"Apa maksudmu, Peramal Maut? Apa ucapanmu tadi berarti kau ingin menantangku bertarung?" tanya Kakek Pikun, mengkelap.
"Tantangan telah terdengar. Pantang bagi Peramal Maut untuk mundur dari pertarungan!" tandas Peramal Maut.
"Bagus! Sudah lama aku ingin menekuk sepak terjangmu. Rupanya inilah saat yang tepat untuk mengakhiri sepak terjangmu!" sambut Kakek Pikun sengit.
"Jangan banyak bacot, Tua Bangka Pikun! Ayo kita lihat, siapa yang terlebih dulu berkalang tanah! Kau atau aku!"
Peramal Maut menggeram penuh kemarahan. Sekali kakinya menghentak ke tanah, tubuhnya pun melenting tinggi di udara. Di udara, tongkat di tangan kanannya pun menyambar-nyambar ganas. Bahkan sebelum serangan-serangan itu sempat mengenai sasaran, terlebih dulu telah berkesiur angin keras disertai bunyi menggemuruh!
"Hea! Hea!"
Kakek Pikun tak kalah gertak. Dikawal bentakan-bentakan nyaring, tubuhnya pun segera melenting tinggi ke udara. Begitu serangan-serangan tongka
Lagi-lagi terjadi ledakan hebat di udara. Laksana layangan putus tali, tubuh Peramal Maut dan Kakek Pikun sama-sama terlempar jauh ke belakang.Bukk!Tubuh Peramal Maut terbanting keras dan jatuh berguling-gulingan. Parasnya seketika pucat pasi! Napasnya tersengal dengan darah mengalir dari hidung! Tak jauh di hadapannya, tubuh Kakek Pikun tegak kaku di tempatnya. Meski menderita luka dalam hebat, namun tokoh sakti dari puncak Gunung Slamet itu masih sanggup berdiri tegak.Melihat ini, hati Peramal Maut kontan kecut. Nyalinya bertarung pun seketika lenyap."Jangan dikira aku menerima kekalahanku begitu saja, Kakek Pikun! Tunggulah pembalasanku!" desis Peramal Maut, menahan amarah.Dan tiba-tiba tubuhnya berbalik, lalu segera berkelebat cepat meninggalkan tempat itu. Kakek Pikun tetap diam di tempatnya. Kedua lututnya tampak bergetar hebat. Dan begitu sosok bayangan Peramal Maut menghilang di balik kerimbunan depan sana, tubuhnya pun melorot ke bawa
"Aku tidak mau tahu tengah berhadapan dengan siapa. Apa salahnya sih kalau aku memuji pukulanmu tadi?" sahut si gadis cantik, genit.Matanya pun sempat mengerling ke arah Peramal Maut. "Ketahuilah! Hari ini kau tengah berhadapan dengan Peramal Maut! Hm...! Dari bau tubuhmu, tampaknya kau membawa satu maksud tak baik. Kau pun rupanya tengah mencari seseorang. Entah siapa, aku tak tahu. Yang jelas, mungkin hatimu akan terpaut pada orang yang sedang kau cari," desis Peramal Maut. Namun herannya, masih sempat juga ia meramal gadis cantik di hadapannya."Oh...! Jadi kau yang bergelar Peramal Maut? Pantas! Begitu aku datang kau sudah meramalku. Tapi benarkah ramalanmu barusan?" tanya gadis itu ragu-ragu. Lalu dalam hatinya pun membatin, "Menurut keterangan guruku Ratu Bangkai di Lembah Selaksa Kematian, aku harus hati-hati dengan tua bangka satu ini. Namun, aku juga tidak boleh meremehkan ramalannya begitu saja....""Dua kali kau membuat kesalahan besar padaku, Cah Ay
Sementara tubuh Peramal Maut sendiri tampak terjengkang ke belakang dengan paras pucat pasi. Napasnya terdengar memburu. Cepat lelaki tua ini melompat bangun. Darah segar yang membasahi hidung segera dibesut dengan punggung tangan.Jauh di depan sana, tubuh Dewi Bunga tampak masih berjumpalitan di udara. Namun tanpa diduga-duga sama sekali, tiba-tiba tangannya kembali mengibas, melontarkan kembali bunga-bunga bangkai senjata andalannya ke arah Peramal Maut. Peramal Maut terkesiap bukan main. Sungguh tak disangka kalau akan mendapat serangan demikian mendadaknya. Tanpa pikir panjang, tubuhnya segera dibuang ke samping.Namun, serangan bunga-bunga bangkai dari tangan Dewi Bunga Bangkai tak cukup sampai di situ. Laksana air hujan, puluhan bunga bangkai itu terus mengejar sosok Peramal Maut yang tengah sibuk menyelamatkan diri.Werrr! Werrr!"Bajingan! Kau kira gampang merobohkanku, hah! Tunggulah pembalasanku nanti, Gadis Bengal!" Peramal Maut masih saja sib
"Kau akan menyesal dengan ucapanmu, Peramal Maut. Kenapa tidak kalian berdua maju barengan saja?""Keparat! Justru kaulah yang akan menyesal telah bertemu Peramal Maut!" putus Peramal Maut.Di ujung akhir kalimatnya Peramal Maut yang memang sebenarnya sedang dibalur kemarahan memuncak segera menerjang Gembong Kenjeran. Tidak tanggung-tanggung segera dikerahkannya pukulan andalannya 'Gelap Ngampar'.Maka begitu kedua telapak tangannya berubah menjadi hitam legam, segera dihentakkan ke depan."Hea!"Wesss! Wesss!Gembong Kenjeran menjengekkan hidung. Angkuh. Sedikit pun hatinya tidak gentar menghadapi serangan lawan. Malah lelaki ini sempat mengumbar suara tawanya yang bergelak. Dan ketika jarak serangan Peramal Maut hanya tinggal beberapa jengkal dari tubuhnya, segera dikerahkannya pukulan andalan 'Pelebur Bumi' yang baru saja dipelajarinya dari Eyang Pamekasan."Makanlah pukulan 'Pelebur Bumi'-ku!Hea!" Gembong Kenjeran alias G
