Bab 19Sampai di JambiKeesok harinya, Bu Wongso sudah diizinkan pulang. Bu Wongso tersenyum bahagia karena akhirnya bisa keluar juga dari ruangan yang menurutnya sangat tidak nyaman."Ingat ya,Bu. Makannya di kontrol. Jangan terlalu banyak pikiran, istirahat yang cukup." Dokter meemberikan pesan dikarenakan selama di rawat di rumah sakit, Bu Wongso kerap kali berdebat dengan para perawat soal makanan dan minuman."Iya, Pak." Jawab Bu Wongso dengan wajah cemberut.Arif memesan travel online untuk membawanya pulang. Karena takut ibunya merasa tidak nyaman jika harus naik angkot.Sesampai dirumah, Arif langsung menggelar kasur santai untuk ibunya berbaring di ruang tengah. Karena kebiasaan Bu Wongso yang lebih suka tidur atau bersantai di ruang tengah daripada kamarnya."Yana mana, Rif? Selama ibu di rawat, nggak sekalipun Yana besuk ibu. Dasar menantu gak tau diri." Ujar Bu Wongso merebahkan tubuhnya di kasur."Yana balik kerumah Si Mbah,Bu." Jawab Arif tanpa menoleh pada ibunya."Enak
Bab 20 Tinggal di rumah Bu Indah Mereka masuk ke dalam rumah yang terlihat sempit, namun rapi. "Bapak kemana, Bu?" Tanya Yana ketika melihat sekeliling tidak ada sosok pak Amran, suami Bu Indah. Bu Indah tertunduk dan terisak. Yana menyentuh bahu Bu Indah yang berguncang. "Bapak sudah meninggal dunia, Yan. Setahun yang lalu." Jawab Bu Indah dengan wajah yang bersimbah air mata. "Bapak terserang penyakit jantung saat mengetahui, bahwa ruko beserta rumah telah di gadaikan Fikri ke rentenir." Bu Indah mengusap airmata dengan kasar. "Bang Fikri? Kok bisa, Bu?" Yana terkejut. Yana ingat betul. Fikri, yang biasa Yana panggil Abang, adalah sosok yang sangat santun dan patuh pada orangtua. "Iya, Yan. Sejak Fikri menikah, seluruh hati dan pikirannya dikuasai oleh istrinya. Bahkan rumah makan juga dikuasai oleh Istrinya. Sampai akhirnya bangkrut, terlebih ketika ruko di tarik paksa oleh rentenir," Bu Indah menangis terisak. Yana mengusap tangan Bu Indah dengan lembut. "Bapak syok meliha
Bab 21Mencari YanaTak terasa, seminggu telah berlalu. Warung nasi padang yang di buka Yana dan Bu Indah laris manis. Masakan Bu Indah dan Yana memag enak. Bahkan, tak perlu menunggu sore, warung mereka telah tutup. Bu Indah dan Yana sengaja tidak memasak untuk sampai sore, karena mereka juga memikirkan waktu untuk beristirahat.Yana masih seperti dulu, cekatan dalam melakukan pekerjaan. mencuci piring, melayani pengunjung, dan memasak. semuanya Yana kerjakan dengan lincah dan cekatan.Dila di letakkan di dekat dapur, Bu Indah memberikannya banyak mainan bekas Fikri ketika masih kecil, sehingga Dila bisa asyik bermain tanpa merengek minta gendong.Dila adalah anak yang baik, tidak menyusahkan atau merepotkan Yana Dan Bu Indah, jika haus ingin minum susu, Dila hanya merengek sebentar. setelah merasa kenyang, Dila kembali Asyik bermain."Alhamdulillah, omset penjualan dalam seminggu sudah balikin modal, Yan," Bu Indah menghitung uang pecahan sepuluh ribu. Malam itu setelah makan malam,
Bab 22"Bu, Arif nggak bisa berlama-lama ninggalin pekerjaan. Arif harus balik ke Mes." Ujar Arif mendekati ibunya yang sedang santai menonton televisi."Iya, Rif. Ibu kayaknya udah mendingan, kok " jawab Bu Wongso tanpa menoleh kepada Arif."Arif jemput Yana, Bu. Supaya ibu ada yang jaga dan rawat," ujar Arif, membuat Bu Wongso membelakkan matanya."Ngapain kamu jemput Yana? Biarin aja lah dia di sana." Bu Wongso menatap tajam ke arah Arif."Bu, Yana itu istri Arif. Dila itu anak Arif, apa kata orang kalau Yana tinggal di sana sementara Arif di sini." Jawab Arif menatap ibunya tak kalah tajam."Pokoknya, ibu nggak ngiziini kamu bawa Yana ke sini!" Hardik Bu Wongso."Kalau ibu nggak ngizinin Yana tinggal di sini, maka. Arif akan ikut tinggal bersama Yana di sana, Bu!" Tegas Arif. Bu Wongso terperangah, selama ini. Arif selalu menuruti kemauannya. Namun kali ini, Arif berontak."Ya sudah, terserah kamu!" Jawab Bu Wongso berlalu meninggalkan Arif.**********Arif berangkat kerumah Si M
