Dalam kamarnya, Arga tampak tengah sibuk mengemasi barang perlengkapannya. Jika semuanya sesuai, Arga akan berangkat siang ini. Suasana disana tampak sunyi hanya suara nafas teratur, juga sesekali bunyi perlengkapan yang berbenturan yang terdengar.
"Apa anda benar-benar yakin akan keputusan ini guru?." Tanya Wirya yang sedari tadi termenung memandangi gerak-garik sang guru dari pojok ruangan."Jika begitu, anggap saja keberangkatan kali ini sebagai liburan khusus untuk saya."
Sembari menggaruk pipinya, sang pangeran bersuara, "Bukan begitu guru, hanya saja Wirya sedikit... Khawatir." Ungkap Wirya jujur, walau agak gengsi.
"Lagipula, dengan sesekali mengabulkan keinginan sederhana saya ini, pangeran takkan keberatan bukan?." Timpal Arga tanpa mengalihkan pandangannya. Arga sengaja mempercepat agenda keberangkatan nya karena alasan lain.
|Flashback On|
Kemarin, seusai acara penobatan...
"Senang rasanya, saya tak sa
Saat mereka tiba di lantai ketiga, langkah Mahrez terhenti di depan suatu ruangan yang terletak tidak jauh dari ujung tangga. Seakan mengerti, dayang-dayang segera beranjak, lalu membukakan pintu ganda tersebut untuk tuan mereka. Arga mengikuti jejak Mahrez yang sudah lebih dulu masuk ke dalam ruangan. Di dalamnya, dinding di dominasi warna hitam pekat, begitupun dengan furnitur-furniturnya kentara dengan aksen gelap yang elegan, suasana terasa kontras dengan keadaan di luar. Setelah di persilahkan Arga pun mengambil tempat duduk di seberang Mahrez, dengan di tengahi oleh meja luas berbentuk persegi. "Permainan apa yang kau bisa, Tuan Arga?." Tanya sang pangeran sembari mempersiapkan meja untuk pertandingan mereka. "Hmm, saya belum terpikirkan." jawab Arga seadanya. Sebenarnya niat awal Arga hanya ingin mencoba permainan disini, sebab rumor yang beredar mengatakan, selain dari ekspor alamnya, pencaharian kerajaan Glaciem juga bersumber da
"...Putri Allea sangat khawatir dengan keselamatan anda." Arga telah menyampaikan semua kisah yang di ketahuinya selama ini mengenai si putri kecil. "Saya memang tak merasakan rasa sakit seperti yang anda rasakan sekarang. Oleh karenanya, jika anda memang tak mau pulang kembali, saya tak akan memaksa." Timpal Arga kemudian, berusaha menghargai keputusan apapun yang akan Rahardian ambil. Tetapi di sebelahnya Rahardian masih memasang ekspresi datar, membuat Arga tak bisa membaca emosi apa pun dalam diri sang pangeran. seketika ruangan menjadi sangat hening. Untuk sesaat hanya suara helaan napas mereka yang terdengar, "Allea pasti sangat menderita, aku telah gagal menjadi sosok kakak untuknya." Sesal Rahardian, sembari mengacak-acak rambutnya frustasi. Rahardian tahu, bahwa tak sepatutnya terlalu mempercayai orang tak di kenal, apalagi orang yang baru di jumpainya dalam keadaan lemah seperti ini. Namun kalau hal itu menyangkut tentang adi
Keesokan Harinya... Setelah malamnya, Arga merundingkan bersama dengan Mahrez mengenai niatannya dalam mencari Pusaka kerajaan Glaciem. Walau awalnya sempat mendapatkan kencaman keras dari pihak yang bersangkutan, Sebab mereka beranggapan keputusan Arga yang terlalu cepat ini sangat disayangkan, mengingat belum keringnya pusaran makan Pangeran Raynar, semenjak kerajaan Maheswara bersedih akan kepergiannya. Namun alasan-alasan tersebut tetap tak cukup, jika di hadapkan dengan tekad kuat Arga yang memang sangat susah sekali untuk digoyahkan. Dan mau tak mau, Kerajaan Glaciem hanya bisa menyetujui kesepakatan yang mungkin lagi-lagi hanya akan mendatangkan kerugian sepihak semacam ini. "jika ada suatu hal apapun itu, Jangan ragu untuk langsung mengabari kami." Tukas Mahrez. "Tenanglah pangeran Mahrez, Jangan terlalu khawatir." Balas Arga berusaha menenangkan sang pangeran sembari menepuk pundaknya pelan. Seolah alasan dari kecemasan Mahrez bukan karena dirinya, Padahal sebenarnya k
"Semuanya putar haluan, kita akan kembali ke posisi berkemah semalam." Himbau Arga, seraya memutar arah kudanya. "Ada apa tuan?, bagaimana dengan tujuan kita semula untuk memasuki hutan terlarang?." Tanya seorang Jendral yang bertugas sebagai pemandu jalan. Sayup-sayup di belakang mereka, mulai terdengar bisikan-bisikan kebingungan dari para prajurit. Namun tidak ada yang berani bertanya lebih, mereka akhirnya hanya mengikuti perintah dan segera kembali ke tempat perkemahan. ◇❖❖◇ |Skip Time| Srek srek. Tiga orang prajurit terlatih tampak Sedang aktif menyelinap, merayap, hingga berguling-guling melalui semak-semak belukar. Seolah menemukan target baru, mata mereka terus mengintai tanpa berkedip sedetikpun. Tak lama setelahnya, seseorang dari mereka baru menyadari, jika ada keuntungan lebih, memilih mengenakan seragam hijau kemeliteran, mereka seperti hantu tak kasat mata. Lantaran warna hijaunya berkamuflase dengan rerumputan di sekitar. Jleb! Karena keasikan mengagumi kek
