“Bapak tidak perlu khawatir tentang itu. Saya akan menjaga Melody.” Samudra dengan tegas mengatakan itu dan menunjukkan keseriusannya. Sebuah janji tidak akan pernah ada artinya jika tidak sesuai dengan tindakan. Tapi sekarang Samudra sudah mengatakan itu dan artinya dia sudah mengucapkan janji kepada Melody dan keluarganya, disaksikan oleh keluarganya sendiri. Sagara yang melihat kesungguhan kakaknya pun segera menyeletuk.“Melody, kamu tidak perlu khawatir tentang apa pun lagi sekarang. Kalau memang Abang pertama nggak bersikap baik sama kamu, kamu bisa adukan ke kami. Kami akan menghajarnya untukmu.” Sagara tidak sedang bercanda, tapi dia benar-benar akan melakukannya. Samudra sudah mengambil keputusan dan dia harus menjalankannya. “Tapi, bolehkah saya meminta tolong?” Melody akhirnya berbicara kembali. “Tolong rahasiakan pernikahan ini dari kantor. Saya tidak ingin ada gunjingan yang memojokkan saya. Saya, benar-benar takut menghadapi itu.” “Kenapa harus menutupi berita baik,
Mendengar pertanyaan itu keluar langsung dari bibir Melody, Samudra tahu jika Melody memang akan selalu menjadi orang yang berani dengannya. Tanpa basa-basi, Samudra segera menjawab, “Tentu saja saya akan melakukan hal yang sama. Belajar mencintai istri sendiri bukan dosa besar. Kamu puas sekarang?” Berada di dalam mobil yang sama dengan Samudra bukanlah pertama kali bagi Melody, tapi jelas, ini pertama kalinya dia dibuat keki oleh lelaki itu. Setelah mendapatkan jawaban dari Samudra, Melody segera menutup mulutnya dengan rapat sampai mereka tiba di KUA. Orang tua dari Melody dan Samudra juga sudah berada di sana. Urusan surat-surat sudah diurus dengan cepat. “Aku jadi dejavu.” Vier yang berjalan bersisian dengan Violet itu berbicara. “Saat aku menikah dengan Hara.” Violet yang mendengar nama Hara disebut langsung mengeluarkan taringnya. Dia bilang, “Menggelikan.” Setelah itu dia langsung berjalan mendahului Vier dengan wajah tertekuk kesal. Vier nampaknya cari mati. Dia bahkan t
“Apa dia benar-benar mengatakan itu?” Suara batin Melody terdengar. Perempuan itu tidak pernah menyangka, kalau seorang Samudra akan mengatakan sesuatu yang seperti itu. Apa begitu memang kepribadian Samudra sebenarnya? Melody terus berpikir sampai dia lupa jika beberapa saat lalu, Samudra memintanya duduk agar mereka bisa berdiskusi. “Melody. Kamu sungguh-sungguh tidak ingin duduk?” Suara Samudra terdengar tidak bersahabat dan bahkan semakin rendah dan dingin. Melody meneguk ludahnya susah payah sebelum dia dengan pelan memutari sofa dan duduk di ujung sofa mengambil jarak yang jauh dari sang suami. Astaga, Melody sungguh-sungguh sudah memiliki suami sekarang? Dia bahkan tidak pernah menyangka akan menikah dan menjadi istri dari seorang Samudra. “Sekarang, aku akan mengatakan tentang beberapa hal kepadamu.” Kini Samudra duduk dengan menyerongkan tubuhnya menghadap Melody. Tangan kirinya ditumpukan di lengan sofa, sedangkan tangan kanannya berada di sandaran sofa. Melody dengan t
“Apa itu tadi? Samudra memanggilnya sayang? Itu benar-benar terjadi atau hanya bayanganku saja?” Suara itu berasal dari pikiran Melody. Perempuan itu tidak hentinya menatap Samudra dengan tatapan bodoh miliknya. Kali ini, Samudra tidak banyak bicara ketika menarik tangan Melody dan membawanya ke kamar. Samudra dengan entengnya mengunci kamarnya dan barulah dia melepaskan tangan Melody.Melepas kemejanya di depan Melody dan membuat istrinya menjadi over thinking karenanya. Apa yang akan dilakukan oleh Samudra? Melody tentu saja belum siap melakukan hubungan suami istri dengan Samudra. “Kamu nggak mau ganti baju?” tanya Samudra. Lelaki itu sudah berada di depan lemari dan mengambil satu kaos pendek, kemudian mengenakannya. Tidak peduli apa pun lagi ketika Samudra naik ke atas ranjang kemudian berbaring dan menutup matanya. Ini masih siang dan tidak biasanya Samudra tidur siang hari. Tapi karena hari ini adalah hari pernikahannya, tentu dia harus menikmati waktunya sebelum kembali be
