"Udah, biar aku yang jelasin. " ucap Bella pada Jona. Dan lelaki itu menjawabnya dengan anggukan."Saya pucat mungkin karena kedinginan, Bu. Saya pas hamil ini paling tidak tahan dengan hawa dingin," jelas Bella. Pernyataannya memang ada benarnya. Namun saat ini pucat yang dimaksud bukan karena itu."Oh, iya benar. Kan habis hujan. Maka dari itu kamu jadi kedinginan." Jona menambahkan. "Berarti kamu sekarang harus lebih sering pakai baju hangat ya Bel," lanjutnya sambil manggut-manggut. "Nanti akan aku belikan kamu baju baru." Jona sampai harus membual untuk menutupi kebohongan.Bella memaksakan senyumnya. Setelah kebohongan Jona soal memberinya makan. Bahkan kini Jona harus berbohong soal membelikan baju."Pasangan muda kalau baru jadi pengantin baru gitu ya. Sweet banget. Kalian nikmati dulu deh masa-masa ini. Sebelum nanti repot punya anak," ujar Laura yang mengira Jona dan Bella seperti pasangan pada umumnya."Iya, Bu," sahut Bella yang kemudian terkekeh.Kemudian hujan turun begi
“Bu Laura,” ucap Jona dan Bella serentak. Kemudian mereka berlari ke pintu kamar. Bella hendak membukanya, namun Jona mencegahnya.“Tunggu dulu.”“Kenapa sih?” tanya Bella dengan nada sewot.“Bu Laura nanti pasti bakal nanyain penyebab kamu berteriak. Kamu memangnya mau jawab apa?” Jona bertanya balik.Bella menghela napas dengan kasar. “Udah itu biar aku yang pikirin. Minggir,” jawab Bella sambil menggeser tubuh Jona dari balik pintu.Kemudian Bella membuka pintu. Rasa penasaran Laura tak terbendung lagi. Ingin mengetahui penyebab teriakan tadi.“Bella kenapa tadi teriak sampai kenceng banget gitu?” “Itu, Bu Laura. Tadi ada kecoa. Saya jadi kelepasan teriak karena takut, hehe,” jawab Bella dengan gugup.“Astaga. Jadi karena kecoa?” Laura geleng-geleng kepala. “Sama sih. Aku juga bakal teriak kalau ketemu sama mahluk itu,” lanjut Laura. Badannya sampai menggeliat karena geli.“Maafkan kami karena sudah mengganggu tidurnya, Bu Laura,” ucap Jona dengan ekspresi wajah takut.“Ya udah, n
“Baju kamu kok kayak lecek. Padahal habis mandi. Kamu biasanya selalu rapi,” jawab Laura.“Oh. Itu karena saya belum sempat menggosok baju, Bu Laura. Jadi pakai seadanya saja,” jelas Bella. “Bu Laura tadi bilangnya mau masak. Mari, Bu,” ajak Bella. Bella berjalan mendekat. Sementara Laura bangkit dari tempat duduknya. Sebelum memasak, Laura meminta izin kepada Jona.“Jona. Aku pinjam dapurmu untuk aku acak-acak ya,” ucap Laura. Jona terkekeh. “Iya, Bu Laura. Silakan saja,” sahutnya. Setelah itu Laura dan Bella berjalan menuju ke dapur untuk memasak. Sebuah keterpaksaan, karena Jona tak suka keramaian di rumahnya.“Kita mau masak apa, Bu Laura?” tanya Bella. Saat mereka sudah di dapur.“Sup ayam aja. Aku paling suka sup ayam buatanmu,” jawab Laura.Bella tersenyum. “Terima kasih atas pujiannya, Bu Laura,” ucapnya.“Sama-sama,” sahut Laura. Kemudian Bella berjalan menuju kulkas. Ia mengambil bahan makanan yang dibutuhkan. Kemudian setelah itu memotong ayam, sayur dan lainnya.**Beber
“Saya menaruh barang-barang dan baju saya di kamar itu karena lemari di kamar kami sudah tidak muat, Bu Laura,” jawab Bella akhirnya.“Betul Bu Laura. Bella tak menyukai jika kamarnya terlalu sempit oleh lemari dan barang-barang,” sahut Jona.Padahal dulu Laura tinggal di kost yang kecil juga tidak masalah. Kenapa sekarang menjadi masalah. Pikir Laura. Tetapi tak diutarakan, karena itu toh urusan rumah tangga mereka.Laura hanya ber’o’ hingga bibirnya membentuk lingkaran. “Ya sudah kalau begitu. Aku pulang ya,” pamit Laura untuk kedua kalinya. Bella dan Jona kembali mempersilakan. Mengantar Laura sampai masuk mobil kembali. Kemudian menunggu hingga mobil Laura menghilang dari pandangan. Setelah itu mereka berdua masuk lagi ke dalam rumah. Kemudian menutup pintu agar bisa bebas dari drama yang mereka ciptakan.**Pasca Laura dibuatkan lagu oleh Enzi, ia menjadi sibuk. Mulai dari pembuatan video klip dan juga album. Seperti pagi ini. Laura dan teamnya harus berangkat ke pantai pagi-pagi
