“Aku sudah meretas computer mereka tapi tidak ada satu pun video yang dimaksud. Semuanya aman-aman atau mungkin mereka menyembunyikan video itu di tempat lain?” Raka menjelaskan kepada Violet. “Apa mungkin itu benar-benar hanya akal-akalan Devan?” telaah Raka. “Aku yakin nggak. Mereka pasti sudah mengambil kesempatan untuk merekam. Bagaimana dengan ponselnya?” Raka sudah mencoba ‘mengobrak-abrik’ ponsel Kaila dari kejauhan, tapi hasilnya juga nihil. Tapi Raka jelas sudah menemukan isi chat antara Kaila dan Devan yang mengatakan semua rencana. Namun di sana Kaila hanya mengatakan jika dia menyembunyikan video tersebut ke tempat yang aman. Konsentrasi Violet dan Raka buyar ketika mendengar suara pintu terbuka. Lelaki itu tersenyum dan mendekati Violet untuk memberikan kecupan. “Ada apa? Kenapa serius sekali?” tanya Vier.Lelaki itu memang belum mengetahui kejadian yang menimpa Via. Violet lantas meminta Vier untuk duduk dan menjelaskan apa yang terjadi. Kata demi kata yang diungkap
Sejak Kaila tahu Vier dan Violet sudah tidak lagi bersama, perempuan itu mengambil kesempatan untuk menjadi dekat dengan Vier. Terlalu dekat sampai Vier merasa jika Kaila sungguh tidak tahu malu. Pada awalnya, lelaki itu mencoba menjauhi Kaila. Tapi semakin lama, Kaila semakin berani. Bahkan masuk ke dalam kamarnya. “Kaila, seharusnya kamu tahu kalau itu tidak pantas untuk seorang perempuan masuk ke dalam kamar laki-laki.” Alih-alih merasa bersalah, Kaila justru tersenyum. Dia mendekat pada Vier dan berdiri di samping lelaki itu. “Vier, kenapa kamu tidak mencoba untuk menerimaku?” Mencintai memang selalu menjadi buta bahkan urat malu seolah sudah putus. Kaila sudah menunjukkan rasa cintanya kepada Vier sejak pertama kali dia merasakan perasaan itu, tapi Vier terus saja mengabaikannya. “Kaila.” Vier mendesah seolah dia sedang bersedih. “Sejujurnya aku belum bisa menerima siapapun lagi di dalam hidupku. Aku masih merasakan sedikit trauma dengan hubungan percintaan.” Vier menatap d
Via tersenyum ketika fakta membuktikan jika kejadian malam itu di kamar hotel bersama Devan tidak menimbulkan sesuatu yang serius dalam dirinya. Artinya, tidak ada sex saat itu. Via sudah melihat videonya dan meskipun itu terlihat mereka melakukan hubungan suami istri, tapi nyatanya itu hanya sebuah rekayasa semata. Bukan hanya itu, pemeriksaan dokter juga menyatakan jika dia masih perawan. Via berterima kasih kepada Violet berkali-kali setelah Violet mengirimkan video tersebut kepadanya. Meskipun dia terlihat jijik saat melihatnya, tapi setidaknya dia bisa melihat apa yang dilakukan Devan kepadanya.“Apa kamu sedang memikirkan tentang video itu?” Via terkesiap saat tiba-tiba Devan berdiri di sampingnya. Tersenyum meremehkan sebelum duduk di depan Via. “Tidak perlu dipikirkan, akan ada masanya video itu tersebar.” Devan bersikap menyebalkan dengan terus mengatakan itu sedangkan Via sudah ‘melakukan’ semua yang Devan inginkan. Meskipun Via ingin menampar wajah lelaki itu, tapi Via
“Apa katamu?” Ibu Vier murka. “Kamu sudah dimanfaatkan oleh mereka dan kamu masih bodoh dengan mempertahankan dia. Kamu juga sudah mengubah sikapmu kepada Kaila, seharusnya kamu bisa menerima dia bukan?” Kaila belum sadar dari keterkejutannya. Ketika dia menatap Violet, ekspresi datar perempuan itu tampak penuh arti. Apa yang sebenarnya sedang direncanakan oleh Violet? Segala macam pertanyaan bercampur menjadi satu dan membuat Kaila merasa gila detik itu juga. Sangat disayangkan saat dia tak memiliki jawaban apa pun di dalam kepalanya.Violet berjalan dan mendekat di sisi Vier dan Via. Segera, Via bersuara, “Ibu, ada hal yang perlu aku katakan pada Ibu dan itu sangat penting.”“Via, ini bukan saatnya kita berbicara masalah apa pun. Kita harus menyelesaikan masalah kakakmu terlebih dulu.”“Bagaimana kalau pembicaraan ini menyangkut kami?” Bu Sarah mengernyit. “Apa maksudmu?” tanya ibu Vier. “Ya, ini menyangkut kita semua. Dan lebih parahnya adalah tentang aku dan Abang yang berkaita
