Setelah urusanku dengan Pengacara Jung selesai, aku pergi lebih dahulu meninggalkan bangunan Firma Hukum Dantons ini. Aku berniat pulang dengan bis umum. Lagipula ini masih jam tujuh malam. Masih ada jadwal rute untuk menuju area pinggiran kota.
Aku berjalan ke arah halte bus. Namun seseorang menarik sedikit kain lengan jasku. “Nona Muda! Saya menunggu Anda. Jangan pulang pakai Bis, Nona. Daritadi saya panggil loh,” ucap Pak Dongdong panjang lebar sembari melepaskan genggamannya pada jasku.
“Yaampun Pak,” jawabku kaget. “Sudah daritadi menunggu saya? Bapak tak perlu repot-repot loh,” sambungku. Aku benar-benar tak mendengar Pak Dongdong memanggilku. Pikiranku masih kacau mengingat email perwakilan Zhou.co menghilang dan begitupun jejak digitalnya. Bagaimana bisa?
“Oh, jangan terlalu segan dengan pria tua seperti saya. Ayo, Nona Muda, saya antarkan pulang. Nona, bagaimana bila menyimpan nomor saya? Saya bisa jadi supir pribadi, Nona Muda!” Ucap Pak Dongdong dengan penuh semangat. Aku yang melihat pipinya yang chubby itu langsung tertawa lepas.
Padahal aku berniat langsung pulang. Namun kedatangan Pak Dongdong kembali mengingatkanku untuk membeli ponsel dan nomor baru. Akhirnya kami pun ke pusat perbelanjaan dulu untuk membeli barang tersebut. Setelah selesai mendapatkan hal yang kuinginkan. Aku pun bertukar nomor dengan Pak Dongdong. Orang ini menjadi yang pertama pada daftar kontak di ponsel baruku.
Pria ini tidak tahu bahwa rumahku itu hanya kontrakan di pinggiran kota. Aku menahan tawa saat melihat ekspresi Pak Dongdong yang mencoba menahan semua pertanyaan di kepalanya dengan terus berlaku sopan sembari membukakan pintu mobilnya, saat sampai di depan rumahku. “Jika saya menelpon Bapak. Benar datang jemput saya ya?” Tanyaku bercanda.
“Tentu saja, Nona Muda. Anu, saya mau tanya, apakah mungkin Nona sedang kabur dari keluarga besar Nona yang memaksa Anda menikah dengan pria pilihan mereka?” Tanya Pak Dongdong sembari berbisik.
Aku yang mendengar ini benar-benar tertawa lepas. Terima kasih Pak Dongdong untuk hiburannya.
“Saya yakin sekali Nona pasti sedang kabur dari rumah ya,” ucap Pak Dongdong saat masuk ke arah pinggiran kota yang mulai sepi dari hiruk pikuk kehidupan yang mewah dan sibuk. Jalanan yang dilalui mulai banyak yang rusak dan bolong. Bahkan lampu yang menerangi pun ada yang mulai mati dayanya dan redup cahayanya.
Benar-benar sepi sekali. Jikalaupun ada kendaraan yang lewat, kebanyakan adalah tronton besar yang membawa muatan barang. Tak dipungkiri memang ada beberapa mobil biasa yang melintas atau beberapa motor besar dengan pengemudinya yang ingin ngebut-ngebut-an.
“Kenapa Pak Dongdong berpikir demikian? Memangnya pernah mendapatkan penumpang dengan cerita seperti itu?” Tanyaku yang penasaran sembari terkekeh dengan cara penyampaian pria tua ini. Sungguh, aku senang sekali dengan karakternya. Pak Dongdong bisa membuatku cukup tenang dengan situasiku yang cukup kacau sekarang.
Pasalnya selama perjalanan ia terus bercerita tak henti. Membuat lelucon terkait penumpang yang telah lalu. Namun bukan untuk menjelekan hanya menceritakan kondisi-kondisi lucu yang pernah ia temui.
Terlebih sedari ia menungguku di depan bangunan Dantons sebelumnya, ia juga menduga diriku sebagai putri orang kaya yang kabur dari rumah. Aku tak terlalu peduli untuk menjelaskan hal ini padanya. Aku hanya tertawa dan tersenyum ramah untuk menanggapi hal tersebut. Tak kusangka ia masih memikirkan kemungkinan imajinasinya itu adalah kenyataan.
