>> Mas, pulang bareng, ya? >> Mas? Sudah satu jam berlalu sejak pesan itu terkirim. Namun sampai sekarang tak kunjung ada jawaban. Diana menghela nafas lelah. Kemudian ia mulai merapikan barang-barang miliknya. Mungkin dia bisa naik taksi atau ojek online saja. "Diana, Selamat tinggal, ya. Semoga kita bisa bertemu lagi."Ucapan perpisahan itu berasal dari Aria. Mulai besok berarti Diana sudah harus sendirian di sini. Diana kemudian memandang wanita yang kini memakai jaket untuk menghangatkan tubuhnya. Ia menundukkan tubuhnya sedikit. "Terima kasih atas bimbinganmu, Aria. Semoga persalinanmu berjalan lancar," ucap Diana. Aria tersenyum ke arahnya. "Semoga kamu betah di sini. Walau Kalyani orangnya ceroboh, kekanak-kanakan, dan sedikit menyebalkan, dia bisa menjadi teman terbaikmu di sini. Dia orang yang tidak akan menusuk orang lain di belakang." "Wah, Kak Aria memujiku!" Kalyani datang ke meja keduanya. Walau suaranya tampak senang, mata gadis itu sudah berarir. Aria adalah ora
Bertahun-tahun hubungan berjalan, Edwin tidak pernah melakukan hal kasar kepadanya. Dirinya tak pernah menampar maupun memukul Diana. KDRT tak pernah dilakukan. Dan hal paling kasar yang pernah Edwin lakukan kepadanya adalah mendorongnya saat Diana menjambak Marley. Selain itu, Edwin tak pernah main tangan.Namun saat ini. Seperti mimpi buruk yang menjadi kenyataan. Edwin, suaminya sendiri, meletakkan tangan itu pada leher Diana. Diana tidak sempat bereaksi apapun dengan hal yang tak pernah dia duga. Dalam sekejab, tubuh Edwin condong ke arahnya. Bahkan Seatbelt yang belum terlepas di tubuh Edwin tak bisa menahan lelaki itu. Tangan Edwin segera berada di leher Diana. Menekannya keras hingga Diana membuka mulutnya dan berusaha mencari udara. Tubuh Diana berusaha terlepas dari cekikan Edwin. Namun tidak ada jalan keluar. Tubuh Diana terperangkap dalam kehadiran yang menakutkan itu. Diana semakin kesulitan bernafas. Tubuhnya menggeliat berusaha melepaskan diri dengan segala usaha. Tan
Emosinya meledak. Semua terasa rumit dan menjengkelkan. Dirinya pusing setengah mati terhadap apapun yang dirinya alami. Tekanan dari sosok aneh dalam dirinya yang selalu bersuara hingga hampir membuatnya gila. Marley yang sejak pagi tidak bisa dirinya temui dan hubungi. Dan Diana, Istrinya sendiri yang awalnya selalu menuruti semua perintahnya tiba-tiba mulai memberontak. Membuat ruang gerak Edwin semakin sulit. "Aku ingin semua orang tahu bahwa kamu sudah menikah, Mas." Bantahan dari Diana saat Edwin meminta dirinya menyembunyikan status pernikahan mereka membuat emosi Edwin yang sudah berada di ujung tanduk semakin meningkat. Dirinya memegang setir kuat-kuat. Matanya tetap fokus pada jalanan namun pikiran Edwin kosong kesana-kemari. Ia bahkan tak dapat mendengar ucapan Diana setelah itu. Namun kemudian, satu kalimat terakhir yang diucapkan Diana mampu terdengar jelas di telinga Edwin. Membuat amarahnya tidak dapat lagi dirinya tahan. "Kamu sendiri bukan yang bilang bahwa kita aka
Keesokan paginya, kembali Diana berangkat ke kantor sendirian. Akibat kejadian mengerikan saat pulang kemarin, Diana sama sekali tak berani berbicara dengan Edwin. Dan suaminya sendiri pun nampak ketakutan saat melihatnya. Seperti Diana adalah hantu. Padahal disini Diana yang menjadi korban. "Aku tidak menyangka mas Edwin melakukan hal seperti itu," bisik Diana sedih ketika dirinya sedang berada di dalam lift yang melaju ke lantai 31. Diana menghela nafas lelah. Berusaha menghilangkan rasa kecewa yang berada di hatinya. Tidak pernah terpikirkan, Edwin yang semasa pacaran tidak pernah sekalipun membentaknya kini bahkan hampir saja membunuhnya. "Kak Diana, Selamat pagi!" Saat lift terbuka, Diana segera menemukan Kalyani dengan senyum lebar miliknya yang berjalan ke arahnya. "Selamat pagi, Kalya." balasnya disertai senyum tipis. Mereka berdua berjalan bersama menuju divisi mereka. Kalyani bercerita dengan semangat. Dan Diana mendengarkan dengan telaten serta sesekali membalas ucapa
