Bab 57Yana memandangi Dila yang tertidur pulas. Bocah kecil itu hari ini terlihat sangat bahagia. Yana tidak pernah melihat kebahagiaan itu terpancar di wajah Dila ketika mereka tinggal di Pati."Seandainya kamu mau tinggal di sini, Mas. Aku berjanji, akan menjadi istri yang baik untukmu," gumam Yana di dalam hati.Yana benar-benar bingung harus mengambil keputusan. Akhirnya, Yana pun melangkah keluar kamar dan menemui Ibunya. "Bu, nanti malam kita bisa bicara?" Tanya Yana kepada ibunya. Bu Bejo menatap Yana sejenak. "Ada apa, Nduk?" tanya Bu Bejo kepada Yana."Yana mau membicarakan hal yang sangat penting Bu. Yana minta, bapak, Ibu, Intan, dan Sasa bisa berbicara dengan Yana, Bu. Yana ingin mengungkapkan perasaan Yana saat ini," Jawab yana menatap ibunya.Setelah salat isya, dan makan malam bersama, keluarga Pak Bejo berkumpul di ruang tengah. "Pak, Bu ... Yana mau bicara," ujar Yana membuka pembicaraan.Bicaralah, Nduk. katakan apa yang ingin kamu katakan," sahut Bu Bejo menatap
Bab 58Arif bangun dari komaArif membuka matanya perlahan. memandang sekeliling ruangan. "Di mana Aku?" tanya Arif di dalam hati.Arif mencoba bangkit dari tempat tidurnya, namun kakinya tidak bisa digerakkan Arif terkejut ketika melihat kakinya diperban. "Apa yang terjadi denganku?" Pekik Arif terkejutArif semakin terkejut ketika mendapati dirinya yang ditempel dengan selang-selang dan perban. Arif mencoba mengingat-ingat kembali apa yang sebenarnya terjadi dengan dirinya. Hingga akhirnya Arif mengingat peristiwa hari itu, ketika Arif sedang berteriak histeris memanggil-manggil nama Yana, Arif menyebrangi jalan raya dengan sepeda motornya dengan kecepatan tinggi. Tiba-tiba sebuah truk melintas, dan Arif tertabrak truk tersebut sehingga Arif terpental ke jalan raya dan di tabrak oleh mobil sedan yang melintas. Arif tidak mengingat kejadian selanjutnya, karena ketika Arif mencoba bangkit semuanya menjadi gelap dan Arif hanya mendengar suara orang berteriak meminta tolong."Alhamduli
Bab 59Arif memutar bola matanya, terkejut dengan perkataan ibunya. "Bu, kalau ada yang disalahkan atas kecelakaan yang menimpaku, maka itu adalah ibu," sahut Arif menatap ibunya. "Apa? kamu bilang Ibu? berani kamu bilang kalau Ibu penyebab semua ini?" Ujar bu Wongso mulai berkacak pinggang.Arif membuang wajahnya kasar, tidak peduli dengan apa yang dikatakan Ibunya. Arif lalu menarik selimutnya, memunggungi ibunya, menghadap ke dinding.Bu Wongso merasa sangat kesal melihat sikap Arif. Anak yang dinantinya untuk sadar selama dua minggu, ketika terbangun malah menyalahkan dirinya atas kecelakaan tersebut."Ibu menantimu dengan sepenuh hati, Rif. Tapi ini jawaban kamu ketika kamu terbangun dari koma? Ujar Bu Wongso lirih.Arif membalikan badannya, dan menatap kearah ibunya. "Arif tidak akan bicara seperti ini, kalau ibu tidak menyalahkan Yana atas kecelakaan yang menimpa Arif, Bu!" Pungkas Arif menatap ibunya."Tapi, memang kenyataannya begitu kan, Rif!" sahut Bu Wongso"Cukup, Bu! cu
Bab 60Berdamai dengan AsriMalam itu seperti biasa, keluarga Pak Bejo berkumpul di ruang tengah setelah menikmati makan malam. Yana berniat untuk mengutarakan keinginannya kepada bapak dan ibunya."Pak, Bu, Yana mau ngomong sesuatu, nih," ujar Yana membuka pembicaraan."Mau ngomong apa toh, Nduk? tanya Bu Bejo seraya melipat pakaian yang dicucinya kemarin sore."Begini, Tadi pagi Yana pergi ke sekolahnya mbak Asri, Yana berniat untuk melamar pekerjaan di sana. Boleh nggak Pak? Bu?" tanya Yana dengan hati-hati."Apa? kamu datang ke sekolah Asri ngapain kamu ke sana?" bentak Pak Bejo dengan tiba-tiba."Yana mau ngajar, Pak. Mbak Asri bilang, aku masih bisa melamar mengajar di sana," jawab Yana menatap Bapaknya."Ngapain, sih, kamu masih mikir mau ngajar segala? urus Dila aja lah, gak usah mikir yang lain," pungkas Pak Bejo membuat Yana terkejut."Bapak kan, tahu, sejak dari dulu Aku pengen jadi guru, aku pengen ngajar di sekolahnya mbak Asri. Mbak Asri bilang, semester depan aku bisa d
Bab 61"Kamu boleh bekerja dengan siapa saja, asal jangan sama Si Asri," Jawab Pak Bejo juga tegas."Memangnya kenapa, Pak? apa yang salah dengan mbak Asri?" Todong Yana dengan geram."Bapak ndak mau, tabiat buruk Asri itu nular sama kamu," ujar Pak Bejo menatap tajam ke arah Yana."Tabiat buruk yang mana, Pak? Yana benar-benar gak ngerti yang Bapak maksud," sahut Yana membalas tatapan tajam Bapaknya."Iya, Bapak nih, dari kemarin bilang takut nular tabiat buruknya mbak Asri. Emangnya tabiat buruk Mbak Asri yang mana sih, Pak?" tanya Intan kesal."Ya tabiat buruk si Asri yang merangkap jabatan. Jabat inilah , jabat itulah, dan Si Asri itu, orangnya suka sekali mencari muka di depan orang-orang Penting di kabupaten," sahut Pak Bejo mencibirkan bibirnya."Ouwh, jadi bapak masih kesal, karena permasalahan bapak yang dulu? Pak, itu kan, udah lama. Lagi pula, Bapak dan asri itu sekarang sudah sama-sama tidak menjabat lagi di desa, Pak! Kenapa masih harus mempermasalahkan masalah itu, toh?"
