Marley yang baru saja keluar dari lobi apartemennya melebarkan mata sat melihat mobil hitam yang sangat familiar di matanya. Dengan segera, wanita itu berjalan mendekat. Dan saat jendela mobil terbuka, Marley tidak dapat menahan senyum miliknya."Mas Edwin?" tanya Marley tidak percaya. Segera dia masuk ke dalam mobil dan duduk di samping kekasihnya. Sejak Diana masuk ke kantor mereka, Edwin tidak pernah menjemputnya lagi. Alasannya tentu saja takut Diana tahu. Padahal Markley ingin sekali memberitahu wanita itu agar Diana mengerti tempatnya dan pisah dari Edwin. "Kaget gitu. Nggak suka aku jemput?" Marley mendengus mendengar pertanyaan dengan nada main-main dari Edwin. "Kenapa tiba-tiba jemput aku? Nggak takut istri tersayangmu tahu?" sinis Marley sembari memasang seat belt miliknya. "Dia ternyata tahu aku berhubungan lagi sama kamu," jelas Edwin. Mulai menyalakan mobilnya dan menuju perusahaan yang jaraknya tidak jauh. "Tandanya sekarang aku nggak perlu nahan diri lagi dong?" uj
"Kalyani, mengapa mereka semua terus melihatku sembari berbisik-bisik?" Diana dan Kalyani baru saja selesai makan di kafetaria. Dan Diana bersyukur Zerkin tidak kembali hadir mengusiknya. Namun walau Zerkin tidak ada, Diana sepertinya tidak bisa hidup tenang ketika semua orang secara terang-terangan menatapnya. Dan bahkan ada yang menunjuknya walau dengan gerakan kepala. "Tadi pagi ada keributan kak Diana. Kak Marley ribut sama orang devisi pengembangan. Terus itu perempuan teriak ke semua orang kalau Marley itu pelakor. Dan bilang kalau Mr. Edwin sudah beristri," ujar Kalyani menjelaskan. Dirinya sangat bersyukur sempat melihat keributan itu. Sedikit membuat hidupnya yang sangat biasa saja berwarna. Hei, jangan salahkan Kalyani. Dia hanya wanita penyuka drama.Diana yang mendengar itu menatap Kalyani dengan tidak percaya, "Lalu, apa yang terjadi selanjutnya?" "Kalau aku tebak ya, hampir aja mereka jambak-jambakan. Soalnya kak Marley udah kelihatan kaya banteng merah yang siap meny
Zerkin hendak memarahi seseorang yang dengan seenaknya masuk ke dalam ruangannya. Namun saat melihat wajah yang sangat dirinya kenal, amarahnya surut. "Sambutan itu sangat cocok untukmu, Oliver." Oliver mendengus. Kemudian mengambil kertas yang baru saja Zerkin buang. Membuka benda kusut itu. "Siapa ini? Lumayan wajahnya," ujar Oliver saat melihat foto Edwin. Setelahnya Oliver meremas kembali foto itu. Kemudian dirinya lemparkan ke arah Zerkin yang ditangkap oleh tangannya sebelum mengenai muka. "Dilihat dari manapun. Wajahku 100 kali lebih baik," balas Zerkin. Kembali membuang foto Edwin ke arah Oliver. Yang lelaki itu tangkap kemudian lemparkan kembali ke arah Zerkin. Begitu seterusnya hingga lima kali. Akhirnya Oliver menyerah dan memilih mengantongi sampah itu. "Sialan kau Zerkin. Tidak pernah mau mengalah," sebal Oliver kemudian segera melangkah ke kursi depan Zerkin. Mendudukkan tubuh lelahnya yang hampir 14 jam terjebak di pesawat. "Kalah bukan gayaku. Apapun yang aku mau
Diana baru saja mengirimkan pesan kepada Edwin bahwa di akan lembur. Walau Edwin jelas saja tidak peduli dengan itu, Diana tetap memberi kabar. Sudah seperti kebiasaan untuknya agar selalu memberikan kabar kepada Edwin sejak mereka berkuliah. Diana kembali fokus mengerjakan pekerjaannya. Data keuangan perusahaan yang seniornya minta beberapa hari lalu. Karena terlalu fokus pada komputernya, Diana sampai tidak sadar bahwa seseorang masuk ke divisi miliknya. Dan kemudian saat mendengar kursi yang sepeti di tarik seseorang, Diana menoleh dengan kaget. Takut bahwa itu adalah hantu. Namun saat matanya menangkap siapa itu, Diana memutuskan bahwa lebih baik hantu saja. "Halo, Diana." Suara berat menyapanya. Zerkin, orang yang paling tidak Diana harapnya. "Mr. Zerkin, mengapa anda ke sini?" tanya Diana setelah Zerkin duduk bersebelahan dengannya. Yang membuat Diana bernafas lega saat lelaki itu tidak terlalu dekat. Suasasa sepi. Diana cukup takut hanya berdua saja dengan Zerkin. "Aku in
