hangat. Dia membiarkan ayahnya berbincang dengan Bumi sebentar.Selagi bisa membuat sendiri, Embun memang tak perlu repot-repot meminta bantuan orang lain. Terlebih lagi ini sudah tengah malam. Walaupun saat ini keluarganya telah menyewa jasa ART inap, tapi Embun tak ingin bermal
“Loh, kemana semua barang di rumah ini, Pak?” Embun bertanya pada salah satu pekerja di rumah mertuanya.Kemarin, Embun dan Bumi sepakat untuk menyewa jasa orang untuk merapikan rumah sekaligus memperbaiki bagian rumah yang rusak.“Loh, bukannya Ibu menyuruh seseorang untuk mengangkut barang-barang itu ke tempat lain?” ucap salah satu pekerja.Embun dan Bumi saling pandang. Dia tak pernah menyuruh orang lain untuk membawa isi rumah ke tempat lain. Kalaupun harus dikeluarkan terlebih dahulu untuk memudahkan proses pembersihan rumah, harusnya Embun dan Bumi diberitahu terlebih dahulu.“Siapa orang itu?” tanya Embun.“Namanya Osin, Bu. Dia baru saja pergi menggunakan truk.”Tanpa pikir panjang, Embun dan Bumi bergegas mencari truk kuning sesuai petunjuk salah satu pekerja.“Mas Osin keterlaluan. Dia terlalu berani, Mas. Tanpa minta izin terlebih dahulu sama kita. Ini mah namanya pencurian. Terbukti dengan waktu pengangkutan barang. Dia ambil secepat mungkin dan pagi-pagi buta. Dia juga m
“Siapa, Sayang?” tanya Anton dari dalam.Laras tak menjawab. Dia membiarkan suaminya datang ke depan pintu dan melihat siapa tamu yang datang.Benar saja. Karena tak kunjung mendapat jawaban dari Laras, Anton pun menghampirinya ke depan. Baru saja keluar dari kamar, Anton sudah bisa melihat siapa yang datang berkunjung ke rumahnya.“Loh … Mbak Embun? Mas Bumi?” tanya Anton.“Siang, Anton. Siang, Laras. Kalian apa kabar?” tanya Embun pada pasangan suami istri itu.Dua orang yang ditanya spontan mengangguk dan menjawab pertanyaan Embun dengan kata “baik”. Mereka berdua terlihat bingung akan kedatangan mantan bos nya itu. Terlebih lagi bagi Laras. Terakhir bertemu dengan Embun, dia mendapat perkataan kurang mengenakkan dari wanita itu.“Ma … masuk, Mbak … Mas.” Laras mempersilahkan tamunya untuk masuk. Dia lantas pergi ke dapur untuk menyiapkan minum dan kue. Sedangkan Anton menemani kedua tamunya di ruang tamu.“Maaf, ya, Mbak … Mas, lesehan. Di rumah ini tak ada sofa, hee.” Senyum cang