Sebuah Eksepsi
Senyap mencekam pagi itu makin bertambah-tambah dengan adanya dua panggilan nama pasien agar keluarganya masuk. Pemanggilan itu berakhir dengan didorongnya bed pasien keluar ruang ICU dalam keadaan tertutup kain putih. Dari pagi ada dua pasien didorong keluar dengan ditutup kain putih. Suasana kalut tangis keluarga pasien yang keluar dari ruang ICU merayap merasuki keluarga pasien lainnya yang masih sabar menunggu di luar.
Kesedihan yang merayap menyergap disambut muka-muka pucat yang tiba-tiba bertambah pasi dengan tatapan kalut, “Kami turut berduka dan kami sendiri sedang sangat berduka meski keluarga kami belum mati” Itu ucapan yang tak terkatakan.
Malam itu, hari ketiga kunjungan suami majikannya. Refan datang bersama Ibu Vera membawa serta bayi Reylive alias adek Eif, anak majikannya. Mba Nung menyongsong kehadiran tamu istimewa yang ia rindukan ini, bagai anaknya sendiri, bayi ganteng mungil yan
Pertobatan , sebuah titik balik kesadaran kembali kepada apa yang seharusnya, , atau jika lebih wise disebut bertobat berarti kembali kepada Tuhan. Meski Tuhan tahu betapa bejat dan khianatnya Refan, mungkin Tuhan lebih percaya pada ketulusan hati istrinya yang masih mencintai suaminya, sama seperti ia sangat mencintai bayinya. Jika pembaca suka dengan novel ini, beri rating ya...? Juga comment nya...
Putri Lilin Yang Meleleh Membesuk Ibu Olive di ruang ICU dengan membawakan dot bayi dan topi rajut adek Eif ternyata berdampak memberi kemajuan pada kesehatan majikannya, itu sesuatu yang baru buat Mba Nung. Selama ini ia tak tahu. Tiap kali besuk Bu Olive, ia hanya duduk diam selama 30 menit. Kalaupun ia mau bicara dengan majikannya itu, itu tidak banyak, kebanyakan ia bicara dalam hati. Sebab saat bekerja di rumah majikannya, majikannya itu juga pendiam dan itu artinya tak banyak bicara dengannya. Kesannya seperti tertutup, jaga jarak, jaga wibawa, entah karena tak selevel tapi secara positif ia bisa simpulkan, majikannya pendiam. Buktinya saat ia delapan bulan terakhir menjabat pekerjaan double job merawat bayi dan menjadi asisten rumah tangga sekaligus, Ibu Olive itu tak menjelaskan job desknya. ‘’Ibu, saya mulai hari ini kerja double job jadi asisten rumah tangga juga. Maaf ya Bu, boleh minta tolong ibu beri saya p
Ingatan Yang Hilang Buru-buru memasuki ruang ICU dengan terlebih dahulu melapor ke meja dokter jaga, jantung Mba Nung dag dig dug, tubuhnya gemetar menyongsong pemanggilan itu. Sementara matanya masih bengkak lantaran lama menangis, tangisan syukur atas progres kemajuan kesadaran majikannya yang hampir sembuh dari koma. ‘’Ya, dok. Nama keluarga saya dipanggil, dok. Mohon maaf dok, baru datang sekarang, saya keenakan tidur. Ada apa ya, dok?,’’Tanya Mba Nung ke dokter jaga yang memanggilnya untuk masuk ke ruang ICU menemui pasien dengan nama yang disebutkan. ‘’Ya. Saya memanggil keluarga pasien Silvia Arinta, dari tadi pukul 02.30. Ibu keluarga pasien yang kami sebut tadi? ‘’Siapa dok, maaf ulangi dok, saya masih ngantuk, dok,’’ ‘’Silvia Arinta,’’jelas dokter jaga itu. ‘’Oh, maaf dok, saya salah dengar, kirain Olivia Mananta. Makasih, dok.’’ ‘’Ibu tolong panggil keluarga dari S
Kemelut Uang Sudah seminggu ini, pikiran Pedro rungsing. Beberapa masalah terjadi di lini bisnis ekspor impornya. Ia menamai bisnis yang dijalankannya sebagai bisnis ekspor impor. Ia tak memberi embel-embel nama produk di belakang tajuk bisnisnya itu, lantaran ia memang mengendalikan bisnis barang haram narkoba keluar masuk Indonesia. Kan juga tidak lucu jika ia berkenalan dengan orang menyebut bisnisnya ekspor impor narkoba. Jikapun ada yang mendesak barangnya apa, ia menyebut hanya bisnis baju. ‘’Pokoknya saya nggak mau tahu. Saya minta barang saya diantar ke tempat saya. Kamu kerja untuk saya, seharusnya barang itu di antar ke saya. Kenapa kamu antar ke bos lain? Kamu curi barang saya ? ” Jelas Pedro, orang negro dengan lima passpor dari lima negara Afrika yang mengaku sebagai warga negara Mexico, pacar Melanie. Pedro sedang menghubungi seseorang melalui ponsel androidnya dan tengah memaki orang itu. Melanie tercen