Di pagi-pagi buta, Sebuah sosok yang tak tersorot sinaran matahari terlihat membelah arus tenang perairan, sosok hitam tersebut terus berjalan pelan mendekati pusat aliran yang semenjak dulu menarik perhatiannya, dan memang sudah menjadi tujuannya untuk datang kesana. Ketika dirinya hampir sampai, Kalung di lehernya kembali berkelap-kelip cepat, Lagi-lagi Arga merasakan sensasi tersedot, bahkan jauh lebih kuat dari sebelumnya. Seolah ada yang menghipnotis, sesuatu memaksanya masuk untuk mencari tahu lebih jauh. Dan entah sejak kapan, dasar air di bawah kakinya mulai retak dan menjatuhkannya ke dalam. Reruntuhannya membentuk lubang besar nan curam yang menjorok bagaikan Palung Mariana. Arga berusaha menggapai permukaan tapi Lagi-lagi dirinya ditahan oleh pusaran dasyat yang malah semakin membawanya jauh ke kedalaman air. Sesak. Arga merasakan nafasnya tercekat di dada. Reflek, Ia berusaha bernapas. Tapi bukan udara segar yang masuk melainkan limpahan air mengalir, mendinginkan pa
Tepat setelah Putaran memori terakhir melintasi benaknya. Tiba-tiba semua berubah, Arga bisa merasakan perlahan pernapasannya kembali membaik, seperti ada kumpulan oksigen yang masuk memenuhi paru-parunya. Tidak itu semua bukan oksigen, dirinya jelas-jelas masih berada di bawah air. Apakah semua ini adalah suatu kekuatan yang terwujud dari kekuatan tekadnya? Ataukah sebenarnya dia memang memiliki kelebihan untuk bisa bernapas di dalam air?Cahaya kedipan, kembali menyadarkan Arga akan lamunanya. Lantas pemuda itu segera menyelam lebih jauh ke kedalaman mengikuti tuntunan si kalung kepadanya. •°Kalung itu berhenti berkedip, ketika Arga sudah cukup lama menyelami air. Untungnya Arga masih bisa melihat lokasi sekitar, karena sinaran mentari masih bisa menembus kesana. Tak jauh dari tempatnya berpijak, Arga melihat ada sebuah dinding tebing tinggu dengan akses masuk melalui lubang. Sedari tadi, Arga merasakan dari depan mulut goa itu, ada bayangan hitam berwujud besar sedang mengama
|Arga| Matanya yang kuning kecokelatan dengan pupil biru tua memandangku di bawah alis hitam nan tebal. Bibirnya berwarna hitam dengan gigi-gigi seperti pahatan es mencuat dari gusinya yang berwarna keunguan. Tanduk di atas kepalanya yang berbentuk Mahkota memiliki warna kuning dengan hiasan spiral berwarna perak, batu-batu mutiara berwarna perunggu, dan kalung tembaga. Wajahnya berkerut dimakan usia, tapi fakta bahwa dia baru saja memperkuat diri, hingga menyebarkan medan yang amat luas dan mampu menggerogoti fondasi bawah goa raksasa untuk sarangnya itu membuatku harus lebih waspada. 'Anda tidak bisa membelah diri kan, Pararryon?.' ucapkan mencoba bertanya, berusaha menganalisis sejauh mana kekuatannya. Naga itu mengangguk. 'Tapi setidaknya aku bisa menciptakan prajuritku sendiri .' Mendadak Seberkas cahaya berbentuk meteor jatuh yang bersinar menyilaukan melesat tepat ke kepala Pararryon. Sesuai dugaanku, kekuatan Pararryon itu tertahan di semacam lapisan tameng tak kasat m
|Arga|Namun tiba-tiba instingku menyuruhku untuk berbalik melawannya, dan aku mengandalkan waktu yang tepat ini untuk mengenai titik lemah Pararryon yang tengah lengah. DRAAKK!Gerakanku itu jelas, terlalu cepat dan terlalu sekilas untuk bisa di lihat oleh mata berusia tiga juta tahun miliknya. Tangan kiriku yang bebas meninju mahkota di atas kepala Pararryon, meretakkannya dengan gampang.Si naga kembali beringsut ke belakang hingga karena terkejut, meskipun punggungnya sebenarnya sudah mepet ke dinding terowongan. Kepalanya bergetar beberapa kali seperti orang menggigil. "Boleh juga, manusia. Kekuatan yang mengerikan sekali. Aku tidak pernah jadi manusia, tapi menurut penilaianku kau terhitung manusia dengan kemampuan langka, pemuda yang sangat cerdik."Aku tak terlalu mendengarkan semua kata-kata semanis madu itu, karena pandanganku masih teralihkan. Aku kini mengamati fenomena menakjubkan yang baru pertama kali aku temui di kehidupanku ini, atau bahkan satu-satunya dan tak akan