Bella menggelengkan kepalanya. “Saya, juga tidak tau, Bu,” jawabnya. Ia menjadi tak enak hati.Namun setelah Laura mengecek ponselnya. Ternyata mati karena baterainya lowbat. “Oh, pantas aja suamiku nelpon kamu, Bel. Ternyata ponselku mati kehabisan baterai,” benernya.“Iya, Bu,” sahut Bella. “Ini, Bu. Silakan dijawab,” ucapnya sambil mengulurkan ponselnya kepada Laura.Laura meraihnya. Kemudian sambil berjalan masuk ke dalam restoran, dia menerima telepon dari Ronald. Saat mereka sudah menemukan meja besar yang masih kosong. Semua duduk, kecuali Laura. Ia masih sibuk menerima telepon dari suaminya. Kemudian ia menutup mikrofon ponsel Bella sejenak. “Kalian pesan yang kalian suka ya,” suruhnya. Dan semuanya mengiyakan. “Jangan lupa charge ponselku, ya,” suruh Laura. Pada salah satu karyawannya. Kemudian salah satu karyawannya mengerjakan apa yang Laura suruh.Beberapa menit kemudian makanan tersaji di meja. Saat Laura masih menerima telepon dan berada tak jauh dari meja mereka. Lalu
“Maaf, Bu. Tetapi saya rasa tidak bisa. Karena mempunyai resiko yang tinggi untuk janin yang Anda kandung,” jawab bidan. Bella merasakan sesak menghimpit dadanya, mendengar jawaban dari bidan tersebut. Rasa panas bercampur dengan gatal membuat tanpa sadar meneteskan air mata. “Lalu saya harus bagaimana supaya bisa sembuh, Bu Bidan?” tanya Bella penasaran. Saat ini dia masih bisa berpikir positif bahwa dia bisa sembuh.“Saat ini yang bisa dilakukan hanyalah menghindari makanan atau sesuatu yang memicu alergi untuk tubuh, Ibu,” jawab Bidan. Kali ini Bella putus asa sudah. Seketika bahunya merosot. Namun akhirnya tak ada yang bisa Bella lakukan selain mengikuti ucapan bidan di depannya. Yaitu menghindari makanan yang berbau seafood.“Dalam keadaan sedang hamil seperti ini, memang harus banyak bersabar, Bu. Dan sementara saya hanya bisa memberikan resep vitamin untuk, Ibu,” jelas Sang bidan.Bella memutuskan untuk berlapang dada menerima semua ini. Dia rela berkorban demi anaknya. Meski
Lagi-lagi Bella harus dipusingkan dengan ulah ajaib Jona. Makanya menjadi pucat karena bingung harus menjawab apa. Kemudian ia mendekat ke arah Jona. Sambil menunjukkan bahwa dirinya sedang terhubung dengan sambungan video call dengan Laura.“Ada apa sayang? Bu Laura sampai kaget lho denger kamu teriak panggil aku,” tanya Bella dengan ekspresi wajah yang dibuat sabar dan senyuman yang manis.Mendengar nama Laura disebut matanya langsung mendelik. Kemudian ia berpura-pura bersikap manis kepada Bella, setelah Bella menunjukkan layar ponselnya kepada Jona. “Itu, Bu Laura. Saya tadi mencari obat demam. Karena saya sedang tidak enak badan. Dan karena tidak ketemu saya sedikit emosi,” jelas Jona panjang lebar. Dan berbohong tentunya. Karena bukan itu alasan utama Jona berteriak seperti itu tadi kepada Bella.Selain berupaya menjelaskan. Jona juga meminta maaf kepada Laura. “Maafkan saya ya, Bu. Kalau suara saya tadi sampai mengagetkan Ibu.”“Nggak kaget gimana. Kamu panggil istri kayak pang
Bella tak menyerah. Mengulurkan segelas teh yang dibawanya lebih dekat dengan wajah Jona. Namun Jona masih enggan.“Anggap saja ini ucapan terima kasih karena sudah boleh menumpang di rumahmu,” bujuk Bella.Jona akhirnya luluh. Meski dengan tatapan yang dingin ia meraih secangkir teh chamomile yang diulurkan Bella. Aroma harum menyeruak masuk ke dalam indera penciuman Jona. Kemudian Jona menyeruputnya selagi hangat.Setelah menghabiskan setengah dari cangkirnya, Jona menjadi lebih tenang. Kemudian ia meletakkannya di atas lantai dengan perlahan. Bella masih ada di sana.“Kalau kamu mau, kamu bisa cerita ke aku tentang masalahmu. Aku nggak bisa jamin bisa bantu kamu. Cuma mungkin itu bisa sedikit mengurangi bebanmu,” ucap Bella. Berharap Jona mau berbagi cerita. Karena Bella merasa kasihan.“Kamu nggak perlu tau,” tolak Jona masih dengan nadanya yang dingin.Jona sudah berkata seperti itu. Bella merasa tak punya hak untuk memaksa. Ia kemudian mengangguk pelan. “Okey. Kalau gitu aku ngg