Hidup di Kesempatan Kedua
Life in a second chance. Pagi ini indah sekali...Aku berada di sini lagi. Segar sekali hawa pendingin ruangan, AC di ruang kerjaku. Tatanan ruang kerjaku masih sama. Padahal Jakarta telah banyak berubah, tapi tempat kerjaku masih sama. Aku bisa melihat rekan kerjaku, Si Tubagus...juga Pak Alex, mereka masih di sana. Ketika mata mereka menoleh ke kaca pembatas ruangan ini, mereka berdua berhamburan keluar ruangan dan menyerbuku di ruanganku. Aku sangat merindukan kehangatan mereka.
‘’Hey. Yang baru bangun dari penerbangan ke planet Mars. Udah ngumpul semua nyawa kamu, Live? Ngucapin selamat dulu lah, kita ya, Pak Alex. Selamat ya, Live, hidup di kesempatan kedua. Kita denger kabar kamu mau dibalikin lagi ke kantor pusat. Kirain masih dua bulan lagi. Ngga tahunya dua hari lagi, ya Pak Alex, ya?’’
‘’Iya bener, Bu.’’Jawab Pak Alex.
‘&rsqu
Pasca Badai, Semua Baik-Baik SajaSuasana kehangatan suami istri Refan-Olive makin cair. Keharmonisan timbul pasca titik balik sadarnya Refan dari pengaruh buruk perempuan jalang yang mencekokinya dengan ekstasi saban malam. Perempuan itu tak berani menunjukkan batang hidungnya di wilayah Jabodetabek. Lantaran ketakutan menjadi TO (target operation) polisi, maka menyepi di kampung halamannya di desa terpencil di Cirebon, tanpa lacak jejak, mengganti nomor ponsel, lost contact.Pria yang seharusnya makin matang di usia menjelang 40 tahun ini juga sadar, rumah tangganya, istrinya dan mungkin saja anaknya nyaris terhilang hanyut bersama peliknya hujan badai hidup, prahara rumah tangga. Ibarat makin tinggi pohon, makin lebat buahnya, makin kencang anginnya. Rumah tangga pasangan ideal ini, benar-benar lulus uji.Meski tak berkomunikasi banyak dengan Olive, buku harian istrinya itu banyak menolongnya memberitahu betapa rumah tangganya telah hancur da
Simpul Si Mafia yang Putus Hiruk pikuk terjadi di lantai V gedung utama Badan Narkotika Nagari (BNN) Pusat berlokasi di daerah Cawang Jl MT Haryono 11 Cawang, Kramat Jati, Jakarta Timur. Suasana sore itu Senin, pukul 19.00, cukup ramai. Sebanyak 25 orang ditangkap oleh team IT BNN hari itu, dan diinapkan di sana, sebagai bagian dari proses penahanan mereka. Meski suasana lantai V gedung ini ramai, namun aura dan rona kepedihan, kesedihan, putus asa, kebingungan dan ketakutan menyeruak dari wajah para tersangka (TSK) tindak kejahatan narkoba yang baru ditangkap hari itu. Mereka sejak hari itu menghuni penahanan sementara di ruang kantor itu. Mereka ini ditangkap oleh tim IT BNN pusat, biasanya merupakan hasil pengembangan penyadapan IT berbasis laporan masyarakat. Niman, Erwin, Abah Engkus, Udin dan belasan TSK lainnya menginap di space kosong di lantai ini. Mereka diinapkan di ruang kosong yang disekat dengan dindin
Kisah Mereka Yang Diumpan Mafia (Bagian Pertama) Di ruang kosong sebelah ruang IT lantai V BNN Cawang, Niman dan Erwin beristirahat malam itu disana bersama belasan pria lainnya termasuk Abah Engkus dan Udin. Niman-Erwin merasakan lelah menyergap keduanya, setelah deretan panjang perjalanan dua hari dari Papua Nugini (PNG), Jayapura hingga sampai Jakarta. Beralaskan karpet plastik dan menggunakan sajadah sebagai bantal tidur, mereka melepas penat malam itu, tertidur pulas hingga terbangun tengah malam. Erwin terbangun malam itu lantaran mendengar suara seseorang yang sedang muntah di pojok ruangan. Memegangi kantong kresek dan duduk meringkuk dengan napas terengah-engah. Seorang kakek berusia sekitar hampir 60 an, perutnya agak tambun, badannya tidak tinggi hanya 160 cm, kulit kuning dengan rambut berombak sebagian perak. Erwin menyapa pria tua itu dan menawarkan bantuan memijit leher belakangnya.Membantu si kak