Daripada fokus pada pekerjaan yang telah menumpuk di mejanya, Zerkin justru fokus pada ponsel. Jimm, orang kepercayaannya itu telah melakukan apapun yang Zerkin perintah. Kini Zerkin dapat melihat Diana melalui Cctv yang telah tersambung melalui ponselnya itu. Wanita itu datang dengan tas kerjanya beserta paper bag. Kemudian tanpa perlu waktu lama mulai fokus pada pekerjaan miliknya. Tidak seperti Zerkin yang justru terus mengamati Diana. Setelah setengah jam berlalu, Zerkin melihat Diana yang menoleh ke sana kemari. Kemudian tiba-tiba wanita itu menatap intens pada Cctv yang Jimm pasang. Yang otomatis Zerkin seperti ditatap oleh Diana. Zerkin terkekeh melihat Diana yang tampaknya curiga dengan Cctv itu. "Dia cukup pintar," bisik Zerkin Diana menatap beberapa saat. Sebelum kemudian mengambil paper bag yang di atas meja. Mulai pergi hingga menghilang dari pandangan Zerkin karena Cctv miliknya hanya mampu mengawasi Diana di dalam devisinya saja. "Mau kemana dia?" tanya Zerkin pada d
Waktu istirahat telah berbunyi sejak 5 menit yang lalu. Namun beberapa orang masih sibuk dengan komputernya. Termasuk Diana yang saat ini belum bergerak sama sekali dari meja kerjanya. Dia ingin menyelesaikan pekerjaan yang tinggal sedikit lagi sebelum ke kafetaria. Di satu sisi, Kalyani yang sudah menyelesaikan pekerjaan miliknya juga belum berjalan ke kafetaria. Wanita muda itu memilih menunggu Diana sembari memakan coklat yang ia bawa. Kalyani duduk di samping kiri Diana sembari memainkan kursi putar dan mengunyah coklat. Matanya bergerak melihat ke sekeliling danmengamati 6 orang yang masih tersisa di meja mereka. Namun segera, netra coklat itu melotot ketika melihat pria yang paling di hormati di perusahaan ini mulai berjalan mendekat ke ... KE ARAH MEREKA?! Kalyani menggosok matanya berkali-kali. Mengira itu adalah ilusi. Namun kemudian, suara bariton rendah terdengar membuat Kalyani sadar bahwa ini kenyataan. "Diana, bisa kita makan bersama?" Kalyani tersentak, begipula de
"Semua proyek di Eropa Barat berjalan lancar. Hambatannya hanya ada pada kebijakan baru yang diluncurkan pemerintah tentang pajak. Namun itu tidak akan berpengaruh buruk pada investasi kita. Mr. Winston Nicasion sendiri kemudian menyuruh saya untuk menemani anda melakukan ekspansi di Asia Tenggara." Zerkin sedang melakukan teleconference dengan pengacara perusahaannya yang sekarang sedang berada di Belanda. Namun daripada mendengar ocehan dari Oliver, dirinya justru melamun saja. Membuat Oliver jenggah. "Zerkin! Fokus!" protes Oliver. Zerkin yang mendengar itu akhirnya fokus pada Oliver. Mereka adalah teman semenjak sekolah menengah. Maka dari itu, Oliver sudah menjadi orang yang dipercayakan Winston Nicasion untuk menjaga anaknya yang terkadang tidak bisa di atur. Sebenarnya bukan terkadang, namun selalu."Aku ingin meniduri seseorang." Balasan dari Zerkin membuat Oliver menjedotkan kepalanya sendiri di meja. Jika saja Oliver berada di samping Zerkin, dirinya pasti sudah memukul k
"Diana, aku minta rekap data keuangan dari bulan lalu sampai tahun kemarin yaa. Aku tunggu maximal hari jum'at." "Baik, Bu." Setelah mendengar permintaan dari senior yang kisaran umur 30 tahunan itu, Diana kembali fokus pada komputer di depannya. Hari ketiga dirinya bekerja berjalan lancar. Ya, walau tidak terlalu lancar. Namun setidaknya dengan bekerja Diana lebih jarang sedih lagi. Ketika di rumah dulu dirinya hanya berdiam diri karena bingung akan melakukan apa. Sarah pun tidak bisa ia minta untuk menemaninya karena wanita itu bekerja. Dan Edwin, sejak kejadian pencekikan itu suaminya tidak pernah berbicara lagi dengan Diana. Ketika Diana menawarkan sesuatu lelaki itu hanya mengangguk atau menggeleng. Rumah sepi. Namun positifnya tidak ada pertengkaran di antara mereka. "Kak, ayo makan." Kalyani datang menghampirinya. "Tunggu sebentar lagi ya, aku simpan dulu dokumenku," jawab Diana kemudian mulai menyimpan dokumen yang tadi dirinya kerjakan. Dirinya menyimpan sesuai dengan tan