“Di antara sekian banyak tempat … Kamu milihnya Taman Enggang?” ujar Matteo sambil geleng-geleng kecil saat mobil yang ia kemudikan berhenti di perempatan lampu merah."Loh, memangnya kenapa? Nggak ada larangan untuk ke taman itu, 'kan?" balas Falisha yang keheranan karena pertanyaan Matteo."Ya … namanya kencan seharusnya romantis … ke tempat-tempat yang bagus. Bukannya para wanita suka makan di restoran mahal atau pergi ke klub kalangan atas yang mewah biarpun cuma sekedar nongkrong?" timpal Matteo berdasarkan pengalaman mengenai wanita-wanita yang berada di sekitarnya.Seperti itulah memang tipikal wanita-wanita yang dikenal oleh Matteo. Lingkungan sosialnya berada di kalangan atas dan rata-rata mereka semua suka akan barang mewah, mulai dari pakaian, tas hingga sepatu apalagi perhiasan mahal, juga suka pergi ke tempat-tempat yang bisa dibilang prestige.Bukan seperti selera Falisha. Wanita ini lebih suka pergi ke taman yang terbuka untuk umum."Ehm … gini ya Mamat … yang pertama,
“Cerita sekarang!” titah Falisha sembari terus melangkahkan kakinya dengan pandangan mata yang beredar ke sana kemari.Matteo menarik sudut-sudut bibirnya membentuk senyuman tipis yang tidak tertangkap mata Falisha karena sikap tidak sabaran wanita ini menurutnya cukup menggemaskan.“Nggak sabar!” ceplos Matteo mengutarakan isi kepalanya.“Ya memang! Kamunya juga bertele-tele, Mat … mau ngomong aja pake acara kencan abal-abal!” sahut Falisha cepat sembari mengabaikan pandangan mata orang-orang yang melihat ke arah mereka berdua.Falisha sungguh sadar diri kalau perbedaan sangat kentara diantara keduanya terutama perihal fisik. Bagai si Tampan dan si Buruk rupa.“Sebenarnya nggak juga bertele-tele, Sha … Aku memang lagi stress di kantor, butuh angin segar dan taman ini jadi pilihan yang lumayan membantu meski di luar ekspektasiku. Padahal Aku nggak keberatan kalau Kamu mau ngeMall atau nyalon … Aku mau kok temani,” terang Matteo gamblang tapi santai dengan kaki yang tetap mengimbangi i
“Selain uang dan kekuasaan … memangnya Kamu nggak penasaran kenapa mantan suami Kamu kooperatif sekali? Ibaratnya tanpa perlawanan sama sekali?” tanya Matteo sengaja memancing Falisha dengan pertanyaannya yang mengusik ketenangan hati.Alih-alih terpancing dengan pertanyaan Matteo, Falisha justru tampak lebih tenang daripada sebelumnya seolah kalimat itu bukan kalimat provokasi.Falisha tidak langsung menjawab, netra kecokelatannya malah beredar sebentar dan berhenti pada kumpulan pedagang asongan yang berjualan di area taman. Meski demikian, pandangan mata Falisha itu tidak benar-benar melihat ke arah sana tapi menerawang untuk menyembunyi keruwetan pikirannya dari Matteo.“Jujur, Mat … sejak berpisah dengannya, diceraikan begitu saja … Aku jadi semakin tahu sifat dan karakter pria itu. Dia akan mempertahankan mati-matian apa yang menurutnya benar, itulah yang ia lakukan … termasuk melepasku dengan memilih bersama wanita lain yang ia anggap lebih berharga, lebih bernilai …,” ucap Fal
"Gimana, enak?" tanya Falisha sambil meniup adonan berbentuk bola dari bahan dasar tepung itu dengan santainya.Mereka berdua, pasangan yang tidak pernah disangkakan–Falisha dan Matteo–ini benar-benar menyatroni salah satu gerobak pedagang asongan khususnya cilok yang berjualan di area taman Enggang tersebut."Enak!" sahut Matteo cepat sebelum kemudian memasukkan sebutir cilok berbumbu saus kacang ke mulut dan mengunyahnya buru-buru.Falisha kontan nyengir dengan mulut yang masih tersisa cilok bagiannya ketika mendengar jawaban sang calon suami, pun pemandangan di depan matanya juga menggelitik hati hingga membuatnya menahan diri untuk tidak tertawa keras saat ini.Bagaimana tidak Falisha ingin tertawa jika seorang CEO grup Taslim, punya fisik atletis serta wajah tampan rupawan tapi malah menuruti keinginannya absurdnya dengan berdiri di dekat gerobak cilok dan sebelah tangan memegang kantong plastik berisikan si bola-bola tepung saus kacang lengkap dengan stik kayu kecilnya."Pelan-p