Peramal Maut sejenak memperhatikan lelaki yang sebenarnya bernama Gendon Prakoso itu. Melihat pandang mata Gembong Kenjeran yang beringas, buru-buru diraihnya dua butiran kuning dan ditelannya."Nah! Kau telah menelan obat itu. Sekarang, kau harus secepatnya mencari Si Buta dari Sungai Ular dan Penyair Sinting. Kalau tak kau kerjakan, dalam jangka empat puluh hari kau akan mati dengan cara amat mengerikan. Kau tahu! Obat yang kau telan tadi adalah racun ganas yang perlahan-lahan akan menggerogoti ususmu! Kalau kau tak dapat mencari keterangan tentang Si Buta dari Sungai Ular dan Penyair Sinting dalam waktu yang kuberikan, jangan harap aku akan memberikan obat pemunahnya!" urai Gendon Prakoso, menyentak perasaan.Paras Peramal Maut kontan pias. Ia langsung mengutuk dirinya yang terlalu bodoh, hingga dapat dikadali Gembong Kenjeran yang memberikan racun amat mematikan. Namun untuk menolak perintah jelas terlambat. Tak ada pilihan lain. Peramal Maut pun akhirnya menuruti.
"Oh...! Rupanya kau, Kakek Pikun! Ayo sini, Kek! Kenapa malu-malu? Apa tidak ingin ikut menikmati daging kelinci?" sambut Ratu Adil ramah. Senyumnya pun ikut terkembang di bibir."Mau! Mauuu...!" kata batin Kakek Pikun, semangat."Ayo, Kek! Jangan malu-malu! Nanti keburu disikat habis temanku yang rakus ini!" tuding Ratu Adil ke arah Si Buta dari Sungai Ular."Oh...! Jangan dihabiskan!" teriak Kakek Pikun tak dapat menyembunyikan perasaan. Malah dengan langkah buru-buru segera didekatinya Ratu Adil dan Si Buta dari Sungai Ular. Ia duduk menjejeri Si Buta dari Sungai Ular dan tangannya langsung memotes paha daging kelinci panggang.Ratu Adil dan Si Buta dari Sungai Ular yang melihat ulah Kakek Pikun hanya tersenyum-senyum saja. Tanpa malu-malu lagi, Kakek Pikun segera menyantap paha kelinci di tangannya lahap. Malah, lebih lahap dibanding Si Buta dari Sungai Ular dan Ratu Adil.Maklum sudah dua hari dua malam perutnya belum diisi. Maka tak heran kal
Tokoh sesat dari Hutan Kenjeran yang sebenarnya tengah melanjutkan perjalanan menuju tempat persembunyiannya di Hutan Kenjeran itu mulai bersiap-siap melancarkan serangan. Kedua telapak tangannya kini telah berubah menjadi kuning hingga pangkal lengan."Tunggu! Sebenarnya kalian mau apa mencari-cari Si Buta dari Sungai Ular?" cegah Kakek Pikun heran."Wasiat Maut Eyang Pamekasan telah dititahkan padaku. Aku harus secepatnya menghentikan sepak terjang Si Buta dari Sungai Ular dan Penyair Sinting.""Pamekasan? Kau menyebut-nyebut pertapa sesat berhati iblis itu? Apa hubunganmu dengan tua bangka keparat itu, he!""Tutup mulutmu, Kambing Tua! Kau tak pantas memaki guruku!" dengus Gembong Kenjeran, meledak-ledak."Oh...! Jadi tua bangka berhati iblis itu gurumu? Pantas! Kalau gurunya berhati iblis, tentu muridnya berhati setan. Aku tak sudi takluk di bawah kekuasaanmu. Apalagi, membantumu untuk mencari Si Buta dari Sungai Ular. Cari saja sendiri kalau k
SATU SOSOK ramping terbungkus pakaian hijau pupus menghentikan kelebatannya di dekat sebuah padang rumput. Bulatan besar berwarna merah tembaga yang mulai rebah di kaki langit sebelah barat menciptakan bayangan tubuhnya yang memanjang. Tubuhnya berputar sejenak dengan pandangan mengedar ke sekeliling. Ketika merasa tak ada orang yang mengikutinya, napas lega berhembus dari hidung dan mulutnya. Sosok itu adalah seorang perempuan cantik bertubuh sintal. Usianya sekitar tiga puluh atau tiga puluh lima tahun. Tubuhnya terlihat ramping dan masih padat berisi. Pakaian hijau pupusnya begitu ketat, membuat sepasang buah dadanya tampak membusung indah. Dari tubuhnya pun tercium bau harum bunga melati. Sementara rambutnya yang hitam panjang digelung ke atas dengan hiasan-hiasan indah dari permata hijau. Di tangan perempuan berpakaian hijau itu terpegang sebuah payung berumbai-rumbai warna hijau. Siapa lagi perempuan yang memiliki ciri-ciri seperti itu kalau bukan Putri Hijau"Di pundak