"Kamu gebrak meja … Kamu bicara tinggi dan tajam sama Aku, Mas?" ucap Hera kaku, "memangnya kenapa kalau Kamu dipecat, Mas! Kamu 'kan bisa cari kerja di perusahaan lain! Berhenti dari Gema bukan berarti dunia mau kiamat!" sambungnya sarkas menusuk tepat sasaran.Oleh Bramantyo, pria yang hampir tidak pernah mendapatkan bantahan dari Falisha ini mendadak naik darahnya karena kata-kata Hera. Memang, dipecat bukan berarti semuanya berakhir tapi ada yang tidak diketahui oleh istri sirinya itu bahwasanya setelah meninggalkan PT. Gema Sentosa tadi pagi dengan perasaan kacau balau ia telah mendatangi tiga perusahaan besar lainnya yang ia kenal baik HRD mahupun managernya.Hasil yang Bramantyo peroleh tentu pahit. Bramantyo mengalami penolakan dengan berbagai alasan, yang mana tanpa ia ketahui sebenarnya ada campur tangan Matteo si CEO Taslim Grup di belakangnya."Nggak usah banyak bantah Kamu Hera! Turutin aja apa kata suamimu! Pokoknya mulai sekarang harus hidu
Bramantyo memarkirkan mobil berwarna putihnya di halaman parkir gedung pengadilan agama dengan wajah lesu karena kurang tidur dan memang dia kurang istirahat.Bukan tanpa alasan, Bramantyo memang tengah diliputi masalah bertubi-tubi walaupun itu karena ulahnya sendiri.Pasca pertengkarannya dengan Hera si Istri Siri, wanita itu benar-benar meninggalkan dia kemarin. Tidak hanya pergi, Hera bahkan sengaja menonaktifkan ponselnya hingga Bramantyo tidak bisa menghubunginya.Bramantyo menghela napas panjang, untuk masalah Hera ia tidak ingin mengurusnya dulu. Dia akan membujuk wanita itu nanti termasuk juga sang Ibu kandung Reni yang masih mengambek karena permasalahan sebelumnya.Sidang hari kamis ini dijadwalkan jam satu siang dengan agenda mediasi dan Bramantyo masih ada waktu sekitar setengah jam lagi.Memanfaatkan waktu yang singkat ini, Bramantyo meraih ponselnya lalu dengan cepat mengirimkan lagi email lamaran kerjanya ke beberapa perusahaan terkenal.Bramantyo memang mau tidak mau
Falisha baru saja usai mengantar dokter yang datang setiap harinya merawat Ameera ketika ponsel wanita itu berbunyi nyaring menarik perhatian.Tanpa firasat apapun Falisha melangkah kembali ke arah meja ruang tamu, tempat dimana ia meletakkan ponselnya alih-alih menemani putri semata wayangnya yang tengah bermain bersama Bik Jum.Saat Falisha meraih benda pipih itu, detik itu pulalah ia tertegun melihat nama yang tertera di atas layar.Fakta sesungguhnya, walau Falisha telah menghapus foto-foto kebersamaan keluarga kecilnya–yang kini telah berantakan–dari sosial media, wanita ini sama sekali belum menghapus nama calon mantan suaminya itu dari kontak ponsel.Bukannya Falisha sengaja tapi ia melupakan hal yang bisa dibilang remeh ini.Sekarang, entah dengan alasan apa Bramantyo menghubunginya dan Falisha tidak tahu harus menerima atau menolak panggilan telepon ini. Padahal, semasa belum bercerai dan masih terikat status Bramantyo sangat jarang sekali menelponnya lebih dulu. Berbagai per
"Well … ok. Terima kasih atas supportnya … back to the points, Aku nelpon Kamu mau ngajakin kencan," kata Matteo dengan santainya tapi sukses membuat Falisha terdiam seketika.Sumpah demi apapun, Falisha tidak pernah menyangka jika kalimat ajakan kencan ini akan keluar dari bibir Matteo. Pun ekspresi pria itu–tertangkap dari layar kaca–terlihat biasa saja, seolah yang baru saja dikatakannya bukanlah apa-apa.Seumur hidup Falisha, untuk ukuran kisah cintanya ini termasuk dalam kategori menyedihkan. Dia tidak pernah yang namanya kencan meskipun ia menikah dengan Bramantyo karena mencintai pria itu tapi juga ada sebab lain di balik pernikahan mereka.Kencan romantis dengan pria lain juga tidak kunjung Falisha lakoni karena terlanjur terikat hidup dengan Bramantyo dan calon mantan suaminya ini tidak pernah yang namanya mengajaknya kencan walau hanya makan malam saja.“Hei? Kok diam?” tegur Matteo beberapa detik kemudian karena Falisha larut dalam keterdiaman dan tak kunjung merespon ajaka