Bab 23Dimana kamu, YanaArif merogoh ponsel dari saku celananya tanpa melihat nama pemanggil."Halo, Yana. Kamu di mana,Dek? "Yana apanya? Ini ibu, Rif," suara telepon di seberang sana."Ibu?" Arif mengerutkan keningnya dan melihat layar ponsel. Benar saja, penelpon adalah ibunya "Kamu buruan pulang. Pergi sejak pagi kok nggak balik-balik?" Bu Wongso mengomel dari seberang telepon."Bu, udah ya! Arif capek!" Arif mematikan telponnya. Arif mengusap wajahnya dengan kasar. Cemas merajai hatinya. Yana tidak memiliki teman selama menikah, karena Arif membatasi ruang geraknya. Teman Yana hanya Sella saja. Namun, Sella tidak mengetahui dimana Yana berada."Apa mungkin Yana balik ke Jambi?" Gumam Arif di dalam hati. "Akh, nggak mungkin. Yana bahkan tidak memiliki uang, bagaimana mungkin Yana bisa ke Jambi." Arif terus berpikir.Ponsel Arif kembali bergetar. Arif merogoh kantongnya dan tertera nama ibu. Arif pusing karena Bu Wongso pasti akan terus menanyakan mengapa tidak pulang. Arif lal
Bab 24"Anak yang membuat ayahnya meninggal? Yang tidak datang di hari pemakaman ayahnya?" Bu indah menghapus air mata yang jatuh di pelupuk matanya."A-apa, Bu?" Ayah meninggal? Kapan, Bu?" Fikri mengguncang bahu Bu Indah. Fikri terduduk di kursi dan menangis tersedu."Kenapa Fikri nggak di kasih tau,Bu?" Fikri menatap Bu Indah dengan linangan air mata."Bukankah kamu membalas SMS ibu waktu itu? Kamu bilang tidak sempat datang?" Bu Indah menahan rasa sesak di dadanya jika mengingat betapa sedihnya setelah Pak Amran meninggal."SMS? SMS apa, Bu?" Fikri terlihat kebingungan."Cukup, Fikri. Cukup sandiwaramu!" Bu Indah berdiri dan menunjuk pintu warung makan."Keluar,aku tidak mengenalmu!" Bu Indah menangis dengan menundukkan kepalanya."Aku bilang, PERGI!" Bu Indah melempar beberapa barang ke arah Fikri.Yana melangkah maju memeluk Bu Indah, menghentikan aksi melempar barang-barang yang di lakukannya."Bang, tolong pergi dahulu. Biarkan ibu menenangkan perasaannya." Yana menatap Fikri
Bab 25Kegelisahan Arif"Pak, Bapak!" Sasa setengah berlari masuk ke dalam rumah mencari bapak dan ibunya."Ono opo toh, Nduk? Teriak-teriak. Bukannya ngucap salam," ibunya keluar dari kamar dengan ngomel-ngomel."Bu, bapak mana?" Tanya Sasa mengedarkan pandangan ke seluruh sudut rumah. "Ya belum pulang dari kebun," jawab ibunya mendelik melihat kegelisahan Sasa."Mbak Yana, Buk! Mbak Yana!" Jawab Sasa sambil menangis."Kenapa Mbakmu?" "Mbak Yana hilang!""Ngawur, Kamu,""Sungguh, Bu." Sasa menceritakan tentang apa yang dikatakan ibu-ibu di sekolahnya tadi."Nggak mungkin, Sa. Pasti mereka bohong," ucap ibunya dengan sedikit gelisah."Mbak Intan mana, Bu?" Tanya Sasa masuk ke dalam kamar Intan."Belum pulang," jawab ibunya.Sasa masuk ke dalam kamar dan menumpahkan air matanya. Sasa sangat merindukan Yana. Karena semenjak menikah, Yana tidak pernah kembali ke Jambi. Sehingga rasa rindu begitu bersarang dalam hatinya akan kehadiran Sang Kakak.Sasa melihat Poto Yana dan keluarga kec
Bab 26Arif benar-benar tidak bisa bekerja dengan tenang. Arif membuka tas kerjanya dan mengambil ponsel yang sejak tadi di letakkannya begitu saja di dalam tas. Arif mengusap layar ponsel. Dan sangat terkejut ketika melihat puluhan panggilan tak terjawab dari nomor tanpa nama."Yana, akhirnya kamu kembali, Sayang!" Arif tersenyum bahagia. Mengusap layar dan melakukan panggilan kembali.Namun, nomor tersebut tidak lagi aktiv. Arif terus melakukan panggilan ke nomor tersebut. Namun masih tidak aktiv."Ya Tuhan, kenapa sulit banget menghubungi Yana?" Arif mengacak-acak rambutnya.Karena merasa kurang fokus dalam bekerja, Arif memutuskan untuk pulang ke Mes dan istirahat. Namun, sesampai di Mes, Arif malah semakin tidak tenang. Arif tidak bisa memejamkan matanya walau hanya sejenak. Bayangan Yana dan Dila terus bermain-main di pikirannya."Kamu dimana, Dek? Mas rindu," Arif memeluk figura mereka bertiga dalam bingkai kayu berwarna putih.Pintu kamar Arif di ketuk."Assalamualaikum," "Wa