“Apa aku boleh berbicara dengan ayahmu berdua saja?” tanya Axel penuh kehati-hatian, dia takut Naomi masih marah kepadanya dan menolak permintaan Axel.Naomi menelan salivanya dengan kesulitan, desakan ingin menangis dan perasaan yang lega begitu kuat memenuhi hatinya. Naomi tertunduk mengusap air matanya yang tidak bisa dihentikan.Naomi sangat lega karena ternyata Axel peduli kepadanya dan mau datang.Naomi mengangguk tanpa mampu berkata-kata, memberi izin Axel untuk bisa berbicara berdua dengan ayahnya.Naomi melangkah pelan, melewati Axel yang berada di depan pintu, tiba-tiba langkah itu terhenti begitu Naomi merasakan pergelangan tangannya digenggam oleh Axel.Wajah Naomi terangkat, menatap lekat Axel. “Tidak, sepertinya kau harus berdiri di sisiku, kau juga harus mendengarkan apa yang ingin aku katakan,” ucap Axel lagi memperhatikan gerak gerik mata Magnus.Naomi membalikan badannya dengan ragu, pintu ruangan Magnus kembali tertutup dan orang-orang menunggu di depan ruangan.Ax
Keduanya saling memandang dalam diam, Axel meraih wajah Naomi dan mengusapnya dengan hati-hati. “Aku minta maaf karena datang terlambat, kau pasti kecewa kepadaku.” Naomi memejamkan matanya, merasakan usapan lembut Axel di wajahnya, gadis itu menarik napasnya dalam-dalam dan perlahan membuka kembali matanya, menatap lekat mata Axel yang terlihat bersedih dan kecewa kepsada dirinya sendiri. Axel tidak puas kepada dirinya sendiri karena dia sudah datang terlambat dan tidak bisa menemani Naomi di saat-saat dia sedang terjatuh. “Aku sangat menyesal karena tidak bisa benar-benar menjagamu,” bisik Axel penuh sesal. Naomi tersenyum samar, dia tidak tahu harus berkata apa karena hari ini suka dan duka telah datang secara bersmaan dalam kehidupannya. Axel yang dia tunggu telah datang, melamarnya dihadapan Magnus, namun disisi lain Naomi juga harus mengantar kepergian Magnus dan harus merelakannya. “Naomi, apa kau marah padaku?” tanya Axel pelan. “Tidak, aku justru berterima kasih karena
“Naomi masih muda, bagaimana bisa kau memutuskan keputusan sepihak seperti ini demi perusahaan?” Tanya seorang wanita dengan nada menyelak begitu marah. “Kau sudah kehilangan akal sehatmu Magnus, kau benar-benar gila!” Rahang Magnus mengetat menahan amarah mendengarkan semua perkataan Cassandra usai di beritahu mengenai rencana Magnus yang akan menikahkan Naomi dengan seseorang. “Aku bicara hanya untuk memberitahumu, bukan meminta izin darimu,” jawab Magnus masih berusaha bersikap tenang agar tidak menimbulkan keributan. Kemarahan Cassandra kian memuncak, dia begitu merasa terhina mendengarkan jawaban Magnus yang tidak menghargainya. “Aku adalah ibunya. Ibu kandungnya! Apapun alasan yang kau berikan kepadaku, aku tetap akan menolaknya. Camkan itu Magnus.” “Mall itu yang menghidupi Naomi, tempat itu juga yang sudah memberikan segalanya untuk Naomi. Kau pikir, aku rela menyerahkan puteriku untuk menikah dengan pria asing begitu saja? Seribu cara aku lakukan untuk mencari jalan kelua
Waktu telah berlalu, malam kian larut, Naomi masih diam terjaga sibuk dengan pikirannya sendiri yang memikirkan apa yang akan terjadi dengan masa depannya nanti bila ayahnya berhasil membuat Naomi menikah bisnis? Seperti apa pria yang di jodohkan dengan Naomi? Bagaimana jika pria yang akan menikahi Naomi itu sudah tua dan berkepribadian kasar? Mustahil seorang pria kaya dan memiliki banyak uang memilih menikah bisnis yang sama sekali tidak menguntungkan. Bahkan, jika pria yang akan menikah dengan Naomi adalah pria kaya dan tampan. Kepribadian Pria itu patut di pertanyakan. Naomi beranjak dari ranjangnya, gadis itu terlihat begitu gelisah memikilkan hal-hal buruk yang kemungkinan akan terjadi dengan masa depannya jika menikah muda. Naomi tidak rela! Dia tidak mau! Apa yang harus dia lakukan sekarang? Jika Naomi menolak permintaan Magnus, akankah Magnus menyetujuinya? Tapi agaimana jika Magnus menolak permintaannya? Segelintir pertanyaan terus bermunculan di kepala Naomi hingga akh