Dengan cilok yang terbungkus dalam tas plastik, Falisha berjalan bersisian bersama Matteo untuk kembali ke mobil mereka yang berada di area parkiran.Kedua orang yang akan segera menikah ini memutuskan untuk segera pulang walau harus melewatkan keindahan jingga senja yang memanjakan mata.Bukan tanpa alasan, keduanya sama-sama memikirkan keberadaan Ameera yang hanya ditemani oleh Bik Jum di apartemen. Meskipun Bik Jum bisa dipercaya dalam mengasuh Ameera tapi tetap saja kekhawatiran itu ada pada mereka.Di traktir lima puluh ribu untuk jajan cilok dan memeroleh apa yang ia inginkan sudah dikantongi, jadi Matteo sepakat saja dengan Falisha untuk pulang saja ketimbang menghabiskan waktu di luaran dengan meninggalkan Ameera.Suasana hati Falisha dan Matteo cukup bagus saat ini, semua berkat kebersamaan singkat dengan si Cilok yang berhasil meningkatkan mood.Namun, baru lima menit perjalanan mereka, Matteo yang sengaja buka suara untuk mencari topik pembicaraan malah mengacaukan segalany
“Ameera sudah tidur, Mat?” tanya Falisha dengan kepala yang menjulur di cela kecil pintu kamar, pintu kamar yang ditempati oleh Ameera selama ini memang tidak ia buka lebar-lebar karena takut sang buah hati belum tertidur pulas."Sudah … baru aja kok ini, Sha …," jawab Matteo tanpa menghentikan gerakan tangannya yang tengah menepuk ringan bokong Ameera, kebiasaan dari kecil anak itu saat menjelang tidur kini sudah ia hapal.Falisha menerbitkan senyum tipis, lantas membuka pintu lebih lebar dan masuk ke dalam tanpa melepaskan pandangan matanya dari Ameera."Maaf ya, Mat … ngerepotin Kamu … Ameera tuh suka gini kalau tahu Kamu nginap, heran Aku!" ceplos Falisha sambil terus bergerak dan baru berhenti di tepian tempat tidur."Ya mungkin karena dia bisa merasakan kalau calon Papa sambungnya ini sayang sama dia!" balas Matteo ringan tapi sarat akan kesungguhan dalam nada bicaranya.Memang itulah yang Matteo rasakan pada Ameera, ia menyayangi gadis kecil itu dengan tulus terlepas dari keist
"Ya salah, Mat …," ucap Falisha dengan suara tercekat, "normalnya wanita itu pacaran mungkin terus menikah, baru hamil dan punya anak. Tapi untukku, urutannya salah."Sudah diputuskan Falisha untuk jujur terhadap Matteo jika pria itu memintanya untuk bercerita sejak ia mengungkit perihal kedua orang tuanya. Hanya saja Falisha tidak menyangka jika Matteo akan menodong meski secara halus dalam tempo secepat ini.Tidak punya pilihan dan tidak ingin menutupi apa yang terjadi padanya di masa lalu lebih lama lagi dari Matteo. Setelah sekian banyak yang dilakukan pria itu untuknya, Falisha yakin Matteo berhak menerima kejujuran darinya.Matteo yang tidak bersuara seakan menunggu membuat Falisha semakin yakin untuk membuka masa lalunya pada pria tampan ini.“Aku nggak sebersih itu, Mat … Aku juga nggak mengakui kalau Aku nakal … semuanya insiden … kecelakaan …,” tutur Falisha ragu-ragu dan terbata sambil mencoba membaca ekspresi Matteo tapi hanya nihil yang ia dapatkan karena tidak ada yang b
"Orang tua mana yang nggak marah kalau anaknya hamil di luar nikah … mana Aku anak perempuan satu-satunya, 'kan? Anak kesayangan mereka, bahkan lebih disayang daripada Kak Farhan. Dengan segala kebanggaan dan nama baik keluarga Tirta si pemilik beberapa perusahaan besar yang banyak koleganya, tentu Papa Mama marah besar dengan apa yang terjadi padaku," beber Falisha dengan hati nyeri, "malam itu … saat Aku memberitahukan mereka soal kehamilan ku … Aku diusir dari rumah, dicoret dari kartu keluarga … sakit tamparan murkanya Papa bahkan masih terasa … bukan di sini tapi di sini," sambungnya tanpa membuka mata dengan jari yang berpindah dari pipi ke bagian dada, merujuk ke hati terdalam yang menampung perih nestapa menahun.Matteo kontan bungkam menghadapi kenyataan yang baru saja dibabarkan oleh Falisha. Kini, pria itu telah paham mengapa bahasa tubuh Falisha begitu sendu dan lantang penolakan yang digaungkan olehnya.Di samping itu, Matteo sendiri tidak menyangka bahwa Falisha punya ki