Bab 62Kehadiran Fikri di rumah Yana"Cie ... masih nyimpan aja catatan-catatan kecil kayak gitu?" Ledek Bu Indah kepada putranya."Ibu kan, tau sendiri, bagaimana perasaan Fikri kepada Yana," sahut Fikri menanggapi ledekan ibunya."Ibu pikir, Kamu benar-benar cinta mati sama Reka, eh ternyata ... sampai sekarang masih aja menyimpan perasaan kepada Yana," pungkas Bu Indah mengeratkan pegangannya di pinggang Fikri, karena Fikri mulai membawa motor Trail tersebut dengan kecepatan tinggi.Mereka lalu melewati beberapa kecamatan dan desa-desa kecil untuk menuju ke rumah Yana.Sebenarnya, Bu Indah tidak kuat untuk bepergian jauh seperti itu. Apalagi dengan mengendarai sepeda motor yang tinggi seperti yang dibawa oleh Fikri Pada saat ini. Tapi, kerinduannya pada Dila mengalahkan lemahnya fisik Bu Indah, Bu Indah tetap semangat berangkat ke rumah Yana.Ketika sudah sampai di penyeberangan sungai, Bu Indah mulai mengeluh."Kayaknya kita istirahat dulu, Nak. Ibu benar-benar lelah, pinggang Ibu
Bab 63"Loh, kok kuliah, Yan?" Tanya Bu Indah menatap ke arah Yana."Iya, Bu, soalnya syarat mengajar di sekolah itu yana harus kuliah ambil jurusan PAUD. Karena sekarang untuk menjadi guru Taman Kanak-Kanak harus berpendidikan minimal tamat S1 PAUD, Bu," terang Yana kepada Bu Indah."Wah, Ibu mendukung banget, tuh. Semoga cita-cita kamu menjadi guru tercapai Ya, Yan," sahut Bu tersenyum."Oh, iya. Ada angin apa, nih, Ibu dan Bang Fikri datang Ke sini? Masa hanya karena kangen sama Dila?" tanya Yana menatap Bu Indah dan Fikri secara bergantian."Begini, Yan, minggu depan Ibu mau Opening Restoran. Rencananya Ibu mengajak kamu dan keluargamu untuk hadir dalam acara tersebut," sahut Bu Indah tersenyum."Opening Restaurant? Maksudnya?" tanya Yana bingung."Iya, Yan, ibu sekarang buka restaurant yang lebih besar dari rumah makan yang dulu, Fikri yang memodali Ibu," sahut Bu Indah menatap Fikri dan Yana bergantian."Bang Fikri?" tanya yana menatap Fikri."Iya, Yan, ternyata Fikri bekerja di
Bab 64Yana dibully"Seharusnya semakin Yana tidak berada di sini, kamu harus semakin cepat sembuh," ujar Burhan menatap Arif.Arif mengerutkan keningnya, tidak mengerti dengan maksud perkataan Burhan."Maksud kamu apa, Bur?" tanya Arif tidak mengerti. Arif menatap Burhan yang tertawa kecil sembari menyeruput kopi yang di di sajikan Bik Minah kepadanya."Aku nggak nyangka, ya, ternyata pikiran kamu sependek ini," ujar Burhan lagi membuat Arif semakin geram."Aku pikir, kamu masih cerdas seperti waktu kita SMU dulu, ternyata, sekarang kamu bodoh," ujar Burhan lagi.Arif membelalakkan matanya, menatap Burhan dengan tajam Apa maksudmu, Bur? aku tidak mengerti," tanya Arif tajam.Burhan kembali tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya."Arif ... Arif, seharusnya, semakin Yana tidak ada, kamu harus semakin kuat. Kamu harus bertekad untuk sembuh, karena kalau kamu sudah sembuh, kamu bisa mencari Yana kembali. kamu bisa mengembalikan rumah tanggamu yang sudah hancur lagi," jawab Burhan ters