“Bukankah penumpang yang Nona ingin tahu itu adalah diri Nona sendiri?” tutur Pak Dongdong dengan sangat hati-hati sekali. Namun ia tak melanjutkan terusan yang ingin ia katakan. Aku hanya melihat pantulan dirinya dari cermin di tengah mobil ini. Mulutnya terbuka kemudian menutup lagi. Benar-benar takut salah berbicara. Apa ia memang berpikir bahwa aku putri dari kolongmerat ya?
“Jadi, Bapak… intinya belum pernah mendapati penumpang seorang putri kaya raya yang kabur itu ya?” Tanyaku.
“Saya pikir saya menemukannya hari ini. Tapi, apa mungkin saya salah? Nona tidak memberitahu nama Nona saat saya tanya. Pasti Nona sedang menyembunyikan identitas Nona. Kemudian saat saya mengantar Nona ke kantor hukum pertama, Nona disambut resepsionisnya dengan begitu hormat. Lalu, Nona juga mengajak saya makan di Restoran Breeze Kim. Bahkan, Nona memiliki ruang pribadi di sana! Terus, terus, Nona berbaik hati membelikan keluarga saya makan dari restoran itu juga. Kemudian melihat Nona yang kembali mengunjungi kantor hukum untuk kedua kalinya. Bahkan, yang paling terkenal dengan biaya jasa pengacara cukup tinggi. Nona tidak ragu-ragu untuk masuk ke dalam sana. Terlebih setelah saya pulang ke rumah dan kembali lagi ke kantor itu, saya kira Nona sudah pulang. Namun saya bertekad untuk tetap menunggu lebih lama lagi. Jika saja memang Nona masih cukup lama berada di sana, pasti toh, nanti akhirnya ketemu juga. Ternyata saya benar. Nona masih di sana dan sepertinya kasus Nona ini sangat berat sekali. Pasti ini ada kaitannnya dengan keluarga Nona yang kaya. Lalu, jalan sepi di pinggiran kota ini. Pasti, saya yakin sekali, Nona ingin mencoba hidup seperti kalangan proletar seperti kami. Setidaknya itu analisis yang telah saya renungkan,” jelas Pak Dongdong panjang lebar.
Aku terdiam sejenak mendengarkan itu semua. Kini aku sangat yakin sekali bahwa Pak Dongdong ini terlalu banyak menonton serial drama di televisi. Aku merasa kesalahpahaman ini perlu diselesaikan.
“Pak Dongdong, itu analisa yang luar biasa. Namun sayangnya salah. Saya terlahir dari orang tua yang sederhana. Dulunya mereka petani di Desa Juanxie yang terletak di pinggiran Kota C. Pada 25 tahun yang lalu ada wabah peunomia yang menggemparkan sekali, apa Bapak tahu kejadian itu?” Tanyaku lagi.
“Oiya benar. Ada wabah itu, mengerikan sekali banyak yang meninggal! Dulu saya sebagai supir ambulan di salah satu rumah sakit swasta di Kota G. Masih belum pindah kemari,” timpal Pak Dongdong.
“Ibu saya meninggal karena wabah itu. Kemudian hasil panen di kebun kami jadi tak terurus, karena Ayah tak bisa mengerjakan semua hal sendirian. Ia memutuskan menjual tanahnya ke salah satu perusahaan dan uangnya ia gunakan untuk pindah ke Kota B ini, untuk memulai kehidupan yang baru,” jelasku.
Aku tak terlalu memperhatikan wajahnya Pak Dongdong. Namun satu hal yang pasti, kejadian lama itu kembali membawa emosi negatif pada diriku. Di lain sisi, juga menjadi penyemangat untukku sekarang untuk tetap berusaha yang terbaik dengan masalah yang sedang aku hadapi sekarang ini.
Pak Dongdong tak banyak bertanya setelah aku menjelaskan singkat tentang diriku. Aku juga tidak terlalu peduli apakah ia mempercayainya atau tidak. Setidaknya aku sudah menjelaskan kebenaran diriku atas imajinasinya yang berdasar asumsi analisisnya. Perjalanan menjadi sangat tenang. Untungnya itu hanya berlangsung selama empat menit saja, sebab kami sudah sampai di depan rumah sewaku.
Aku membayar perjalanan ini dengan memindai barkode yang ada di tengah mobil. Saat kulihat layar ponsel baruku ini telah menyelesaikan transaksi untuk perjalanan ini. Aku bergegas untuk keluar dari mobil.