“Melody, masuk!” perintahnya Samudra setelah itu. Melody mengangguk sebelum berjalan mengekori sang suami. Menutup pintu ruangan itu dan kemudian berdiri di hadapan Samudra saat lelaki itu duduk di kursi kebesarannya. Samudra menatap lurus pada Melody dan tertunduk khidmat. “Urusan tentang Tama dan kawan-kawannya sudah selesai.” Lapor Samudra kepada Melody. “Jadi mulai sekarang, kamu tidak perlu lagi memikirkan tentang lelaki itu dan hapus segera dari ingatanmu.” Samudra mengatakan itu seolah melupakan masa lalu adalah sesuatu yang mudah sekali dilakukan. Katakanlah kalau Melody tak begitu mencintai Tama di masa lalu. Tapi, hal-hal yang pernah mereka lalui tentu akan melekat di dalam kepala. Samudra tidak akan pernah tahu tentang sesuatu seperti itu karena dia belum pernah merasakannya sebelumnya.“Bapak, sebenarnya Bapak ini pernah pacaran nggak sih?” tanya Melody reflek. Sepertinya, mulut Melody terbuka begitu saja tanpa bisa dicegah. Namun sudah kepalang tanggung. Meskipun Samud
“Siapa yang bilang?” Samudra baru saja melepaskan kancing bajunya saat Melody masuk ke dalam kamar. Lelaki itu mengurungkan niatnya untuk melepas habis kancingnya dan memilih berkacak pinggang. Menatap sang istri dengan penuh perhitungan tanpa mengalihkan tatapannya sedikitpun. Melody berdehem sambil tersenyum garing saat mendengar ucapan Samudra.Melody juga agak lupa jika Samudra tidak pernah mengatakan tentang hal tersebut. Entah kenapa, tiba-tiba saja ada kecurigaan yang muncul di dalam hatinya ketika dia melihat kulkas dan ada banyak makanan di sana. “Oh, kalau begitu, saya akan keluar dan menyiapkan sesuatu untuk makan malam.”Lalu apakah karena dia mengatakan itu, Melody akan lolos begitu saja? Tentu saja tidak. Karena Samudra menarik tangan Melody dan menghentikan perempuan itu.“Mau ke mana? Kita belum selesai bicara.” Jika sudah begini, Melody merasa menyesal sudah bertindak di luar nalar. Bagaimana bisa dia melakukan sesuatu tanpa berpikir? Terlebih lagi, dia membuat mas
Samudra tidak menjawab selain hanya terus menatap ke arah istrinya. Sebenarnya dia ingin mengerjai perempuan itu sampai waktu yang tidak ditentukan. Tapi itu akan menyusahkannya jika sedikit-sedikit Melody meminta agar Samudra mengantarkannya. “Bukan ngerjain kamu. Tapi kamu sendiri yang salah mengartikan.” Seolah tidak bersalah, Samudra mengedikkan bahunya tak acuh. Melody kesal? Tentu saja. Dia tak menyangka jika seorang Samudra juga memiliki sisi jail di dalam hidupnya.“Ayo, kita makan sekarang. Aku sudah lapar.” Tidak memedulikan Melody yang tampak masih cemberut, Samudra beranjak dari sofa menuju dapur.Sejak tadi dia sudah merasakan lapar dan ingin segera makan. Melody mau tak mau menyusul sang suami ke dapur dan duduk di depan Samudra. Mengambilkan nasi dan juga lauknya, kemudian mereka makan malam bersama.Sepanjang mereka makan, Melody menatap Samudra dan ingin mendengar Samudra mengatakan sesuatu tentang masakannya. Tapi, tidak ada satu kata pun yang keluar. Baiklah, mung
Melody juga tidak suka hutang. Karena prinsipnya selama ini adalah dia akan membeli ketika ada uang dan menundanya ketika uangnya belum cukup. Bagi Melody, hidupnya akan lebih nyaman tanpa hutang. Sekarang, dia juga mendapatkan suami yang memiliki prinsip yang sama dalam hal tersebut.Melody menarik kartu tersebut dan melihatnya. Kartu itu berwarna keemasan dan dia tak tahu ada berapa uang yang tersimpan di dalamnya. “Itu ada dua ratus. Bulan depan aku akan kirimkan lagi.”“Apa?” Melody tidak paham dua ratus apa. “Dua ratus?” ulangnya. “Iya. Dua ratus juta. Sebenarnya itu nggak sering aku pakai. Jadi kamu aja yang pakai.”Melody segera mengulurkan kartu itu kembali ke hadapan Samudra. Ekspresinya kaku luar biasa. “Pak, saya nggak bisa menerima. Ini terlalu banyak.”“Lalu kenapa kalau banyak? Kamu istriku. Semua yang aku punya adalah punyamu juga.” Lagi, Melody dibuat terkejut dengan kata-kata lelaki itu. Terlalu tiba-tiba untuk Melody. Tidak pernah menyangka kalau dia akan mendapa