gemana ya reaksi Sonia setelah mengetahui kenyataan yang sebenarnya? (・o・)
“Tidak ada hubungan darah?” lirih Livy, bibirnya bergetar, kedua tangan mengepal di sisi tubuh bahkan gigi saling bergemeretak.Ia teringat kalimat terakhir sang ayah, jika Sonia bukan kakak kandungnya. Ingin sekali, Livy bertanya pada wanita di depannya ini. Sayang, lidahnya terasa kelu, lagi pula sekarang bukanlah waktu yang tepat menyampaikan suatu kabar.“Cih, tunggu apa lagi? Cepat pergi! Puas kamu, membunuh ayah secara tidak langsung? Jahat!” cerca Sonia terus menerus.“Sonia! Jangan sampai aku berbuat kasar!” desis El menatap sengit pada mantan istri.“Kenapa aku harus patuh?! Aku bukan istrimu lagi El.” Senyum miring Sonia , lantas berjalan angkuh menyapa para tamu yang menyatakan belasungkawa.Sementara dari kejauhan, Livy hanya bisa menyoroti tingkah laku Sonia. Kakaknya itu banyak menerima perhatian dari kolega Tuan Fabregas. **Pagi ini iring-iringan keluarga mengantar Tuan Fabregas ke tempat peristirahatan terakhir. Termasuk Livy dan Al, ibu muda ini tampak pucat, hampir
Dalam sekejap ruang tamu berubah hening, panas, membuat udara sesak serta gersang. Ya, bagi sebagian orang, bukan Livy atau El.Ibu muda ini mengerjap, mulutnya sedikit terbuka, bola mata bergerak-gerak secara bergntian menatap El dan pengacara. Ia mereguk air liur terasa kelat, telapak tangannya menggosok telinga dengan lembut—memastikan tidak salah mendengar.Keterkejutan Livy pecah, saat Sonia mengamuk dan murka, hendak melampiaskan luapan emosi. Sorot mata Sonia menyala-nyala, dagu lancip terangkat, pundaknya turun-naik, menghampiri pengacara.“Kamu pasti tidak bisa membaca? Aku ingin lihat buktinya! Kalian sudah gila dan …” Sonia memutar 90 derajat tubuhnya, menunjuk Livy, berteriak, “Apa-apaan tua bangka itu menyebutnya anak kandung? Dia sakit jiwa, bisa-bisanya mengakui anak angkat sebagai adik kandungku!”“Nona Sonia, mohon duduk dengan tenang!” titah pengacara mengangkat sebelah tangan.Sayang, mantan model terkenal itu menepis tangan pengacara dan merebut surat wasiat. Matany
“Kenapa kamu tidak bisa menghancurkan El? Ck lemah.” Sonia mendengus kasar seraya melipat tangan depan dada.Wanita ini mengunjungi seseorang di gedung bertingkat. Percaya diri memasuki ruang pimpinan, duduk tepat di atas meja kerja. Kedua tungkainya sengaja dinaikan, menunjukkan kulit mulus nan kenyal. “Sonia, tidak bisa seperti itu, kamu ‘kan tahu siapa mantanmu? Dia pernah jatuh tapi … bahkan para tetua mempercayainya.”“Lalu? Apa yang sudah kamu lakukan untukku?” tanya Sonia bernada ketus.Pria berkemeja putih dengan dasi dilonggarkan itu berdiri dari kursinya, merunduk hingga hidung menempel pada tulang pipi Sonia. Sorot mata yang kecil teramat tajam menyelami kedua manik coklat sang wanita.“Kamu pikir ulahmu tidak merepotkan aku?” Pria ini menyeringai, mendorong bahu Sonia hingga tubuhnya turun beberapa senti. “Kalau bukan karena aku, mungkin … tindakan cerobohmu diketahui El.”Sonia mendesis, tak mampu melawan kalimat itu. Ia akui, tanpa campur tangan pria ini pasti dirinya t
“Ini semua karena aku,” cicit Livy di balik pintu. Mati-matian ia menahan embusan napasnya tidak terdengar ke dalam.Wanita ini merasa bersalah pada sang suami, ia merapatkan kelopak, menggigit bibir bawahnya. Otaknya ingat betul setiap permasalahan datang silih berganti, setelah El menyatakan tanggung jawab atas tragedi malam panas itu.Seketika Livy menjauhkan kelopak, manik coklatnya berkilat lurus ke depan. Ia mendesis membayangkan sosok itu berani menyakiti suaminya. Demi apa pun ia bersumpah dalam hati, tak akan mengampuni siapa saja pelaku yang mencelakai El.Saat wanita ini tengah dikuasai kobaran api amarah, mendadak pintu terbuka lebar. Alonso terperanjat, spontan menelan ludah lalu sedikit menoleh ke belakang.“Nyonya Livy?” Suara Alonso berubah tegang. “Tuan Muda El ada di dalam, silakan masuk.” Alonso menggeser tubuh, memberi ruang untuk Livy.“Terima kasih Paman.” Livy membungkuk sesaat, menghormati pria paruh baya di depannya. Bagaimanapun, Alonso telah mengabdi selama p