“Nona Muda,” panggil Pak Dongdong.
“Masih,” gumamku dengan suara kecil. “Ada apa ya Pak?” Tanyaku.
“Kalau Nona Muda perlu perjalanan untuk tidak dilacak keluarga Anda. Telpon saya saja. Saya bisa menjadi supir pribadi Nona. Pasti rasanya sulit sekali menyesuaikan kehidupan yang dulunya mapan menjadi sederhana seperti sekarang. Saya belum memberi nomor saya yang lainnya. Tapi, ini, saya ada kartu nama. Nanti kalau Nona yang telpon. Entah itu di nomor pribadi saya atau yang ada di kartu nama ini. Saya jamin seribu, tidak. Sejuta persen! Saya akan menggunakan mobil pribadi saya! Saya tahu kasus yang membutuhkan pengacara biasanya berat. Apalagi lawan Nona Muda adalah keluarga Nona yang kaya,” ucap Pak Dongdong.
Aku menerima sodoran kartu nama itu tanpa bisa berkata-kata. Padahal setelah membeli ponsel, nomor yang pertama kali aku simpan adalah nomor pria tua ini. Sepertinya ia takut kalau dirinya tak menjawab di nomor yang lain, dan memberikan nomor cadangan untuk menghubunginya.
Pak Dongsong masih salah paham dengan status dan situasiku. Yasudahlah mau bagaimana lagi. Aku hanya bisa diam termenung melihat mobil pria tua ini melenggang pergi. Pandanganku tertuju pada tulisan TAXI bercahaya di atas atap mobil itu. Hanya ada satu hal yang ada dipikiranku, Pak Dongdong sudah dicuci otaknya dengan cerita serial drama.
Aku masuk ke dalam rumah dan langsung menuju sudut ruangan dimana tempat kerjaku berada. Kemudian mencolokan kabel pada stopkontak agar daya listrik membantu menghidupkan komputerku. Beberapa detik aku menunggu layar desktopnya menyala, dan aku membiarkannya untuk beberapa waktu. Kemudian langsung mencari tangkapan gambar dan kontrak kerja yang aku tandatangani.
Untungnya masih tersimpan. Dengan sangat cepat aku mencolokan kabel USB pada ponsel android yang baru saja aku beli. Menunggu untuk beberapa saat dalam memindahkan file-file tersebut.
Aku masih belum berani menyalakan ponsel utamaku. Saat segala data sudah terpindah, aku mencari kertas yang bertuliskan nomor milik si Jung…. Entahlah siapa, aku lupa nama panjangnya pengacara itu. Saat aku menemukannya, aku langsung menyimpan kontaknya di ponselku. Aku terlalu fokus membaca angka, daripada namanya. Bahkan aku menyimpan nama kontaknya sebagai Pengacara Jung saja.
Kemudian dengan cepat aku membuka aplikasi obrolan untuk memberitahu identitasku. Tidak ada tanggapan darinya. Namun aku tetap memberikan file-file yang ia butuhkan ini. Aku kirimkan semuanya dalam format gambar dan dokumen. Sembari menunggu semua file terkirim. Namun sedari tadi hanya centang satu saja. Aku mulai berpikir apakah ini nomor formalitas yang ia pakai untuk kerja, atau nomor pribadinya ya? Bahkan, Pak Dongdong yang setua itu saja mempunyai dua nomor. Aku hanya bisa menghembuskan nafas panjang atas praduga tanpa bukti ini.
Fokusku pada layar ponsel ini teralihkan ke layar komputerku lagi. Rupanya ada tampilan pop-up yang muncul tiba-tiba. Aku membacanya sekilas. Entah kenapa aku yakin sekali ada seseorang berusaha menyadap komputerku ini. Aku menelpon si Jung dalam keadaan panik. Namun yang aku terima hanyalah, “Maaf nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.”
Aku benar-benar marah dan mempertanyakan apakah Jung ini orang yang kompeten atau tidak sih?