Tubuh Diana membeku. Sesaat otaknya tidak dapat memproses apa yang telah dirinya lihat. Seluruh indranya berusaha menyangkal bahwa ini semua adalah mimpi buruk. Berharap dirinya hanya ketiduran di kantor saat lembur dan memimpikan ini. Namun semua kenyataan. Diana tahu ini bukanlah bunga tidur. Tas kerja yang Diana bawa terlepas dari tangannya. Diikuti dengan air mata yang tanpa permisi mengaliri pipi. Hancur. Dunia Diana telah hancur bersama perasaan cintanya. Diana merasa kecewa pernah percaya bahwa suatu hari Edwin akan berubah. Diana tidak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Dirinya masih terdiam membeku di depan pintu sembari memandang suaminya dan Marley yang dengan segera memunguti baju mereka. Marley dapat Diana lihat dari sudut pandangnya tersenyum puas. "Diana, ini ...." Edwin bahkan tidak dapat mengucapkan pembelaannya. Karena memang apa yang sudah berada di depan Diana sudah sangat jelas. Pembelaan apapun tidak di perlukan. Air mata Diana mengalir semakin deras. Dirinya
Zerkin mengamati Diana yang baru saja turun dari mobil. Wanita itu tampak santai berjalan masuk. Tanpa tahu apa yang telah menunggunya di dalam apartemen miliknya. Zerkin mengendurkan sedikit dasi yang sebelumnya terpasang rapi. Kemudian mengambil rokok dan menghisapnya santai sembari terus memandang tempat di mana terakhir kali Diana pergi. Dirinya ingin melihat apa yang akan terjadi. Pasti seru menyaksikan wanita itu menangis. Zerkin akan dengan senang hati menghiburnya. Hembusan asap putih keluar dari bibir Zerkin. Tangannya membuka jendela mobil. Berulang kali dia menghisap dan menghembuskan benda nikotin itu. Mata Zerkin menyipit ketika melihat Diana sudah keluar kembali dari apartemen miliknya sembari menangis. Zerkin tersenyum singkat. Wanita itu pasti menyaksikan apapun yang berada di dalam sana. Dirinya amati ketika Diana masuk ke dalam salah satu taksi yang terparkir. Kemudian mulai pergi. Zerkin dengan segera membuang rokok yang ia hisap, kakinya menginjak pedal gas dan
Memang keberuntungan untuk Marley. Dirinya tidak pernah merasa sangat beruntung seperti saat ini. Yaitu ketika istri dari kekasihnya, Diana, memergoki mereka yang bertubuh polos saling menindih di sofa apartemen miliknya. Marley tahu, selama dua tahun Edwin tidak pernah menyentuh Diana. Dan ketika melihat keadaan mereka sekarang, Marley bisa dengan keras mendengar suara hati Diana yang hancur dan pecah. Hingga wanita itu hanya dapat terus membeku di tempat. Tidak berteriak ataupun menjambak Marley seperti dua tahun lalu.Marley tersenyum. Keberhasilannya sudah hampir ia capai. Dan ketika mendengar Diana mengatakan, "Aku ingin kita cerai. Apapun yang kamu katakan tidak akan mampu mengubah keputusanku. Terima kasih 4 tahun ini." Marley menang. Istri dari kekasihnya itu segera berlari pergi. Edwin hendak mengejarnya. Namun Marley yang hanya memakai kemeja saja itu dengan cepat menangkap tangannya. "Tidak! Jangan kejar dia!" tahan Marley. Edwin menatap ke arahnya. Wajahnya menampilk
Dalam satu dobrakan saja, pintu di depan Edwin terbuka. Tanpa peduli dengan rasa sakit di bahunya, Edwin segera mengangkat tinju dan memukul lelaki yang telah melecehkan istrinya. "Beraninya kamu menyentuh milikku!" Tubuh Zerkin yang tidak siap menerima itu segera terjatuh ke lantai. Rasa nyeri segera menyerang rahangnya. Seketika rasa anyir memenuhi mulut.Zerkin dengan segera menatap siapa orang yang telah memukulnya. Mata mereka beradu dengan penuh kemarahan. Mata Edwin kemudian melirik pada Diana yang setengah sadar. Tubuh atasnya polos, dan lehernya penuh dengan bekas kemerahan. Melihat itu, Edwin mengambil vas bunga yang berada di samping meja dekat pintu, kemudian tanpa ragu melemparkannya ke arah Zerkin. Bunyi kaca pecah segera memenuhi kamar itu. Prang! Zerkin berguling ke kiri. Kemudian dirinya segera berdiri dengan memegangi rahangnya yang sedikit kebas. Mulut Zerkin meludahkan air liur yang berisi darah. Dia sedikit menekan rahangnya agar rasa kebas dan sakit sedikit