Bab 100Arka berangkat ke Pati"Lalu, apa yang harus saya lakukan, Pak?" tanya Yana bingung."Satu-satunya cara adalah. Anda mendatangi Pengadilan Agama Pati dan mengurus gugatan cerai anda di sana!" sahut petugas tersebut.Yana terlihat gelisah. Tidak mungkin bagi Yana untuk kembali datang ke Pati hanya untuk mengurus perceraiannya dengan Arif."Kalau bisa mau, bisa memakai alternatif lain!" Petugas tersebut menatap Yana yang terlihat gelisah."Apa, Pak?" tanya Yana dengan wajah berbinar."Anda bisa memakai kuasa hukum. Anda berikan sepenuhnya gugatan Anda kepada kuasa hukum, dan beliau yang akan mengurus segalanya di sana!" ucap petugas itu.Yana tidak bisa mengelak. Satu-satunya cara hanyalah meminta bantuan Arka. Karena hanya Arka yang Yana kenal.Sepulang dari Pengadilan Agama, Yana segera menemui Bapak dan Ibunya di rumah."Tidak ada jalan lain, Pak! Yana harus meminta bantuan Bang Arka untuk kedua kalinya!" ujar Yana menemui Pak Bejo."Nggak apa-apa, Nduk! Pergi saja. Temui Nak
Bab 101*****Yana menekan bel sebanyak dua kali. Namun pintu tak kunjung di buka oleh empunya rumah."Ayo mungkin Bu Indah lagi di Restoran, Mbak?" tanya Intan."Nggak mungkinlah. Bu Indah jam segini biasanya ada di rumah," sahut Yana.Intan lalu mengambil ponselnya dan menghubungi kontak Bu Indah."Assalamualaikum, maaf, Bu. Ibu lagi di mana?" tanya Intan."Ibu lagi ada acara di rumah teman. Kenapa, Nak?" jawab Bu Indah di seberang telepon."Intan dan Mbak Yana sekarang berada di rumah ibu. Kami mau bertemu sama Bang Fikri. Membahas perceraian Mbak Yana!" Intan langsung bicara ke pokok permasalahan."Loh, kok nggak nelpon dulu. Ya udah. Ibu telpon Fikri, ya!" sahut Bu Indah mematikan telepon."Kamu tuh apa-apaan, sih! Ngomong kok nggak pake basa-basi!" sungut Yana."Keburu basi kalau pake basa-basi," sahut Intan tertawa.Mereka memutuskan menunggu Bu Indah dan Fikri datang dengan duduk di saung yang berdiri kokoh di depan rumah Bu Indah.Lima belas menit mereka menunggu.Sebuah mobi
Bab 102Keputusan yang tepat"Sebaiknya kamu menunggu di sini saja, Yan!" saran Bu Indah kepada Yana."Yana takut merepotkan Ibu!" sahut Yana tidak enak hati."Lagi pula, Dila berada di sana sama Ibu. Kalau Yana menunggu di sini. Kasihan Ibu menjaga Dila sendirian!" pungkas Yana lagi."Baiklah! Jika kamu mau kemari. Kabari Ibu, ya! Ibu akan suruh orang jemput kamu!" Bu Indah mencium pipi Yana sebelum Yana naik ke atas sepeda motor."Pintu rumah ini selalu terbuka untukmu!" Bu Indah mengusap bahu Yana."Yana pasti akan datang kemari lagi lain waktu, Bu!" sahut Yana tersenyum.Bu Indah melepas kepergian Yana dengan senyuman. Berharap kedepannya nanti, Yana mendapat kebahagiaan walau tidak bersama Fikri seperti harapannya.Sebenarnya, Bu Indah teramat sangat mengharapkan Yana menjadi menantunya, tapi, Fikri mengatakan kalau tidak mungkin itu terjadi. Karena di hati Yana hanya ada Arif.Yana memutuskan untuk bercerai dengan Arif bukan karena Yana sudah tidak mencintai Arif lagi. Namun, ka
Bab 103Meniduri Sinta lagiKetika baru saja memarkirkan sepeda motornya, Arif dikagetkan dengan kehadiran Seno yang menatapnya dengan tajam."Aku harap kamu tidak berniat untuk kabur. Karena aku akan memecahkan kepalamu jika kamu coba-coba buat kabur!" ancam Seno."Aku cuma butuh udara segar!" Sahut Arif singkat."Ikut aku sekarang!" Seno menarik tangan Arif yang berniat untuk masuk ke dalam rumah."Kemana, Mas?" tanya Arif heran."Nemani Sinta milih kebaya buat nikah!" Seno menyeret Arif masuk ke dalam mobilnya.*****"Mas, kamu maunya aku pakai kebaya yang mana?" tanya Sinta dengan wajah sumringah."Terserah. Pakai apa pun bagus," sahut Arif malas."Aku maunya Mas Arif yang milih. Bagusnya yang mana?!" Sinta masih terus memberondong Arif."Kamu itu mau pakai apa pun tetap cantik. Kamu telanjang lebih cantik lagi!" ujar Arif membuat Sinta tersipu malu.Arif benar-benar sudah pusing dengan rencana pernikahannya dengan Sinta, ditambah lagi, jadwal sidang yang telah diterima oleh Arif.