“Di antara sekian banyak tempat … Kamu milihnya Taman Enggang?” ujar Matteo sambil geleng-geleng kecil saat mobil yang ia kemudikan berhenti di perempatan lampu merah."Loh, memangnya kenapa? Nggak ada larangan untuk ke taman itu, 'kan?" balas Falisha yang keheranan karena pertanyaan Matteo."Ya … namanya kencan seharusnya romantis … ke tempat-tempat yang bagus. Bukannya para wanita suka makan di restoran mahal atau pergi ke klub kalangan atas yang mewah biarpun cuma sekedar nongkrong?" timpal Matteo berdasarkan pengalaman mengenai wanita-wanita yang berada di sekitarnya.Seperti itulah memang tipikal wanita-wanita yang dikenal oleh Matteo. Lingkungan sosialnya berada di kalangan atas dan rata-rata mereka semua suka akan barang mewah, mulai dari pakaian, tas hingga sepatu apalagi perhiasan mahal, juga suka pergi ke tempat-tempat yang bisa dibilang prestige.Bukan seperti selera Falisha. Wanita ini lebih suka pergi ke taman yang terbuka untuk umum."Ehm … gini ya Mamat … yang pertama,
“Cerita sekarang!” titah Falisha sembari terus melangkahkan kakinya dengan pandangan mata yang beredar ke sana kemari.Matteo menarik sudut-sudut bibirnya membentuk senyuman tipis yang tidak tertangkap mata Falisha karena sikap tidak sabaran wanita ini menurutnya cukup menggemaskan.“Nggak sabar!” ceplos Matteo mengutarakan isi kepalanya.“Ya memang! Kamunya juga bertele-tele, Mat … mau ngomong aja pake acara kencan abal-abal!” sahut Falisha cepat sembari mengabaikan pandangan mata orang-orang yang melihat ke arah mereka berdua.Falisha sungguh sadar diri kalau perbedaan sangat kentara diantara keduanya terutama perihal fisik. Bagai si Tampan dan si Buruk rupa.“Sebenarnya nggak juga bertele-tele, Sha … Aku memang lagi stress di kantor, butuh angin segar dan taman ini jadi pilihan yang lumayan membantu meski di luar ekspektasiku. Padahal Aku nggak keberatan kalau Kamu mau ngeMall atau nyalon … Aku mau kok temani,” terang Matteo gamblang tapi santai dengan kaki yang tetap mengimbangi i
“Selain uang dan kekuasaan … memangnya Kamu nggak penasaran kenapa mantan suami Kamu kooperatif sekali? Ibaratnya tanpa perlawanan sama sekali?” tanya Matteo sengaja memancing Falisha dengan pertanyaannya yang mengusik ketenangan hati.Alih-alih terpancing dengan pertanyaan Matteo, Falisha justru tampak lebih tenang daripada sebelumnya seolah kalimat itu bukan kalimat provokasi.Falisha tidak langsung menjawab, netra kecokelatannya malah beredar sebentar dan berhenti pada kumpulan pedagang asongan yang berjualan di area taman. Meski demikian, pandangan mata Falisha itu tidak benar-benar melihat ke arah sana tapi menerawang untuk menyembunyi keruwetan pikirannya dari Matteo.“Jujur, Mat … sejak berpisah dengannya, diceraikan begitu saja … Aku jadi semakin tahu sifat dan karakter pria itu. Dia akan mempertahankan mati-matian apa yang menurutnya benar, itulah yang ia lakukan … termasuk melepasku dengan memilih bersama wanita lain yang ia anggap lebih berharga, lebih bernilai …,” ucap Fal
"Gimana, enak?" tanya Falisha sambil meniup adonan berbentuk bola dari bahan dasar tepung itu dengan santainya.Mereka berdua, pasangan yang tidak pernah disangkakan–Falisha dan Matteo–ini benar-benar menyatroni salah satu gerobak pedagang asongan khususnya cilok yang berjualan di area taman Enggang tersebut."Enak!" sahut Matteo cepat sebelum kemudian memasukkan sebutir cilok berbumbu saus kacang ke mulut dan mengunyahnya buru-buru.Falisha kontan nyengir dengan mulut yang masih tersisa cilok bagiannya ketika mendengar jawaban sang calon suami, pun pemandangan di depan matanya juga menggelitik hati hingga membuatnya menahan diri untuk tidak tertawa keras saat ini.Bagaimana tidak Falisha ingin tertawa jika seorang CEO grup Taslim, punya fisik atletis serta wajah tampan rupawan tapi malah menuruti keinginannya absurdnya dengan berdiri di dekat gerobak cilok dan sebelah tangan memegang kantong plastik berisikan si bola-bola tepung saus kacang lengkap dengan stik kayu kecilnya."Pelan-p