Menjaja Cinta Vs Menghandel Barang Bukti Umurnya sekarang 28 tahun. Fira, dara asal Sukamandi Subang ini malang melintang di dunia profesi meregang selangkangan. Berarti ia telah enam tahun melakoni profesi ini. Pekerja seks komersial. Ada bosan, letih bahkan muak. Ia merasa jengah saat harus melayani pria tua yang posturnya tak lagi proporsional. Perut buncit, mulut bau rokok. Mestinya telah uzur, namun mereka tak mau berhenti untuk main atraksi percintaan non stop sepanjang malam. Wuuih yang ini, pastinya mengkonsumsi aneka obat kuat termasuk pil biru, juga miras dan mungkin juga narkoba. Ia takut melayani gairah cinta mereka sama juga mengantar mereka pada ajal di penghujung nyawa. Ia juga muak dengan percintaan gaya para shadomasochist yang memukuli tubunya terlebih dulu untuk menikmati nikmatnya percintaan. Belumlagi jika ia diminta tamu yang minta layanan three some dan swing partner, ia lumayan jengah. Beke
Awal Pengintaian Check out. Fira diperintahkan oleh bosnya agar mengurus proses check out penyewaan apartemen di Boulevard Kelapa Gading, hari itu juga. Namun, Fira sayang uang. Ia ingin sekali melakukan oper sewa ke agen broker property di lantai dasar tower apartemennya, agar sisa masa sewa yang telah terlanjur dibayar, bisa diuangkan kembali. ‘’Nama penyewa Margarita Sihombing?”tanya broker properti apartemen itu. Fira gelagapan, lantaran tak tahu waktu itu bosnya menggunakan KTP siapa. Sebab seingat dia, nama bosnya itu adalah Rita something. Entah nama belakang bosnya itu siapa. Bukan Margarita. Ok, daripada mencurigakan, dia langsung mengiyakan pertanyaan itu. ‘’Iya betul, Unitnya tower A, 23FK,”jawab Fira. ‘’Ok ini saya opersewakan ya, Kak. Broker fee 10% dari harga oper sewa, kami potong langsung,’’ ‘’Ok, silakan aja,’’Jawab Fira. Dalam hati, ia bergumam, uang Rp 121,5 juta disia-siakan b
Secercah Harapan Hidup Pagi yang cerah, Mba Nung masih berjaga di sana, pukul 06.00. Ini hari ke 40 majikannya terbaring koma. Terapi mendengarkan musik kesukaan, meraba topi dan dot anaknya, mendengarkan alunan musik kesukaan, serta kunjungan suami yang disayangi, membuahkan banyak kemajuan pada kesadaran perempuan ini. Erangan panjang dan pendek mewakili usaha untuk menjawab, menangis dan menggerakkan jemari tangan sebagai respon atas pendengaran dan perabaan, adalah sekian wujud kemajuan kesehatan Olivia Mananta. Jika banyak rekan kerja berkunjung dan tak bisa menghargai kemajuan ini, Mba Nung malah sebaliknya. Ia tak henti bersyukur kepada Tuhan atas semua kemajuan pengobatan yang dicapai. ‘’Mba, kan yang nengokin Ibu Olive. Kok, Ibu Olive masih gitu-gitu aja? Belum siuman?” teringat ia akan pertanyaan salah seorang rekan kerja yang menyapanya kemarin malam usai berkunjung. ‘’Buat saya, Ibu Olive banyak kemajuannya, sejak enam hari terakhir
Satu Hati Satu Jiwa Olive mengeluhkan sakit kepala sebelah sejak pertama kali bangun siuman dari koma, tadi pagi. Ia merasakan sekujur badannya kaku dan lemah. Ia meminta Mba Nung memanggil dokter. ‘’Dok, saya migrain. Kepala sebelah kiri, sakit banget. Badan saya juga kaku terutama persendian, terus berasa banget lemesnya,’’Keluh Olive ke dokter. ‘’Sebentar saya pasangkan selang oksigennya. Ibu memang ada cidera otak anoksik. Cidera otak gara-gara kekurangan oksigen, Bu. Kalau pusing, nyeri otot,kaku dan lemes itu hal lazim dialami oleh mereka yang baru bangun dari koma. Setelah ini Ibu sudah tidak lagi makan lewat sonde di hidung, Ibu makan makanan biasa, tapi dimulai dengan bubur. Pusing sebelah itu juga ada hubungannya dengan dilepasnya sonde yang diipasang dilubang hidung hingga lambung Ibu cukup lama. Tubuh ibu ini ibarat handphone, sedang di restart. Jadi, memang agak menyesuaikan dengan kead
Kejahatan Yang Ditelanjangi Di Bandara Sentani Jayapura pagi-pagi, pukul 06.00. Tim Buru Sergap Satuan Tugas Gabungan (Buser Satgas Gabungan) Polda Metro Jaya-BNN dan Bea Cukai, tengah membekuk dua orang kurir di depan mesin x-ray pemeriksaan barang bawaan penumpang. Ini merupakan acara puncak dari pengintaian terhadap jaringan mereka berdua selama enam bulan terakhir. Setelah tim ini memecah anggotanya dan menyebar di pos imigrasi perbatasan Merauke –PNG, menguntit sasaran sampai mereka tiba di Bandara untuk kembali ke Jakarta. Erwin dan Niman sampai di Bandara Sentani, mengenakan rangsel gunung tersemat di punggung mereka. Di pintu masuk Bandara, mereka dibekuk, dengan mudah tanpa perlawanan. ‘’Bapak, silakan ikut kami. Bawa ranselnya ke sana. Ikuti kami,’’jelas Ipda Tio. ‘’Oh, Baik, Pak,’’kata Niman. Sesampainya di sebuah ruangan Bea Cukai, keduanya diberitahu bahwa mereka ditangkap atas tuduhan