Bab 104Mengajar di sekolah Asri"Aku tidak akan pernah membiarkanmu kembali kepada Yana. Sedangkan kamu bisa menikmati tubuhku kapan saja!" Sinta tersenyum membiarkan Arif diseret masuk ke dalam mobil."Apa maksudmu, Sinta?" Bu Wongso menatap Sinta dengan tajam."Mas Arif sudah berkali-kali meniduri Sinta, Bu! Dia harus bertanggung jawab!" Sinta melangkah meninggalkan Bu Wongso yang masih termenung.Bu Wongso mengikuti langkah Sinta menuju ke dalam mobil.Arka dan Fikri saling pandang."Sepertinya, ini tidak akan sulit. Laki-laki itu terjebak dalam permainannya sendiri!" Arka menepuk bahu Fikri dan segera memasuki ruang sidang.Sidang pertama berjalan dengan lancar. Arif tidak bisa menghadiri persidangan tersebut dikarenakan harus segera menemui Seno.Dewan hakim menawarkan mediasi kepada Arka terlebih dahulu, akan tetapi, Arka menolak dan menginginkan proses perceraian berjalan dengan cepat."Bro, sebaiknya kamu pulang saja ke Jambi. Sudah beberapa hari kamu berada di Jakarta mening
Bab 105Dengan bantuan Arka, akhirnya Fikri berhasil mendapatkan sebagian dari harta yang ditinggalkannya kepada Reka. Karena Fikri menuntut harta gono-gini dan Arka menjadi pengacaranya.Uang hasil penjualan harta gono-gini Fikri gunakan untuk membeli sebuah rumah dan mobil yang terletak tidak jauh dari rumah sakit tempatnya bekerja.******"Berani kamu kabur dan rujuk dengan Yana? Aku akan mematahkan kakimu!" Seno menatap Arif dengan geram.Arif telah sampai di rumah Sinta Dan disambut dengan pukulan dari Seno dan Sakti secara bergantian. Arif merasa hidupnya benar-benar hancur berantakan.Niatnya untuk menguasai uang Sinta yang akan digunakan untuk mencari Yana berbuntut kejadian mengerikan yang membuat Arif selamanya tidak bisa lepas dari Sinta.Arif tidak berani melawan. Karena menyadari keluarga Sinta adalah keluarga yang terpandang dan berpengaruh. Lagipula, Arif menyadari kesalahannya yang telah memperkosa Sinta. Sehingga sekalipun Arif melawan, Arif akan terjebak kedalam huku
Bab 106Resmi bercerai*****"Apa guru-guru lain tidak keberatan, Mbak?" tanya Yana."Mereka tidak akan keberatan selagi kamu tidak menuntut untuk dibayar insentif dari mereka!" terang Asri lagi."Kamu siap, mengabdi pada sekolah terlebih dahulu untuk menambah pengetahuan dan wawasan?" Asri mencondongkan tubuhnya mendekati Yana.Yana tersenyum dan mengangguk."Yana siap, Mbak. Yana akan belajar untuk bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah," jawab Yana mantap.Mereka sampai di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, ketika hampir siang. Asri langsung menemui Bu Dwi, tempat mendaftar kuliah Universitas Terbuka."Baru Lima belas orang yang daftar, Sri. Mudah-mudahan kuota mencukupi, jadi kita bisa belajar di Batang Hari," ujar Bu Dwi."Nanti ibu kabari saja kalau sudah terisi kuotanya," sahut Asri tersenyum.Setelah berbincang-bincang sejenak, Asri segera pamit dan mengajak Yana langsung pulang."Besok kamu mulai ngajar. Soal pakaian, kamu pakai pakaian biasa aja. Yang penting rapi da
Bab 107Sesampai di sekolah, ternyata Asri sudah datang. Perempuan anggun itu sangat cantik dengan mengenakan seragam guru."Pagi, Yana!" sapa Asri kepada Yana."Pagi, Mbak!" Yana menyalami Asri.Asri memperkenalkan Yana kepada para majelis guru dan meminta mereka untuk membimbing Yana dalam mengajar. "Untuk sementara, kamu hanya menjadi guru pendamping. Nanti, setelah kamu kuliah dan memasuki ajaran baru, Mbak baru meletakkan kamu di kelas sebagai guru Inti," papar Asri."Iya, Mbak. Nggak apa-apa!" jawab Yana.Asri memperkenalkan Yana kepada anak didik dan wali murid yang kebetulan masih berada di sekolah."Saya harap, ibu-ibu wali murid menghormati Bu Guru Yana seperti guru yang lainnya. Terkait isu tentang Bu Yana, tolong jangan dijadikan bahan gibahan di sekolah, pun luar sekolah. Saya berharap, ibu-ibu memiliki attitude yang baik. Sehingga dapat dicontoh oleh anak-anak kita!" Asri berbicara di hadapan para wali murid yang menunggu anaknya di saung sekolah.Para wali murid mengiy