“Dari awal si Jung ini agak mencurigakan memang,” gumamku sembari berleha-leha di atas sofa yang ada di ruang tengah. Posisinya dekat sekali dengan area kerjaku yang ada di sudut ruangan.Aku menatap pot kaktus yang sudah membesar dan meninggi sampai ke dadaku. Dulu sekali kaktus itu masih berukuran sejengkal tangan Ayah saja. Kalau teringat kedua orang tua yang sudah tiada, rasanya sepi sekali. Namun mau bagaimana lagi. Inilah kehidupan.Aku menatap ponsel baruku lagi. Kali ini aku tidak mengaktifkan akun sosial mediaku di sini. Aku takut dengan notifikasi yang luar biasa seperti ponsel pintarku sebelumnya.Kalau dibilang aku sudah terbiasa dengan munculnya notif yang banyak dari serbuan para penggemar gambarku. Tentu saja, aku sudah terbiasa. Namun kebanyakan yang aku terima adalah kata-kata positif. Jikalaupun itu bukan hal yang sifatnya mengagumi atau menyemangati. Paling tidak berisi kritikan yang memban
Setelah Ibu Yanyan pergi, aku tak tahu harus melakukan apa. Jadi aku menghabiskan waktu yang cukup lama untuk mandi saja. Aku berendam di dalam bathtub dan menyembunyikan kulitku dibalik busa sabun yang menggumpal. Tiba-tiba saja ponselku berdering dan itu membuyarkan lamunanku yang hanya menatap dinding kamar mandi tanpa pikiran apapun. Aku terbiasa membawa ponsel ke dalam kamar mandi, dan aku melihat notifikasi email dari orang yang tak dikenal. Namun dari namanya mr.wonxiegreatestjung@yahoi.com, entah kenapa aku langsung teringat wajah pengacara yang mencurigakan itu. Aku langsung menekan isi pesan tersebut. ___________ Halo Nona Samara! Ini Pengacara Jung. Kenapa Anda tidak menghubungi saya? Saya perlu memperlajari kasus Anda, mohon segera mengirimkan berkas yang saya minta. Termasuk tangkapan gambar dari transaksi transfer uang yang mencurigakan ke akun uang digital Anda. Terima kasih. Ps. Segera mungkin kirimkan ya. ___________ Aku yang membaca pesan itu saja dibuat jengke
Aku masuk ke dalam bangunan ini dengan santai diantara banyaknya mata yang melihatku. Seorang Bellboy menghampiriku, menyapa dengan sopan, “Boleh kami tahu, atas nama siapa reservasi tempat yang akan Anda kunjungi?” “Ding Shu, 14, siapkan Afternoon Traditional Chinese Tea dengan lima daun terbaik seperti biasa. Juga snack rekomendasi hari ini, saya mau berkeliling dulu,” ucapku dengan santai. “Apakah kami perlu menyeduhnya?” Tanya Bellboy itu lagi itu lagi dengan lebih sopan. “Tak perlu. Saya saja,” jawabku. “Baik, Nona Ding. Akan kami persiapkan dalam 15 menit ke depan,” jawabnya. Kemudian aku tersenyum dan berjalan melewatinya. Saat aku melewatinya aku mendengar ia menggunakan walkie-talkie untuk meneruskan pesananku pada seseorang yang lebih berwenang. Pemuda itu juga menjelaskan kemana arahku berjalan. Saat ini aku berada di lantai tiga yang luas ini. Lantai satu dan dua, biasanya menjadi klub malam dimana para dj dan penikmat musik berada. Walaupun begitu di lantai ini juga
Saat memutuskan pergi dari Restoran Terbuka itu dengan langkah yang mantap. Percayalah aku ingin kabur secepat mungkin dari sana. Untungnya pintu lift khusus itu terbuka dan ada seseorang pria yang masuk lebih dahulu ke dalam sana.Aku tak perlu menunggu terlalu lama, dan langsung membuntutinya ke dalam sana. Seorang wanita lainnya juga mengikutiku dari belakang. Di dalam sana ada seorang pria yang berdiam diri di pojokan. Aku mengabaikannya. Namun wanita yang masuk bersamaku ini bersemangat sekali menatapku.“Kau tadi keren banget,” ucapnya.Aku menatap wajahnya setelah memindai ponselku pada layar digital di dalam lift tersebut. Kemudian menekan tombol lift menuju lantai enam. Itu adalah lantai teratas dengan 20 ruangan pribadi yang merupakan sponsor pertama klub ini. Lantai lima dan empat juga untuk sponsor, aku tak tahu ada berapa ruangan di lantai tersebut.Namun yang aku ketah