“Magnus, jawab aku!” teriak Cassandra. Langkah Magnus terhenti, pria paruh baya itu kembali berbalik dan menatap sengit Cassandra menunjukan ketidak sukaannya. “Kau tidak berhak bertanya tentang Naomi.” “Aku ibunya! Aku berhak tahu kondisi Naomi!” Cassandra berteriak semakin keras. “Ibu katamu? Apa kau sedang bercanda denganku?” Suara napas Cassandra terdengar kasar, pertanyaan Magnus dan tatapannya yang merendahkan membuat amarah Cassandra semakin tersulut. “Aku tahu kau tidak suka aku dekat-dekat dengan Naomi, apa pantas kau tetap bersikap egois seperti sementara anak kita pergi entah ke mana sekarang?” lirih Cassandra terdengar begitu sedih. “Naomi adalah urusanku, jangan ikut campur.” “Mengapa kau begitu tega padaku Magnus? Aku berhak tahu apa yang terjadi pada puteriku sekarang.” Magnus berdecih jijik. “Apa sekarang kau mengakui Naomi puterimu?” “Magnus, seburuk apapun aku, aku ibunya,” jawab Cassandra tidak tahan. Wajah Magnus mengeras tampak begitu marah. “Seorang ibu
Axel Morgan, dia adalah seorang cucu konglomerat pemilik dua maskapai penerbangan di kota North Emit. Kehidupan Axel sedang berada dalam kegoyahan setelah paman tertuanya yang selama ini meminpin perusahaan meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil bersama isteri dan anaknya.Axel, dia yang memiliki hak waris atas semua kekayaan keluarga Morgan sedang di hadapkan situasi yang sedikit sulit.Semua itu di karenakan Axel belum menikah.Semua orang mengusik posisi Axel meski mereka tahu bahwa Axel sudah lebih dari lima tahun lamanya Axel juga bekerja di maskapai penerbangan, mendedikasikannya pada pekerjaan, membuktikan kinerjanya yang baik.Beberapa petinggi meragukan peminpin yang belum menikah, semua itu di sebabkan karena Kakek Axel terdahulu, yaitu Willson dan juga ayah Axel, yaitu Gillbert.Willson adalah seorang pria yang sangat kompeten dalam meminpin, dia juga sangat pandai berbicara dan mengatur banyak pekerjaan. Kehebatan Willson dalam bekerja membuat maskapai penerbangan yang d
“Apa urusannya denganmu? Kenapa ingin tahu?” tanya balik Naomi dengan ketus.Masih dengan senyuman ramahnya Jamal menunjuk ke atas, tepatnya ke jalan penyebrangan yang tidak jauh dari posisi mereka. “Dalam satu tahun ini, sudah ada tiga orang yang duduk di sini dan menangis sepertimu, lalu mereka melompat dari atas sana untuk mengakhiri hidup mereka.”Bulu kuduk Naomi meremang merasakan ketakutan yang begitu kuat. “Aku kesulitan mencari apartement,” pada akhirnya Naomi memberitahu masalahnya.“Lalu?”“Aku butuh apartement murah namun bagus,” jawab Naomi malu.Jamal bersedekap, meneliti barang bawaan Naomi dan penampilannya yang tidak menunjukan bahwa Naomi adalah gadis biasa. Jamal pun berkata, “Kebetulan aku tinggal di sini, di apartement Luxury itu” Jamal menunjuk sebuah gedung apartement di sisi pantai.Mata Naomi berbinar seketika seakan keputus asaannya sirna hanya dengan mendengar jawaban Jamal. Naomi sangat berharap jika melalui orang asing yang baru beberapa menit dia kenal i
“Bagaimana keada’anya?” Tanya Axel sambil bersedekap, pria itu berdiri di sisi jendela melihat keluar klinik.“Pergelangan tangannya terkilir dan bengkak, lututnya terluka, kaki kirinya di gips karena cedera, ada retakan di tulangnya. Butuh dua bulan, agar akan sembuh total,” jawab Adela sambil menuliskan resep obat. “Kau menabraknya? Apa ada saksi?” Tanya Adela seraya memberikan selembar resep obat kepada Axel.“Aku harap tidak ada saksi,” bisik Axel dengan serius.“Kau harus mengurusnya dan bertanggung jawab dengan baik Axel, jangan menambah masalahmu dengan lari dari tanggung jawab.”“Aku tahu.”Axel langsung pergi keluar dari ruangan Adela begitu mendapatkan resep obatnya.Axel pergi menemui Naomi, apapun yang terjadi, dia harus menyelesaikan masalah ini secepatnya dan membuat gadis cerewet itu tutup mulut.Pergerakan kecil Naomi yang kembali terbangun dari pingsannya membuat Axel semakin mendekat dan berdiri di sisi ranjangnya, pria itu memasang ekspresi dingin memperhatikan gera