“Livy?!” geram El melihat pipi mulus sang istri tergores sisi bindex. “Sonia kamu berani menyentuh istriku!” desisnya.“Iya, memangnya kenapa Sayang?! Aku tidak mau pura-pura baik, itu melelahkan. Mari kita berperang secara terbuka.” Seringai Sonia membalas tatapan sengit pasangan suami istri di depannya.Tak hanya itu, kesialan Livy belum usai. Ketakutan menjadi nyata, karena anggota keluarga yang juga merupakan pemegang saham satu per satu meninggalkan ruang rapat.Tentu, semua ini ulah Sonia, cakarnya masih mencengkeram kuat keluarga Fabregas. Meskipun menyebabkan kerugian, mereka tetap mempercayai Sonia, tidak mudah beralih pada Livy—dianggap anak haram yang tidak memiliki keahlian.“Kamu lihat ‘kan?” ejek Sonia, mengangkat kedua bahunya lalu mengikis jarak dengan Livy, tetapi El segera menghalangi. “Kamu memang anak kandung pria pesakitan itu, tapi … akulah yang diakui di keluarga ini, ku pastikan kamu tidak akan pernah merebut posisiku Livyata!” Sonia bersikukuh tak tahu malu.M
“Selamat pagi Sayang,” ucap El tersenyum cerah sembari memberikan segelas susu hangat.“Astaga, aku tertidur di sini?” tunjuk Livy melihat sekeliling ruangan, langsung mendapat jawaban anggukan kepala dari El.Semalam, niatnya memang pura-pura tidur, ternyata kebablasan karena percakapan El dan asisten pribadi berlangsung lama. Alhasil Livy kelelahan menunggu, padahal hatinya meronta ingin mengkonfirmasi informasi.“Kakak juga tidur di sini?” Livy melirik ke bawah, di mana kasur lipat tergeletak di samping sofa. “Kenapa tidak membangunkan aku? Kita bisa pindah ke kamar, maaf ya Kak, jadi tidur di lantai,” sesal ibu muda.El terkekeh-kekeh melihat wajah penuh penyesalan sang istri, suaranya juga terdengar lucu di telinga. Semalam, ia enggan mengganggu tidur berkualitas bidadarinya. Dikarenakan belum bisa menggendong Livy, El memiliki ide cemerlang, memerintah maid meletakkan kasur lipat—sesekali tidur di ruang kerja bukan masalah.“Jangan ketawa Kak! Aku merasa bersalah,” ketus Livy kar
“Tidak apa-apa, aku yakin kamu bisa.” El menggenggam erat kedua tangan Livy.“Apa aku boleh sekolah lagi, Kak? Mungkin setelah El sedikit besar, kasihan kalau sekarang sering ditinggal.”“Apa pun untukmu, kapan kamu siap, bilang padaku, biar aku cari dan daftarkan masuk universitas.”Saat ini keduanya dalam perjalanan menuju rumah salah satu sepupu jauh Livy. Besar harapan El dan Livy pada pria yang usianya jauh di atas El. Menurut sumber informasi, sepupu jauh itu sama sekali tidak mendukung Sonia, sebab perselisihan diantara mereka sempat memanas. Sonia sengaja menggulingkan orang kepercayaan sepupu Livy demi menjabat sebagai pimpinan utama.Namun, sampai di rumah mewah, El dan Livy menelan kekecewaan. Lantaran sepupu itu sedang pergi ke luar negeri menjalani pengobatan penyakitnya. Alhasil, pasangan ini bergegas pulang ke mansion.“Di mana Al?” tanya Livy melihat babysitter baru saja memasukan ponsel ke dalam saku.“Tuan Muda tidur, sebaiknya Nyonya jangan mengganggu,” jawab pengas
“Livy?!”Seketika El dan Livy menoleh ke belakang, tidak lupa Alessandro mengikuti gerakan kedua orang tuanya. Pasangan ini terkejut melihat dua orang yang mereka kenali, salah satunya pria yang berdiri tegak sembari menggengam tangan wanita itu.“Dokter, kenapa ada di sini?” tanya Livy sembari memandang lekat wajah kikuk Penelope.“Oh itu, aku sedang jalan-jalan sama seperti kamu. Boleh ikut bergabung?” Penelope mendekat dan duduk di sisi Livy. “Selamat Sore Tuan Muda Torres,” sapa dokter cantik.Dokter kandungan itu segera mendekatkan bibir tepat ke telinga Livy, entah apa yang dibisikan karena ibu muda hanya mengangguk. Kemudian, Al berpindah dari gendongan ibunya ke atas pangkuan Penelope.“Bagaimana kalau kita makan malam bersama? Pasti lebih seru,” tawar Penelope memberi isyarat dengan sebelah mata.“Iya boleh, aku—“El menyela ucapan istrinya, pria ini menggeram serta mengepalkan tangan. “Tidak boleh! Kamu datang bersama pasanganmu, kenapa mengganggu kami?!”Tidak ingin acara k