Kaila tak tahan dengan tatapan penuh penilaian yang mengintimidasinya. Sebelumnya, dia memiliki seseorang yang berada di pihaknya yaitu ibu Vier. Tapi sekarang semuanya berubah. Ibu Vier tidak mempercayainya.“Kaila.” Panggilan itu menyadarkan Kaila dari lamunannya. Kepala yang tadinya menunduk itu kini mendongak pelan. Ada ketakutan yang tampak di matanya. “Katakan sebenarnya!” titah ibu Vier tak sabar. “Bicaralah agar semua masalah segera terselesaikan.” Kaila tidak bisa lagi mengelak tentang semua bukti yang sudah dimunculkan oleh Via dan Violet. Ketika menatap Violet, kebenciannya mencapai puncaknya. Tapi bagi Violet, itu bukan apa-apa. “Tante, aku minta maaf.” Akhirnya Kaila berbicara. “Sebenarnya, ini aku lakukan untuk menjebak Violet. Aku yang dendam dengannya sehingga aku ingin menghancurkannya.” Kaila menatap ibu Vier dengan mata memerah. Dia sedang mati-matian menahan air matanya. “Aku hanya ingin Vier.”“Dan menggunakan cara licik untuk mendapatkannya.” Vier menyahut c
Saat Violet berdiri tepat di depan Kaila, senyumannya semakin manis. “Aku tidak melakukan banyak hal kepadamu bukan berarti aku memiliki hati yang baik dengan membiarkan kamu berbuat sesukamu terhadap tubuhku.” Nada suara Violet rendah tapi setiap kata yang dikeluarkan hanyalah ancaman dan ancaman. “Apa yang kamu lakukan barusan kepadaku adalah hal yang memancing iblis di dalam diriku keluar.” Dengan gerakan secepat kilat, Violet menarik rambut Kaila dari tempatnya berdiri. Tangan Violet seperti menempel di rambut Kaila karena ketika Kaila berteriak kesakitan. Violet seperti patung yang tidak bergerak sedikitpun, tidak juga mengurangi tarikannya di rambut Kaila.“Violet, kamu benar-benar brengsek. Aku tidak akan membiarkan kamu hidup dengan tenang. Aku akan melaporkanmu ke polisi.”“Lakukan saja!” Violet dengan jawabannya yang tenang. “Lakukan apa pun yang kamu inginkan, dan aku akan melakukan hal yang sama.” Violet terus menarik rambut Kaila sampai Kaila memohon untuk meminta dil
Vier tidak bisa menahan dirinya untuk khawatir ketika tidak mendapati Violet di apartemen. Perempuan itu tidak menerima panggilan teleponnya. Nomor Violet masih aktif tapi sangat terlihat jika perempuan itu mengabaikan Vier. “Violet, kamu di mana?” gumam Vier sambil berjalan ke sana-kemari di dalam ruang tamu unit Violet. “Aku nggak mau karena masalah ini kamu meninggalkanku!” lanjutnya pada keheningan yang merayap. Vier tidak tenang. Tidak sama sekali. Dia menunggu Violet datang tapi tak kunjung datang saat waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Di dalam pikiran Vier, mungkinkah Violet menginap di rumah orang tuanya? Saat dia keluar dari unit dan masih berdiri untuk beberapa saat di depan pintu, suara langkah kaki membuat Vier menoleh. Hatinya dipenuhi oleh rasa lega yang luar biasa. Violet belum menyadari keberadaan Vier di sana karena dia terus menunduk saat berjalan.“Sayang!” Panggilan itu segera membuat Violet sadar. Kepalanya mendongak dan ada senyum kecil tampak di b
Vier menatap langit-langit kamarnya dan terus mengingat ucapan ibunya yang mengejutkan. Semudah itukah perubahan pikiran ibunya tentang Violet? Vier bukannya tidak percaya dengan semua yang baru saja didengar, tapi dia masih ragu. Bagaimana kalau tiba-tiba ibunya tidak sungguh-sungguh dengan perubahan yang ditunjukkan? Namun semua hal itu harus dibuktikan dengan kedatangan Violet ke rumahnya. Tapi untuk sekarang, dia tak bisa meminta Violet untuk datang sampai satu minggu ke depan karena kesepakatan sudah disetujui. Keesokan harinya ketika dia baru saja sampai di ruangannya, hembusan nafasnya berat. Biasanya, saat pagi hari seperti ini dia akan bertemu dengan Violet sebelum mereka bekerja. “Pagi, Pak.” Sekretarisnya masuk dengan membawa tumpukan map. “Ini dokumen dari Ibu Violet yang harus Bapak periksa.” Vier merasa semakin lelah melihat dokumen-dokumen itu di atas mejanya. “Apa ada meeting hari ini?” tanya Vier setelahnya. “Kalau ada, tolong kamu cancel dulu untuk dua hari ke d