Aku yang awalnya berniat untuk menikmati waktuku sendirian malah membawa orang tak dikenal dalam dunia kecilku. Aku juga tidak begitu tega untuk mengusirnya. Jadi aku mempersilahkan dirinya untuk duduk di sofa.Pada meja kecil di depan kami, ada set peralatan untuk minum teh. Aku merasa tidak niat untuk melakukan langkah-langkah formal dalam menyajikan teh ini.“Woaah, apakah ini menu Traditional Chinese Afternoon Tea di klub ini? Ini menu yang paling mahal di tempat ini!” Pekik Yuyu. Ia memperhatikan keramik gelas yang terlihat unik dan mewah. “Aku dengar pengrajin yang membuat gelas-gelas ini punya produk seni yang sangat mahal. Aku paham, ukiran desain tekonya terlihat sangat mahal. Susunan letaknya berbeda dengan yang Royalty Western Afternoon tea. Aku memohon pada kakakku agar aku setidaknya bisa menyobanya sekali saja,” sambungnya lagi.Yuyu benar-benar tipe orang yang tidak bisa di
Aku kembali ke lantai tiga. Aku memutuskan untuk membelikan Yuyu hadiah pakaian. Aku tak tahu ukuran pastinya, dan hanya mengira-ngira saja. Aku yakin dengan pengelihatanku. Aku memilih untuk mengunjungi Max Mara terlebih dahulu. Kemudian memilih pakaian beberapa pakaian musim dingin. Toko ini ada beberapa pengunjungnya.Mereka terlihat heran melihatku membawa beberapa bunga dalam genggamanku. Namun tidak dengan staf yang bekerja di toko ini. Mereka langsung melayaniku dengan sangat baik. Mereka pasti tahu darimana aku mendapatkan bunga ini. Terlebih aku memilih beberapa pakaian dalam jumlah banyak tanpa lihat tagnya. Kemudian aku meminta staf di sana untuk membawakan kertas minyak yang cukup tebal yang biasanya mereka gunakan untuk membungkus produk mereka.“Aku akan membayar kertasnya. Tolong bawakan tali bekas dan selotip. Ah, gunting juga,” ucapku saat duduk di sofa dekat kasir. Setelah memilih pakaian tadi, aku langsung memb
Apa yang dipikirkan Shushu memanglah benar. Di dalam lift yang tertutup itu Rony tak henti-hentinya menatap temannya. Semenjak Juan datang menghampirinya di Taman Atap, ia tak bisa menghentikan senyuman di wajahnya. Padahal ia sudah memantapkan mentalnya untuk menerima makian dari atasannya ini.Juanxi, pria dengan marga Huang itu diam-diam menanamkan saham pada kasino terbesar di Eropa, yang terletak di Monako. Tentunya ia tidak menaruh nominal yang kecil. Terlalu banyak angka nolnya, yang pasti nilainya terhitung puluhan triliun sekarang. Hanya saja ia menaruh sahamnya di sana dengan beberapa nama yang berbeda. Salah satunya dengan jasa Rony.Juan meminjam nama Rony untuk menaruh uangnya di sana. Selain itu Rony yakin sekali ada nama lain yang ia pinjam untuk menaruh saham di beberapa tempat lainnya. Namun Juan itu sangat berhati-hati sekali untuk membuka mulutnya. Apalagi dalam memilih orang yang ingin ia kenal. Jika tidak tertarik. Dia b
“Padahal aku mau mengajak Samara Gwenn untuk membuat poster film terbaruku,” ucap seorang pria dengan kaos biru terang berlengan pendek. Ia padukan itu dengan celana panjang berwarna hitam. Juanxi masih memandang pria itu dari atas ke bawah. Usia mereka berdua sama, 32 tahun. “Kakak Ipar, jika tatapan bisa menembus tubuh, aku pasti sudah mati,” sambungnya sembari menatap layar ponselnya.“Jangan memanggilku Kakak. Kau benar-benar menjijikan Yufan,” tutur Juan dengan kesal.Setelah makan malam di kediaman Huang. Nenek, Ibu, dan Ayah Juan memaksa calon menantu mereka untuk menginap. Semua sudah mengenal Yufan sejak kecil sebab mereka dulunya bertetangga di perumahaan elit ini. Kemudian keluarga Yufan pindah keluar negeri.Juan kembali bertemu dengannya saat kuliah. Yufan kembali pulang bersama ibunya saja dan menetap pada apartemen di tengah kota. Rupanya pasangan itu sudah bercerai di l