Kisah Mereka Yang Diumpan Mafia (Bagian Kedua) Sesal itu datangnya selalu belakangan. Semua tersangka yang ditangkap BNN juga menyatakan penyesalan yang sama. Kalau saja saya tidak ini, tidak itu, pasti saya nggak akan begini. Niman menyesali setiap keinginan dan cita-citanya bekerja jadi housekeeping hotel di Kuwait Uni Emirat Arab (UEA), hingga memaksanya mencari penghasilan tambahan agar ia bisa mengumpulkan biaya ke agen Perusahaan Jasa Tenaga Kerja (PJTKI). Ia juga tak percaya, bibinya menjerumuskannya ke keadaan ini. Pekerjaan ini ia dapatkan dari bibinya. Duduk meringkuk, bertopang tangan di lutut yang tertekuk, lalu ia membenamkan wajahnya di kedua telapak tangan yang terbuka menutupi wajahnya. Niman berada di sudut ruangan. Di sebelahnya ada adiknya, Erwin, berusaha menghibur kakakya. ‘’Urang hayang gawe ke Kuwait, henteu terang yen urang gawe dina penjara. Ieu kumaha, Erwin? Hampura Erwin (Sa
Kisah Mereka Yang Diumpan Mafia (Bagian Ketiga) Sore yang ramai di Bandara Soetta. Pukul 15.00. Nana, pekerja back packer, rekrutan dari lowongan kerja di f******k, dihentikan oleh petugas Bea Cukai. Hasil pemindaian di mesin x-ray atas barang bawaannya, dua lukisan kaligrafi berbingkai panel kayu mengandung barang terlarang, narkoba. ‘’Anda kami tahan. Bersama barang bawaannya,’’ ‘’Handphone saya Bapak tahan juga?” ‘’Iya. Itu ada di ruangan atasan saya. Nanti akan diserahkan ke petugas BNN,’’jelas pria botak berseragam setelan biru tua bertuliskan bea cukai itu. Nana, perempuan berusia 32 tahun ini tengah kebingungan dan panik memikirkan anak-anaknya. Ia ditahan di ruangan Bea Cukai telah tiga jam lamanya. Tak paham apa yang terjadi padanya, ia menanyakan nasib keberadaannya ini akan diapakan. ‘’Memangnya saya nggak boleh pulang ya, Pak? Atau kasih kek ha
Bab LIX Awal Sunset Para Mafia Inilah awal dari masa kehancuran para mafia. Sepak terjang mereka memasuki masa sunset. Fira duduk di atas karpet plastik di space tengah ruang IT, bersama perempuan lainnya yang tak ia kenal. Mereka semua tidur ngumpul bak ikan pindang, hanya dia yang melek semalaman. Masih ada efek sabu yang ia pakai kemarin. Mukanya tegang, kekencengan. Tak sedikitpun kantuk tergurat di wajahnya. Ia hanya memikirkan nasib Bastian yang menunggunya di hotel Le Meredien merayakan ultah Bastian yang ke 21. Ia tadinya hanya berpamitan sebentar meninggalkan pacarnya ini untuk menemui seseorang. Nggak tahunya, sampai dua hari, ia tak ada kabar. ‘’Anjing....sialan, bangsat. Gue kegep (bahasa gaul, baca: ketangkep),’’Fira menyumpahi situasi yang tengah ia alami. Sedari tadi malam, dia tak bisa tidur. Pagi ini, ia dipanggil pagi-pagi jam 06, untuk menjalani tes urine, rapid tes. Hasil tes urine men
Terkuaknya Asal Usul Uang Gampang Rita mengingat jalanan panjang yang pernah ia lalui menuju Bandara Soekarno Hatta, dengan menyelamati bye-bye kemiskinan pernah ia ucapkan tiga tahun lalu. Ketika itu ia perdana melakoni profesi baru pasca pensiun dari pekerjaan meregang selangkangan. Profesi baru itu ia namai : Selamat Tinggal Kemiskinan. Ia bekerja menjadi kurir koper menerbangi Jakarta-Rio de Jenairo, Brazil. Kini ia melihat nasib orang-orang yang ia tawari pekerjaan Selamat Tinggal Kemiskinan itu. Semuanya terperosok ke dalam jurang kematian kemakmuran alias lorong kemiskinan yang paling dalam di muka bumi ini, P-E-N-J-A-R-A. Selama perjalanan 4 Jam dari Plumbon Cirebon ke Jakarta Cawang, benak Rita penuh dengan ketakutan. Jika ia tak paham ketakutannya ini tentang apa, berjalannya waktu nantinya akan memberi tahu dia, bahwa profesi bye bye kemiskinan itu menuntunnya untuk memasuki lorong kemiskinan yang paling dalam di
Simpul Kemiskinan, Uang setan dimakan Jin Pagi ini, Rita mendapati dirinya tak bisa mengelak dari kejahatan rekruitmen kurir yang ia lakoni. Profesi selamat tinggal kemiskinan yang ia percayai telah membuat dia hidup mulia, kaya raya tak lagi dengan meregang selangkangan itu kini menjadi boomerang buatnya. Salah satu kurir yang direkruitnya tak sengaja bertemu muka dengan dia. Pemanggilan penyelidikan Yati dan pamannya Bang Anto di mulai pagi itu, pukul 09.00 di ruang penyidik I, gedung belakang. Sementara Pemanggilan penyelidikan untuk Rita, Nana dan Fira juga jatuh di jam yang sama, di ruang penyidik III. Lokasi ruang penyidik satu dan tiga ini berada di gedung yang sama. Tanpa sengaja mereka bertemu di sana, saat menunggu dipanggil masuk bertemu polisi penyidik masing-masing. ‘’Paklik, itu bukannya Bu Rita, bos kita?” Tanya Yati ke Bang Anto, pamannya. ‘’Yang mana?” ‘’Itu yang duduk di bangku di belakan